Table Of ContentANALISIS KUALITAS AIR SITU BUNGUR CIPUTAT
BERDASARKAN INDEKS KEANEKARAGAMAN
FITOPLANKTON
APDUS SALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Situ adalah suatu genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk
secara alami yang airnya berasal dari tanah dan air permukaan (air hujan dan air
limpasan). Situ merupakan danau yang berukuran kecil hingga sedang. Sebagai
siklus hidrologis yang potensial, situ berfungsi sebagai sumber air, irigasi, air
baku air minum, pengendali banjir dan kegiatan lainnya. Situ juga berfungsi
sebagai penampung air hujan, mata air maupun air sungai, budidaya perikanan,
serta ekowisata alam dan lain sebagainya, dengan fungsi ini sangat
memungkinkan situ tersebut tercemar oleh bahan-bahan pencemar (Morganof,
2007).
Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari
beberapa macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida,
sedimen dan bahan-bahan lainnya. Keberadaan bahan pencemar tersebut dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan danau, sehingga tidak sesuai
lagi dengan peruntukannya sebagai sumber air baku air minum, perikanan,
pariwisata dan sebagainya (Morganof, 2007).
Perubahan kualitas perairan, erat kaitannya dengan potensi perairan terutama
ditinjau dari keanekaragaman dan komposisi fitoplankton. Keberadaan
fitoplankton ini di suatu perairan dapat memberikan informasi mengenai kondisi
suatu perairan, sehingga fitoplankton sebagai parameter biologi yang dapat
1
dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu
perairan. Adanya jenis fitoplankton yang dapat hidup dan blooming karena zat
tertentu. Sehingga dapat memberikan gambaran mengenai keadaan suatu perairan
yang sesungguhnya (Fachrul, 2005). Fitoplankton juga merupakan penyumbang
oksigen terbesar di dalam suatu perairan, dan pengikat awal energi matahari
dalam proses fotosintesis, sehingga berperan penting bagi kehidupan perairan.
Wilhm (1975), mengklasifikasikan tingkat pencemaran air berdasarkan indeks
keanekaragaman plankton, dimana jika H’< 1 maka kondisi perairan tercemar
berat, H’ = 1-3 maka kondisi perairan tercemar ringan, dan H’> 3 maka kondisi
perairan tidak tercemar. Situ Bungur digunakan sebagai sumber air minum
berbagai jenis binatang baik besar maupun kecil yang tinggal di sekitarnya, dan
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk penambakan ikan serta tempat
pemancingan. Adanya tekanan-tekanan lingkungan di sekitar situ seperti
pembuangan limbah dan sampah ke pinggir dan badan situ oleh penduduk
sekitarnya menyebabkan penurunan kualitas perairan situ. Penurunan kualitas air
ini akan mempengaruhi biota yang ada di perairan tersebut di antaranya adalah
fitoplankton. Oleh karena itu, untuk mengetahui kualitas perairan tersebut perlu
dilakukannya penelitian tentang keanekaragaman fitoplankton sebagai
indikatornya.
2
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana keanekaragaman fitoplankton di Situ Bungur?
b. Bagaimana kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman fitoplankton
Situ Bungur?
1.3. Hipotesis
a. Keanekaragaman fitoplankton di Situ Bungur adalah rendah.
b. Kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman fitoplankton Situ Bungur
adalah tercemar berat.
1.4. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui keanekaragaman fitoplankton di Situ Bungur.
b. Untuk mengetahui kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman
fitoplankton Situ Bungur.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
sebagai:
1. Informasi mengenai kondisi kualitas air di Situ Bungur berdasarkan indeks
keanekaragaman, keseragaman, dominasi, dan kelimpahan fitoplankton
sebagai informasi analisis kualitas air.
2. Informasi bagi PEMDA setempat dalam peruntukkan Situ Bungur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Profil Situ Bungur
Situ Bungur merupakan salah satu Situ yang berada di Provinsi Banten
Kelurahan Pondok Ranji Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Kabupaten Tangerang, dengan luas 32.500 m2. Situ ini berlokasi di Rw.01 Jalan
Menjangan 3 dan dikelilingi oleh 2 Rt yakni Rt.03 dan Rt.04. Menurut keterangan
pegawai Kelurahan Pondok Ranji (Pemda setempat) bahwa air buangan limbah
dari rumah tangga ke perairan Situ sebanyak 3 Rw yakni Rw.01, 03, dan 15 dan 4
Rt yakni Rt.03, 04, 01, dan 06 dengan jumlah penduduk masing-masing yaitu ±
250 jiwa (Rt.03), ± 200 jiwa (Rt.04), ± 200 jiwa (Rt.01), ± 200 jiwa (Rt.06). Situ
ini dikelola oleh Pemerintah Provinsi Banten pada peraturan Pemerintah No.6
tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik Negara atau Daerah.
Berikut foto Situ Bungur yang dapat dilihat dibawah ini (gambar 1).
Gambar 1. Foto Situ Bungur
(Sumber: Salam)
4
2.2. Pencemaran Air
Menurut Achmad (2004), air merupakan senyawa kimia yang sangat
penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Fungsinya bagi
kehidupan tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua
kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan air, mulai dari
membersihkan diri (mandi), membersihkan ruangan tempat tinggal dan
menyiapkan makanan dan minuman serta aktifitas-aktifitas lainnya. Dalam
jaringan hidup, air merupakan medium untuk berbagai reaksi dan proses ekresi.
Perairan merupakan suatu potensi sumberdaya air utama yang sangat besar
dimiliki Indonesia. Tercatat 13,7 juta ha perairan darat yang kita miliki, meliputi
perairan danau, perairan waduk, perairan sungai, perairan lahan basah dan
perairan estuaria. Potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan dari perairan darat
adalah sebagai sumber air bersih, sumber produksi pangan dan pakan, sumber
energi dan sumber kenyamanan. Perairan merupakan suatu ekosistem yang
kompleks sebagai habitat dari berbagai jenis makhluk hidup, mulai dari ukuran
mikro sampai makro. Perairan yang alami mempunyai sifat yang dinamis dan
aliran energi yang kontinu selama sistem didalamnya tidak mengalami gangguan
atau hambatan seperti pencemaran (Lukman dkk, 2006).
Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau
punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton, dan plankton.
Hal ini menyebabkan sistem ekologis perairan dapat terganggu. Sistem ekologis
perairan mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang
telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung
5
lingkungan yang bersangkutan. Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung
lingkungannya, maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi (Nugroho,
2006).
Berdasarkan undang-undang no.23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup menyatakan, bahwa pencemaran lingkungan hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia. Sehingga kualitasnya
turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Polusi air merupakan penyimpangan
sifat-sifat air dari keadaan normal bukan dari kemurniannya. Adanya benda-benda
asing yang dapat menyebabkan air tersebut tidak dapat digunakan secara normal.
Biasanya benda-benda asing tersebut telah melebihi batas yang telah ditetapkan
sehingga tidak dapat digunakan secara normal untuk keperluan (Fardiaz, 1992).
Penurunan kualitas air (perairan) akibat limbah-limbah masyarakat sekitar
dapat menurunkan kualitas air tanah di sekitarnya melalui infiltrasi dan dispersi.
Infiltrasi merupakan masuknya air dan bahan-bahan terlarut ke dalam tanah,
sedangkan dispersi adalah percampuran bahan-bahan di dalam air secara fisika
dan kimia hingga homogen (Astirin dkk, 2002).
Indikator bahwa kualitas air lingkungan tercemar atau menurun adalah
dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati, yaitu:
1. Perubahan pH air,
2. Perubahan suhu air,
3. Perubahan warna, bau, dan rasa air
6
4. Mikroorganisme dalam perairan (Sastrawijaya, 1991).
2.2.1. Perubahan pH Air
Nilai pH didefinisikan sebagai negatif logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen dan nilai keasaman ditunjukkan dengan nilai 1-7 (asam) dan 7-14 (basa).
Kebanyakan perairan umum mempunyai nilai pH antara 6-9. Pada pH sangat
bervariasi dan dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, kandungan
kation dan anion maupun jenis dan tempat hidup organisme (Goldman dan Horne,
1983).
Menurut Fardiaz (1992), variasi pH dipengaruhi oleh kandungan
karbondioksida, karbonat, asam organik, dan hasil pembusukan sisa tanaman
perairan. Perairan tawar mempunyai kisaran pH antara 4-10. pH dapat
mempengaruhi daya adaptasi biota akuatik dan aktifitas kimiawi di lingkungan
perairan. Sebagai salah satu parameter lingkungan perairan, pH tidak selalu stabil
karena dipengaruhi oleh keseimbangan antara CO dan HCO - dalam perairan.
2 3
Reaksi CO2 di perairan menghasilkan ion hidrogen H+ dan ion karbonat HCO -.
3
Konsentrasi ion H+ mempengaruhi pH, dengan semakin tinggi konsentrasi ion H+,
maka perairan cendrung asam.
2.2.2. Perubahan Suhu pada Air
Menurut Iskandar (2003), menjelaskan bahwa suhu merupakan faktor
penting di dalam perairan dan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang
jatuh ke permukaan air. Suhu juga merupakan salah satu faktor penunjang
7
produktifitas fitoplankton, karena mempengaruhi laju fotosintesis dan kecepatan
pertumbuhan. Selain itu juga berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan konversi
bahan organik menjadi bahan anorganik. Suhu yang optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton di daerah tropis berkisar antara 20-300C.
Suhu berhubungan erat dengan persediaan makanan. Di dalam air yang
hangat, kebutuhan akan bahan makanan relatif lebih banyak dengan air yang lebih
dingin (Odum, 1993). Suhu di perairan juga menetukan kadar oksigen yang
terlarut di dalamnya. Semakin tinggi suhu di suatu perairan, maka semakin kecil
kadar oksigen terlarut di perairan tersebut (Fardiaz, 1992).
2.2.3. Perubahan Bau, Warna dan Rasa pada Air
Perubahan bau, warna dan rasa pada air yang terkena pencemaran
dipengaruhi oleh zat-zat yang terdapat di dalamnya seperti zat organik,
mikroorganisme dan hasil metabolismenya serta lumpur hasil buangan industri
dan rumah tangga yang terlarut di dalam perairan tersebut (Fardiaz, 1992). Selain
itu menurut Wardhana (1995), perubahan tersebut juga diakibatkan oleh kegiatan
industri maupun rumah tangga yang limbahnya masuk ke dalam perairan.
Air yang normal tampak jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau. Air yang tidak jernih seringkali merupakan petunjuk awal terjadinya
polusi di suatu perairan. Rasa air seringkali dihubungkan dengan bau air. Bau air
dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut, gangguan plankton, tumbuhan
air, dan hewan air, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati (Nugroho,
2006).
8
Menurut Kristanto (2004), warna air di alam ini sangat bervariasi, misalnya
air di rawa-rawa yang berwarna kuning, coklat atau kehijauan, juga air sungai
yang biasanya berwarna kuning kecoklatan karena kandungan lumpur yang
tercampur di dalamnya dan air limbah yang yang berwarna coklat kemerahan
karena kandungan besi dalam jumlah yang tinggi.
2.2.4. Mikroorganisme dalam Perairan
Air merupakan habitat berjenis-jenis mikroba seperti alga, protozoa dan
bakteri. Dari sekalian banyak jenis mikroba yang bersifat patogen atau merugikan
manusia, ada beberapa jenis mikroba yang sangat tidak dikehendaki kehadirannya
karena mikroba tersebut merupakan patogen bagi perairan. Mikroba tersebut dapat
berperan sebagai indikator kualitas perairan (Nugroho, 2006).
Mikroorganisme merupakan makhluk mikroskopis yang pada umumnya di
lingkungan perairan dapat memakan, memecahkan dan menguraikan bahan
organik (Wardhana, 1995). Mikroorganisme berperan sekali dalam proses
degradasi bahan buangan organik, misal dari kegiatan industri yang dibuang ke
perairan baik sungai, danau maupun laut. Mikroorganisme akan berkembangbiak
jika buangan yang harus didegradasi cukup banyak, dan tidak menutup
kemungkinan dengan ikut berkembangbiaknya mikroorganisme patogen
(Achmad, 2004).
9
Description:tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik Negara atau Daerah fitoplankton termasuk kelompok alga yang terbagi ke dalam 7 divisio, yaitu: 1.