Table Of ContentSaksi-saksi Iman:
Kisah-kisah Kemartiran dan
Kemuridan yang Mahal
Disunting oleh Charles E. Moore dan Timothy Keiderling
Kata Pengantar oleh John D. Roth dan Elizabeth Miller
Alih bahasa oleh Nindyo Sasongko
Institute for the Study of Global Anabaptism
Goshen, Indiana
1
2 Life Together in the Spirit
Users may copy or distribute this translation in any format or
medium as long as they provide clear attribution to ISGA and do
not use the material for commercial purposes. Other rights
reserved.
Copyright @ 2018 by the Institute for the Study of Global
Anabaptism
3
Jika seseorang ingin mengikut Aku,
ia harus menyangkal dirinya sendiri, dan memikul
salibnya, lalu mengikuti Aku.
Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya,
dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia akan
menyelamatkannya.
Yesus dari Nazaret
4 Life Together in the Spirit
Daftar Isi
Kata Pengantar
BAGIAN I: KRISTEN PERDANA
1. Stefanus Yerusalem (Israel)
2. Polikarpus Smirna (Turki)
3. Yustinus Martir Roma (Italia)
4. Agatonika, Papilus dan Karpus Pergamus (Turki)
5. Perpetua Kartago (Tunisia)
6. Tharakus, Probus dan Andronikus Sisilia (Turki)
7. Marselus Tangiers (Maroko)
BAGIAN II: PARA REFORMATOR RADIKAL
8. Jan Hus Konstanz (Jerman)
9. Michael dan Margaretha Sattler Rottenburg (Jerman)
10. Weyken Claes Den Haag (Belanda)
11. William Tyndale Vilvoorde (Belgia)
12. Jacob dan Katharina Hutter Innsbruck (Austria)
13. Anna Janz Rotterdam (Belanda)
14. Dirk Willems Asperen (Belanda)
5
BAGIAN III: PARA SAKSI ERA MODERN AWAL
15. Veronika Löhanas St. Tomas
(Virgin Islands)
16. Jacob Hochstetler Pennsylvania
(Amerika Serikat)
17. Gnadenhütten Ohio (Amerika Serikat)
18. Joseph dan Michael Hofer Amerika Serikat
19. Emanuel Swartzendruber Amerika Serikat
20. Regina Rosenberg Rusia
21. Eberhard dan Emmy Arnold Jerman
22. Johann Kornelius Martens Uni Soviet (Ukraina)
23. Ahn Ei Sook Korea
24. Jakob Rempel Uni Soviet (Rusia)
BAGIAN III: SAKSI-SAKSI MASA KINI
25. Clarence Jordan Amerika Serikat
26. Richard dan Sabina Wumbrand Romania
27. Tulio Pedraza Colombia
28. Stanimir Katanic Yugoslavia (Kroatia)
29. Samuel Kakesa Kongo
30. Kasai Kapata Kongo
31. Meserete Kristos Church Etiopia
32. Sarah Corson Bolivia
33. Alexander Men Uni Soviet (Rusia)
6 Life Together in the Spirit
34. José Chuquin dan Norman Tattersall Peru
35. Katherine Wu Taiwan
36. Ekklesiyar Yan’uwa a Nigeria Nigeria
Pertanyaan-pertanyaan untuk Refleksi dan Diskusi
Catatan-catatan atas Sumber-sumber
Ucapan Terima Kasih
7
Kata Pengantar
John D. Roth dan Elizabeth Miller∗
MENGIKUT YESUS DAPAT SANGAT BERBAHAYA. Pada
tanggal 14 April 2014, anggota Boko Haram, sebuah
kelompok radikal Muslim di Nigeria, menyerang satu
sekolah putri di Chibok dan menculik sebagian besar dari
para murid. Dari hampir tiga ratus anak perempuan
diculik, tidak kurang dari 178 adalah anggota Ekklesiyar
Yan’uwa a Nigeria (EYN), sebuah Gereja dari kelompok
Persaudaraan (Brethren) yang berkomitmen pada baptisan
orang dewasa dan non-kekerasan alkitabiah. Gereja ini
menjangkarkan iman mereka pada tradisi Anabaptis. Sejak
2013, beberapa puluh ribu anggota EYN telah dibantai dan
lebih banyak lagi yang dipaksa lari dari rumah mereka.
Selama dua milenia, orang-orang Kristen dari tiap tradisi
menghormati kenangan akan individu-individu dan
komunitas-komunitas yang menderita, dan terkadang
wafat, untuk alasan iman. Kelompok-kelompok Anabaptis,
sebagai contoh, telah lama diilhami oleh Cermin Para Martir,
sebuah koleksi kisah dan dokumen yang dimulai dengan
penyaliban Kristus dan diakhiri dengan catatan-catatan
detail dari kira-kira seribu lima ratus Anabaptis yang telah
∗John Roth adalah guru besar sejarah di Goshen College dan direktur Institut
Studi Anabaptis Global, yang telah memimpin Proyek Bearing Witness.
Elizabeth Miller melayani sebagai asisten administratif pada institut tersebut
dan memandu situs Bearing Witness (martyrstories.org).
8 Life Together in the Spirit
dipenjara, disiksa, dan dibunuh demi iman mereka selama
abad keenam belas.
Kisah-kisah kemuridan yang mahal yang terekam dalam
koleksi baru ini—yang terentang dari abad Kekristenan
perdana hingga Reformasi Radikal hingga gereja global
masa kini—menyajikan sebuah ingatan segar bahwa
keputusan untuk mengikut Kristus sering menuntut harga
yang mahal. Orang-orang yang terlibat dalam The Bearning
Witness Stories Project berkeyakinan bahwa kisah-kisah ini
perlu dituturkan, dan dituturkan ulang, bagi tiap generasi,
khususnya dalam terang fakta bahwa penganiayaan masih
dialami oleh gereja global hingga hari ini.
Sejak Stefanus dirajam batu, tercatat di Kisah Para Rasul
7, gereja Kristen selalu menghormati mereka yang telah
menderita atau wafat demi nama Kristus. Para bapa gereja
seperti Siprianus dan Eusebius menyadari pentingnya
mengumpulkan kisah-kisah para rasul dan orang-orang
Kristen perdana lainnya yang telah wafat sebagai martyres
(para saksi) karena iman mereka. Keduanya percaya bahwa
kisah-kisah kepatuhan kepada Kristus ini akan
menginspirasi generasi-generasi berikutnya. Model utama
bagi kemartiran Kristen perdana, tentu saja, adalah Yesus.
Walau dituduh dengan semena-mena, Yesus mengampuni
para pendakwa-Nya dan menerima penghinaan melalui
penyaliban. Ia percaya bahwa pada akhirnya kebangkitan
akan berjaya atas kematian.
Di permukaan, kualifikasi sebagai martir Kristen tampak
jelas. Namun, seiring dengan pergumulan gereja perdana
9
mendefinisikan iman yang ortodoks, batas arti kemartiran
kemudian semakin problematis. Sesungguhnya, apa yang
diyakini oleh seseorang yang dianiaya, sehingga ia benar-
benar dapat termasuk seorang martir Kristen? Dan siapa
yang memiliki wewenang untuk membuat keputusan
demikian? Pada awal abad kelima, ketika kaum Donatis
mendeklarasikan sebagai para martir orang-orang yang
dibantai oleh Konstantinus karena tuduhan ajaran sesat,
Agustinus melawannya. Bahwa hal itu “bukanlah
hukumannya,” tegasnya, “tetapi masalah dasar untuk
menyatakan seseorang sebagai martir.”
Perkataan Agustinus ini menjadi acuan standar Gereja
Katolik di abad-abad kemudian untuk menolak para
pembangkang seperti Yohanes Wyclif, Petrus Waldo, atau
Jan Hus, yang dianiaya karena tuduhan penyesat, disebut
sebagai martir-martir. Masalah definisi menjadi semakin
kritis di abad keenam belas ketika bermacam-macam tradisi
religius bermunculan dari Reformasi. Tradisi-tradisi ini
mulai mengembangkan daftar-daftar para martir yang
berlainan satu sama lain, terkadang meninggikan seseorang
yang dinyatakan sesat atau berbahaya oleh tradisi lain.
Satu tantangan lain yaitu sulitnya memisahkan detail-
detail faktual di sekitar suatu peristiwa dari kisah-kisah
kepahlawanan yang muncul di kemudian hari. Positifnya,
kisah-kisah kemartiran menolong komunitas-komunitas
untuk menegaskan identitas kultural mereka sendiri.
Negatifnya, kenangan-kenangan ini dapat dipakai untuk
membenarkan ketidaksukaan satu kelompok melawan
10 Life Together in the Spirit
kelompok lain yang dapat mengarah pada pembalasan
dendam.
Dalam tradisi Anabaptis, para martir telah memainkan
peran penting dalam membangun dan mempertahankan
identitas kolektif—khususnya bagi kelompok-kelompok
seperti Amish, Mennonit, dan Huterit yang berimigrasi ke
Amerika Serikat dan Kanada untuk menghindari pertikaian
religius di Eropa dan Rusia. Yang semula diawali dari
sebuah serial pamflet yang beredar secara sembunyi-
sembunyi, catatan kisah berbahasa Belanda yang kemudian
diterbitkan sebagai bunga rampai dengan judul Het Offer
des Herren (Kurban bagi Tuhan). Antara 1562 dan 1599,
paling tidak sebelas edisi terbit, dan kadang-kadang
menambahkan kisah baru dari kemartiran, surat dari
penjara, dan kidung.
Dengan terbitnya Cermin Para Martir pada tahun 1660,
tradisi dinamis dari buku-buku para martir ini pun
kemudian diakhiri dan kanon kemartiran Anabaptis pun
ditutup. Thielman van Braght, seorang pendeta Mennonit
dari Haarlem dan pengumpul serta penulis Cermin Para
Martir, memilih definisi yang inklusif yang dapat disetujui
oleh semua kelompok Anabaptis—yaitu, komitmen
terhadap pembaptisan orang percaya dan tidak melawan
(atau non-kekerasan) sama seperti Kristus. (Dalam
menyeleksi kisah-kisah, para penyunting buku ini juga
telah memakai kriteria yang serupa). Van Braght berharap
bahwa Cermin Para Martir dapat menjadi suatu acuan
bersama serta sumber pemersatu di antara gereja yang