Table Of ContentArung Diri
Kitab Puisi
Djoko Saryono
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
UPT TAMAN BUDAYA
ARUNG DIRI
iiiii
Kitab Puisi
Arung Diri
Kitab Puisi
Perajin Kata:
Djoko Saryono
Tata Tampilan Isi
(cid:122) Indro Basuki
Tata Tampilan Sampul
(cid:122) Giryadi
Diterbitkan oleh:
UPT Taman Budaya
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur
Edisi 2013
Ukuran: 20 x 20 cm
Jumlah: xxxii + 246 halaman
ISBN: 978-602-9461-74-9
TIDAK DIPERDAGANGKAN
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak
atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam
bentuk apa pun, secara elektronis, maupun mekanis, termasuk
fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa
izin tertulis dari penerbit.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta,
Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1), (2), dan (6).
ARUNG DIRI
iiiii iiiii
Kitab Puisi
PRAKATA
Arus kehidupan modern saat ini sangat kuat. Arus ini sarat perubahan akibat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi. Ini telah mendekonstruksi
hampir seluruh aspek kehidupan yang menyeret kita ke dalam lorong gelap kehidupan.
Keadaan ini barangkali analog dengan “zaman edan” yang dimaklumkan oleh pujangga
besar Ranggawarsita. Dalam zaman edan ini juga terjadi erosi fungsi dan kesaktian seni
tradisi yang merupakan kekuatan kultural pembentukan karakter, identitas, dan jati diri.
Di tengah keadaan demikian, kehadiran karya sastra yang merevitalisasi, mentransformasi,
dan mendayagunakan seni tradisi perlu diapresiasi sebab berarti menghidupkan seni tradisi
di tengah arus kehidupan modern. Kandungan makna dan nilainya dapat menjadi secercah
cahaya, sebagaimana kita temukan dalam Arung Diri yang mengangkat seni tradisi kita.
Sebagai puisi, karya-karya dalam Arung Diri jelaslah menggunakan media bahasa.
Bahasa puisi merupakan tanda bermakna ganda yang selalu menyodorkan berbagai
kemungkinan makna. Arung Diri karya Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd tentu menyodorkan
berbagai kemungkinan makna yang bertolak dari pikiran dan perasaan tentang seni tradisi
yang telah diolah secara imajinatif dan estetis sedemikian rupa. Oleh karena itu, batin
atau jiwa puisi-puisi dalam Arung Diri sesungguhnya seni tradisi yang didayagunakan,
difungsionalkan, dan ditransformasikan ke dalam bentuk puisi modern.
Untuk itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur sebagai lembaga
yang diberi amanat mengawal pelestarian dan pengembangan seni budaya menerbitkan
kumpulan puisi Arung Diri. Ini merupakan upaya memperhatikan perkembangan keragaman
seni budaya di Jawa Timur, dalam hal ini turut mendukung perkembangan seni sastra
modern berakar seni tradisi. Semoga buku ini bermanfaat bagi perkembangan seni budaya
secara luas di Jawa Timur dan menjadi warisan bernilai.
Surabaya, Desember 2013
Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur
Dr. H. JARIANTO, M.Si
Pembina Utama Madya
NIP. 19580807 197702 1 002
iiiiiiiiiiiiiii ARUNG DIRI iiiiiiiiiiiiiii
Kitab Puisi
Menulis adalah seni mengulang-ulang tanpa disadari orang.
[Nassim Nicholas Thaleb, Ranjang Prokrustes, Gramedia, 2011:60]
Bahasa dan tulisan hanya lambang untuk ekspresikan kebenaran.
Tetapi, menggelikan bila menganggap tulisan sebagai kebenaran
seperti telunjuk sebagai bulan. [Tsai Chih Chung, The Book of Zen,
Elex Komputindo, 2012:31]
Kalau ingin membuat kesal penyair, jelaskan puisinya.
[Nassim Nicholas Thaleb, Ranjang Prokrustes, Gramedia, 2011:84]
ARUNG DIRI
iiiii vvvvv
Kitab Puisi
PENGAKUAN PUISI
Sungguh, kau belum kenal aku? astaga! bagaimana bisa?
yang mengasuhmu budaya macam apa? pendidikan macam apa?
Namaku puisi, kenapa kau lupa – memang sengaja alpa?
meski tak kutahu titi mangsa, sejak kapan aku ada di dunia
jelas umurku amat tua, setua pelbagai agama, karena aku dipiara:
agama tak cuma berkata, tetapi jelas mencinta
bahkan menyayang tiada tara, sejak dahulu kala
dipercaya aku menemani ayat baka penyelamat manusia
dipercaya aku mewadahi makna hidup kekal nanti di surga
oleh agamawan disilakan aku tinggal di relung agama
oleh agamawan diajak aku menemui umat beragama
dengarlah, betapa merdu suaraku melantunkan ayat baka!
lihatlah, dalam Gilgamesh aku bersama agama orang Sumeria
dalam Dao De Jing dan Zhuang Zi aku bersama taoisme Cina
memandu manusia meraih cemerlang kebajikan paripurna
dalam Catur Weda, Mahabharata, dan Ramayana aku juga ada
menyatu ajaran Hindu menemani manusia mencapai nirwana
dalam Tripitaka, 50 Syair Vasubandhu, dan Songs of Milarepa
aku bersanding ajaran Buddha menunjuki manusia jalan utama
dalam Zabur, Taurat, dan Injil aku elok rupa tampil di muka
menjaga perangai manusia agar selalu bertabur cahaya cinta
bahkan dalam Qur’an nan mulia aku disayang demikian rupa
hingga kepuitisan dan keindahanku memancar penuh pesona
orang-orang pun riang gembira meneguk firman Allah ta’ala
maka Allah mahapuitis dan mahaindah, keindahan amat disuka
maka rapal doa serba puitis dan indah menenteramkan jiwa
vvvvv ARUNG DIRI vvvvv
Kitab Puisi
jelas umurku amat tua, setua adab dan budaya, karena aku dicinta:
dalam relung budaya Sumeria, Mesir Kuno, dan Maya aku primadona
tak heran ditugasi jadi saluran masyarakat, pendidikan, dan agama
dalam relung budaya Yunani dan Romawi aku kekasih para cendekia
tak heran tercipta Poetics, Illiad, Odyssey, dan Oedipus nan pukau jiwa
dalam kanvas peradaban Cina dan India akulah perawat pikiran manusia
tak heran mengabadi I Ching, Analecta, Bhagavadgita, dan Brahmasutra
dalam kanvas peradaban Asia Barat dan Persia aku duta ajaran agama
tak heran Mantiq al-Tayr, Gulistan, Rubbaiyat, dan Matsnawi menghuni jiwa
dalam kanvas abab dan budaya nusantara masa silamku sungguh amat jaya
dikasihi agamawan, dihidupi penguasa, disenangi warga, dan dijaga pujangga
dicipta dengan kekhusyukan tiada tara, dicipta dengan rapal doa mandraguna
tak heran lahir Bujang nan Domang, I La Galigo, dan Serat Chentini nan luar biasa
tak heran Syair Perahu, Gurindam 12, Hikayat Bayan Budiman, Minuman Pencinta,
Bustan al Salatin, dan Sejarah Melayu senandungkan ajaran tasawuf memesona
tak heran lahir kakawin Arjunawiwaha, Adiparwa, Kunjarakarna, dan Lubdhaka
juga Negarakertagama dan Serat Kalatidha yang pamerkan cerlang keindahan makna
Pada masa silam, semua pujangga dan warga sangat menghormati keberadaanku:
mereka patuh mengikuti aturanku, mereka pantang mengubah letak susun diriku
mereka luar biasa, membuahkan karya cemerlang dalam aturan begitu kaku!
tak heran aku pun mampu melantunkan kesederhanaan dan kemerduan nada suara
semua pendengar dan pembaca niscaya terkesima, senantiasa terlena indah makna
Namun, aku kian tak terkemuka, karena putaran waktu membuat pujangga tiada
dan warga pun menghindariku dengan segala alasan dan seribu cara dusta
lahirlah para pemuisi mandiri dan pembaca menuntut kemerdekaan menafsiri
mereka mencari jalan-jalan sendiri, merangkai dan menata kata-kata sesuka hati
sejak itu aku kehilangan kesederhanaan dan kemerduan – keduanya tiada lagi
dunia pun memasuki zaman baru – kerumitan dan kekacauan suara kini diimani
ARUNG DIRI
vvvvv iiiii
Kitab Puisi
Sungguh, aku rindu kesederhanaan dan kemerduan, begitu juga banyak manusia
di dalam dunia yang memuja kerumitan, kekacauan, seragam suara, dan datar nada
maka, bersyukurlah aku, hadir himpunan puisi Arung Diri ini, dengan bahasa
dan tata sederhana dan merdu, tapi bagiku pancarkan kenikmatan merasuk jiwa
Aku kerasan tinggal dalam kesederhanaan dan kemerduan puisi dalam Arung Diri.
Harapanku, pembaca ikhlas menikmati kesederhanaan dan kemerduan pepak seri,
menemu irama ritmis dalam untaian bahasa, dan menjumpa terang lukisan
dalam kanvas bahasa, serta mencecap makna yang terpancar dari kesederhanaan
dan kemerduan Arung Diri. Semoga. Amin.
Malang, hujan bulan Desember 2012
ARUNG DIRI
vvvvviiiiiiiiii
Kitab Puisi
ARUNG DIRI
vvvvviiiiiiiiiiiiiii
Kitab Puisi
MAKLUMAT ARUNG DIRI
Puisi adalah negeri kata-kata. Kampung halaman kata-kata adalah bunyi-
bunyi yang selalu bergandengan mesra supaya berdaya melahirkan makna.
Bunyi-bunyi meminta harus selalu hidup bersama karena kesendirian berarti
kesebatangkaraan, kesepian, dan kehampaan makna. Ia disertai oleh suara
dan atau tulisan supaya dapat dikenali manusia, dicerna kepala juga dada
manusia. Rantau kata-kata adalah kalimat-kalimat yang senantiasa berjalin
kelindan secara serasi supaya bisa melahirkan wacana. Wacana lebih suka
mandiri karena semenjak tercipta menjadi kediaman makna. Ia ditemani oleh
suara dan atau tulisan supaya dipahami manusia, disantap kelezatannya oleh
manusia. Huruf-huruf adalah kediaman pungkasan bunyi-bunyi dan kalimat-
kalimat. Huruf-huruf lazim mewakili suara dan atau tulisan pulang ke
kampung halaman puisi atau melawat ke rantau puisi.
Suara adalah ibu kandung kata-kata, sedang tulisan adalah ibu pengganti
kata-kata. Bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat selalu disayangi oleh suara dan
atau tulisan, selalu ditolong hadir oleh terang suara dan atau tulisan. Tanpa
suara, bunyi dan atau kalimat tiada mungkin diucapkan bibir dan didengar
oleh telinga manusia. Tanpa tulisan, bunyi dan atau kalimat mustahil ditatap
mata dan dibaca oleh kornea manusia. Bunyi dan atau kalimat selalu mendiami
suara dan atau tulisan karena suara dan atau tulisan begitu mencinta, tiada
pernah berlaku aniaya. Perkembangan budaya dan adab manusia memperlihat-
kan betapa melimpah ruah kasih sayang suara dan atau tulisan kepada bunyi-
bunyi dan kalimat-kalimat sehingga bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat bisa
bersapa dengan manusia, berkelana ke sudut-sudut dunia.
Penutur bahasa yang menyuarakan dan atau mendengarkan kata-kata adalah
para pelancong ke negeri kata-kata yang riang bermain bunyi-bunyi dan
kalimat-kalimat. Mereka menata bunyi-bunyi sarat cinta supaya tercipta
suara indah di telinga. Mereka mengungkai kalimat-kalimat penuh kasih
iiiiixxxxx ARUNG DIRI iiiii xxxxx
Kitab Puisi
sayang supaya tercipta suara lezat makna di dada. Penutur bahasa yang
membaca dan atau menuliskan kata-kata adalah para pelawat yang bersuka-
suka memainkan bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat bertuliskan. Mereka menata
huruf-huruf beraroma kasmaran sehingga tercipta makna yang mampu me-
manggil bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat untuk hadir di dalam tulisan.
Penikmat atau pembaca puisi adalah pecinta kerajinan kata-kata yang selalu
terpana bunyi-bunyi bersuara dan atau bertuliskan; tertawan kalimat-kalimat
bersuara dan atau bertuliskan; teperdaya huruf-huruf indah bermakna yang
menjadi kediaman suara dan tulisan. Para pembaca puisi yang rajin melisankan
atau mendaraskan puisi adalah para musafir kata-kata yang menawarkan
kerajinan bunyi-bunyi dan kalimat-kalimat bersuara dan atau bertuliskan
kepada sesiapa; menjamu sesiapa dengan aneka tataan huruf-huruf sarat
pesona yang disuarakan dan atau dituliskan ke dunia.
Para pemuisi atau kini suka disebut penyair adalah perajin kata-kata yang
dikira tangkas menenun bunyi-bunyi dan cekatan memintal kalimat-kalimat
bermahkota suara dan atau tulisan mendecakkan jiwa; yang disangka cendekia
mengungkai huruf-huruf menjadi makna yang mampu mengguna-guna kepala.
Para penyair adalah pawang kata-kata yang pura-pura kuasa menenung bunyi-
bunyi dan atau kalimat-kalimat menjadi pijar-pijar bara makna yang membuat
terbakar dada. Para penyair adalah ahli teluh kata-kata yang memamerkan
kecemerlangan muslihat bunyi-bunyi dan atau kalimat-kalimat bersuara dan
atau bertuliskan kepada dunia, yang justru membuatnya dikagumi dan bahkan
dipuja-puji banyak manusia; ditempatkan sebagai cendekia di dalam taman
peradaban manusia.
Mendengarkan dan atau membaca puisi adalah bertamasya di negeri kata-
kata yang dengan riang gembira menjelajahi lebat rimba bunyi-bunyi yang
beraneka dan atau menyusuri belantara kalimat-kalimat yang berbagai-bagai
makna. Melisankan dan atau menulis puisi adalah bertualang di negeri kata-
kata yang dengan penuh keberanian nyali mengarungi jeram bunyi-bunyi yang
ARUNG DIRI
xxxxx
Kitab Puisi
Description:di dalam dunia yang memuja kerumitan, kekacauan, seragam suara, dan datar nada maka, bersyukurlah aku, hadir . Namun, puisi DS tidaklah bicara tentang Gaza dalam realitas sejarah. Gaza dalam puisi DS . Makrifat berarti menyadari kehadiran Allah dalam gerak-gerik lahir maupun batin seperti