pengelolaan program hutan kemasyarakatan

20 Pages·2012·0.18 MB·Indonesian

by  Eka Ananta Sidharta

WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

PENGELOLAAN PROGRAM HUTAN KEMASYARAKATAN BERBASIS
KEARIFAN LOKAL : Studi Kasus Di Kawasan
Hutan Lindung Sesaot Lombok Barat
Community Forest Management on the basis of Local Wisdom: A Case Study in The
Protection Forest of Sesaot, Western Lombok.

Mukhtar
Mahasiswa Program Magister PSLP PPSUB

Soemarno
Dosen Jurusan Tanah FPUB

Kliwon Hidayat
Dosen Jurusan SOSEK FPUB

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) memahami makna program HKm oleh
masyarakat; (2) Memahami penerapan Awig-awig mengenai program HKm dan (3)
memahami penerapan program HKm. Beberapa teori yang digunakan dalam menganalisa
temuan penelitian antara lain teori ekologi manusia dan teori interaksional simbolik.
Metode penelitian menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Sumber data atau informan adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan
yang termasuk penggarap program HKm dan penggarap HKm non program, juga orang
dari luar kawasan hutan yang dianggap relevan. Penentuan informan dilakukan dengan
metode snowball sampling dan purposive. Pengumpulan data dilakukan melalui
pengamatan, wawancara mendalam, studi dokumentasi dan triangulasi. Sedangkan analisa
data dilakukan melalui analisa deskriptif menggunakan model Miles dan Huberman.
Pengujian keabsahan data dan informasi, dilakukan dengan metode triangulasi dan
pemeriksaan sejawat melalui diskusi.
Hasil penelitian; Pertama, makna program HKm oleh masyarakat dipahami
sebagai kesempatan untuk memperoleh hak kelola lahan di dalam kawasan hutan untuk
kegiatan usaha tani. Akibatnya masyarakat cenderung berprilaku eksploitatif untuk
memaksimalkan manfaat ekonomi lahan. Dalam kaitannya dengan fungsi konservasi,
terjadi perbedaan pemahaman antara masyarakat dengan Dinas Kehutanan. Masyarakat
memaknai konservasi dari keseluruhan vegetasi sebagai kesatuan fungsi ekonomi dan
konservasi, sehingga pemanfaatan lahan lebih didominasi oleh tanaman MPTS. Dinas
Kehutanan memaknai tanaman pohon untuk pengintegrasian fungsi konservasi guna
mendukung manfaat ekonomi. Ke dua, Revitalisasi nilai Awig-awig sebagai aturan
pelaksanaan program HKm masih dipandang sebagai simbolisasi nilai lokal. Dalam
implementasinya belum efektif untuk mendukung pengintegrasian fungsi konservasi dan
fungsi ekonomi sesuai dengan tujuan program HKm. Dari 12 muatan aturan dalam Awig-
awig kawasan, hanya tiga muatan aturan yang dijalankan dan sembilan muatan aturan
belum efektif berjalan. Pelanggaran Awig-awig yang sulit ditangani terdiri dari sindikat
pencurian kayu, perilaku perambahan hutan, praktek ganti rugi lahan dan penegakan
komposisi tanam. Ke tiga, Penerapan program HKm oleh masyarakat belum efektif
mendukung pelestarian sumberdaya hutan secara berkelanjutan. Penerapan yang dilakukan
masih sebatas pada pelestarian jangka pendek. Hal itu disebabkan karena masyarakat lebih
132
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

berorientasi pada pemenuhan keinginan, bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Berdasarkan hasil penelitian, dirumuskan saran akademis yakni pentingnya kajian
lebih lanjut dari beberapa sudut pandang antara lain (i) kesesuaian luas lahan terhadap
kecukupan ekonomi rumah tangga; (ii) Kesesuaian pola tanam untuk mendukung integrasi
fungsi konservasi dengan fungsi ekonomi, (iii) perumusan model penguatan kelembagaan
masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal dan pengetahuan ekologi lokal.
Saran praktis, yakni (1) aspek tata kelola kawasan; diperlukan inventarisasi ulang tata batas
kawasan, mendorong percepatan pemberian izin resmi kepada masyarakat dan melakukan
rekonstruksi ulang kawasan yang ditetapkan sebagai lahan kelola HKm; (2) aspek tata
kelola usaha; diperlukan intervensi program pengembangan usaha produktif melalui
penguatan peran perempuan serta menggeser intensifikasi produksi di dalam kawasan hutan
ke intensifikasi produksi di luar kawasan hutan dan (3) aspek tata kelola kelembagaan;
untuk kelembagaan masyarakat diperlukan program penguatan kapasitas dan dukungan
program untuk penguatan Awig-awig. Bagi kelembagaan pemerintah diperlukan komitmen
terutama aparat-aparat yang di lapangan untuk melakukan penegakan hukum secara adil
dan tidak bermain ganda serta dukungan pengakuan formal terhadap Forum Kawasan

Kata kunci: hutan kemasyarakatan, kearifan likal, awig-awig

ABSTRACT

The research was aimed to: (1) evaluate comprehensively on the understanding of
the local community on the Community Forest Programme (2) establish better
understanding of Awig-Awig on Community Forest Management and (3) have better
understanding of the Community Forest Programme implementation. Some theories have
been used to analyse the research including: human ecology theory and Symbolic
interactional theory.
The methods of the research was a qualitative design using a case study. The
responden or key informans were people who living accros the area both as farmer being
involved in the programm and non-programme farmers as well as particular people who
has better understanding on the community forest programme. The informans were
determined using a snowball sampling dan purposive method. Data collecting was
conducted by a direct observation, in-deepth interview, documentation and triangulation
study. Data analysis was done with deskriptive analyse using Miles and Huberman
Models. The data and information validation was tested using triangulation method and
personal confirmation via deep discussion.
Results of research: First, the Community forest programm according to local
farmers was`transleted as a chance to have land holding in the forest area to be farming
system. As a results, the people tend to behave exsploitatively and economically in
maximizing the land use. In relation to conservation function, there were a discripancy
understanding between community groups and Forest Institution. The conservation
according to the local community was transleted from entire vegetation as economic
objective, so, the use of land was dominated by the Multy Purposes Trees Species (MPTS)
while based on the forest institution , the tree has to be integrated to the conservation
function to support economic value. Second, The revitalisation of Awig-awig as the local
convention of implementing the community forest programme is thought to be just a
symbol of local value. Thus, the local wisdom was not effective to support the integration
of conservation and economic objectives of such programme. From 12 points of
convention as written on the Awig-Awig manuscript of Area Managmenen, the were only
133
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

three point which have been accomodated effectively by the community while the rest of
nine points were not obeyed. In other words, the people tend to break the convention on
the Awig-Awig. It is important to note that the convention based on Awig-Awig which
were very difficult to be solved including: illegal lodgging sindicate, slash and burning the
land, illegal property, and convention relate to vegetation composition of the land. Third,
The implementation of the community forest programme has not been effective to suport
sustainable forest management. The management of the programm seems to be a short term
target rather than long therm target. This is more likely due to the willingness orientation of
the local community rather than to meet their daily needs.
Based on the results, the academic recommendation proposed for the future
research are : (i) land suitability in relation to meet the sufficiency of farmers income (ii)
The appropriate vegetation composition should be applied on the agroforestry system to
support ecology and economic functions of the forest. (iii) Establish a strengthern model of
community institution on the basisi of local wisdom and local ecological knowledge.
Practical recommendation (1) Zone management aspect: reinventarisation areal zone
,speed up a formal permits to community and reconstruction of the community forest area
(2) Interpreneurships management; intervention programm on productive
interpreneuirships; development programme on productive interpreneurships through
sthrengthern of women role and change intensification system from forest area to close
nearby or outside the area (3) institution managemen: for community institution, the
spesific programme to sthrengthern building capacity of Awig-Awig is needed. A good
government including policy commitment in particular for filed staff supervision to work
based on law inforcement is indespensible.

Keywords: community forest management, local wisdom

PENDAHULUAN daya hutan tempat mereka bergantung
(Johnson, 2001 dalam Guthiga, 2008).
Kelestarian ekologi dan ekonomi Pelibatan masyarakat dalam
dimungkinkan dapat dicapai bilamana pengelolaan sumberdaya hutan, pada
pengelolaan sumberdaya senantiasa prinsipnya sebagai bentuk pengintegrasian
memperhatikan kehidupan dan partisipasi masyarakat ke dalam sistem
penghidupan masyarakat lokal. pemikiran pembangunan kehutanan dalam kerangka
tersebut didasarkan pada sejumlah fakta penguatan ekonomi, kelembagaan dan
bahwa masyarakat lokal terbukti mampu sosial masyarakat. Namun demikian,
mengatur pembagian peran di antara Guthiga (2008) menyebutkan, pelibatan
mereka , memberi jaminan keadilan masyarakat dalam pengelolaan hutan
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya masih terjadi perdebatan antara penekanan
hutan, serta tanggung jawab dalam pada kebutuhan untuk konservasi dan
mempertahankan kelestarian sumberdaya pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal.
hutan (Borrini- Feyerabend et al. 2000). Di Indonesia, penegasan pengelolaan
Beberapa ahli juga mengakui hutan dengan melibatkan masyarakat
masyarakat yang tinggal di sekitar hutan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor
sukses melakukan perlindungan lahan 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Pasal
kritis melalui upaya-upaya konservasi (cid:21)(cid:22)(cid:3) PHQ\HEXWNDQ(cid:3) ·SHmanfaatan hutan
(Guthiga, 2008: Agrawal et al. 2006: sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Wiggins et al. 2004). Masyarakat setempat huruf (b), bertujuan untuk memperoleh
dianggap mempunyai pengetahuan, manfaat yang optimal bagi kesejahteraan
informasi dan insentif yang diperlukan seluruh masyarakat secara berkeadilan
untuk mengelola dan melestarikan sumber GHQJDQ(cid:3) WHWDS(cid:3) PHQMDJD(cid:3) NHOHVWDULDQQ\D·(cid:17)(cid:3)
134
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

Pengaturan teknis dengan dikeluarkannya Dalam perkembangan pelaksanaan
Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) program HKm, terjadi sejumlah konflik
Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang baik konflik vertikal antara masyarakat
Hutan Kemasyarakatan (HKm). Pasal 3 dengan aparat Dinas Kehutanan maupun
menyebutkan ‡SHQ\HOHQJJDUDDQ(cid:3) KXWDQ(cid:3) konflik horizontal antar kelompok-
kemasyarakatan dimaksudkan untuk kelompok tani penggarap. Menindaklanjuti
pengembangan kapasitas dan pemberian konflik tersebut, pemerintah daerah
akses terhadap masyarakat setempat dalam melakukan pengembangan kelembagaan
mengelola hutan secara lestari guna masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan
menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi lokal yang dikenal dengan istilah awig-
masyarakat setempat, untuk memecahkan awig pada tingkat kelompok dan tingkat
persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi kawasan yang tergabung dalam Forum
GLPDV\DUDNDW·(cid:17)(cid:3) 7XMXDQ(cid:3) (cid:11)3DVDO(cid:3) (cid:23)(cid:12)(cid:3) Kawasan.
PHQ\HEXWNDQ(cid:3) ‡KXWDQ(cid:3) NHPDV\DUDNDWDQ(cid:3) Kenyataan di lapangan, kondisi
bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekologis kawasan hutan lindung Sesaot
masyarakat setempat melalui pemanfaatan mengalami penurunan. Debit air pada
sumber daya hutan secara optimal, adil dan sungai Aik Nyet yang berada di sekitar
berkelanjutan dengan tetap menjaga kawasan hutan lindung Sesaot, pada tahun
kelestarian fungsi hutan dan lingkungan 1996 tercatat mencapai 27,3 m3/detik,
KLGXS·(cid:17) kemudian menurun menjadi 8,98 m3/detik
Program HKm di Nusa Tenggara pada tahun 2002, dengan kata lain dalam
Barat (NTB), diujicobakan sejak tahun kurun waktu enam tahun telah terjadi
1995/1996, di areal kawasan hutan lindung penyusutan debit air sebesar 16,93
Sesaot seluas 25 ha, dengan penggarap m3/detik (WWF Nusa Tenggara, 2007).
sebanyak 58 orang dengan menerapkan Artinya dalam kurun waktu enam tahun,
pola agroforestry. Pada tahun 1998 pelibatan masyarakat melalui program
kemudian dilakukan evaluasi oleh HKm, bertolak belakang dengan kondisi
Departemen Kehutanan. Hasilnya, tingkat ekologis kawasan hutan.
keberhasilan mencapai 93 %. Terhadap
keberhasilan tersebut, kemudian dilakukan
perluasan mencapai 211 Ha, sehingga total KERANGHKA KONSEP
luasan areal mencapai 236 ha, dengan
jumlah penggarap mencapai 1.224 kepala Untuk menjawab kondisi yang
keluarga. bertolak belakang di atas, penelitian
Sebagai bentuk dukungan terhadap kemudian difokuskan pada (i) pemahaman
program HKm, Pemerintah Kabupaten masyarakat terhadap makna program
Lombok Barat mengeluarkan kebijakan HKm; (ii) penerapan Awig-awig mengenai
melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor program HKm dan (iii) penerapan program
10 Tahun 2003 tentang Hutan HKm. Penelitian dilaksanakan di kawasan
Kemasyarakatan. Perda dimaksudkan hutan lindung Sesaot pada bulan
sebagai panduan untuk menata kembali September – November 2009. Penetapan
model pengelolaan hutan yang sesuai lokasi penelitian atas pertimbangan,
dengan perspektif lokal. kawasan hutan lindung Sesaot merupakan
Keberhasilan program ujicoba HKm, lokasi ujicoba pertama dilaksanakannya
kemudian direplikasi di beberapa program HKm di NTB dan sudah
kabupaten. Sebagai payung hukum, terbentuk kelembagaan masyarakat dengan
Pemerintah Daerah Provinsi NTB, menggunakan instrumen kearifan lokal
mengeluarkan Perda Nomor 6 Th. 2004 (Awig-awig) sebagai aturan dalam
tentang Pedoman Penyelenggaraan HKm pelaksanaan program HKm. Kawasan
di NTB. hutan Sesaot, terletak di bagian barat dari
kompleks Taman Nasional Rinjani dengan
135
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

luasan mencapai 5.990,2 ha, terdiri dari merupakan aktor yang sadar dan refleksif,
5.935,5 ha hutan lindung dan 54,7 ha hutan yang menyatukan obyek-obyek yang
wisata. Kawasan tersebut menjadi salah diketahuinya melalui proses Self-
satu daerah tangkapan air utama Daerah Indication, yakni proses dimana individu
Aliran Sungai (DAS) Dodokan. mengetahui sesuatu, menilainya,
Metode penelitian menggunakan memberinya makna dan memutuskan
rancangan kualitatif dengan pendekatan untuk bertindak berdasarkan makna
studi kasus. Sumber data atau informan tersebut. Dengan demikian, pemahaman
adalah masyarakat yang tinggal di sekitar dan proses Self-Indication, dapat
kawasan hutan yang termasuk penggarap mendorong seseorang untuk bersikap atau
program HKm dan penggarap HKm non bertindak dalam berinteraksi dengan
program, juga orang dari luar kawasan lingkungan hidupnya. Pada proses interaksi
hutan yang dianggap relevan. Penentuan manusia dengan lingkungan hidupnya
informan dilakukan dengan metode terjadi perpindahan arus informasi, energi
snowball sampling dan purposive. dan materi dari sistem sosial ke sistem
Pengumpulan data dilakukan melalui biofisik atau ekosistem (Soemarwoto,
pengamatan, wawancara mendalam, studi 2001), sebagai konsekwensi dari aktivitas
dokumentasi dan triangulasi. Sedangkan manusia yang berdampak pada lingkungan
analisa data dilakukan melalui analisa (Marten, 2001). Prosesnya yakni aktivitas
deskriptif menggunakan model Miles dan orang akan mempegaruhi ekosistem ketika
Huberman. Pengujian keabsahan data dan orang tersebut mengambil sumberdaya,
informasi, dilakukan dengan metode juga terjadi transfer informasi ketika petani
triangulasi dan pemeriksaan sejawat melakukan perubahan pola tanam di
melalui diskusi. tingkat organisasinya (sistem sosial).
Manusia dan lingkungan saling Blumer (1969), dalam Poloma (2003)
mempengaruhi, oleh karena itu berbicara memandang bahwa sistem sosial atau
tentang manusia harus pula membicarakan masyarakat merupakan hasil interaksionis
lingkungan hidupnya. Interaksi manusia simbolik. Dalam sebuah kelompok,
dengan lingkungan, dapat mempengaruhi tindakan kelompok sebagai kumpulan
pandangan hidup manusia. Dengan WLQGDNDQ(cid:3) LQGLYLGX(cid:30)(cid:3) ‡PDV\DUDNDW(cid:3) KDUXV(cid:3)
mengamati lingkungan hidupnya, dilihat terdiri dari tindakan orang-orang,
kemudian belajar dari pengalaman dan kehidupan masyarakat terdiri dari
interaksi tersebut, akan melahirkan citra tindakan orang-orang WHUVHEXW·(cid:17)(cid:3)3DQGDQJDQ(cid:3)
tentang lingkungan, yaitu gambaran model interaksionis simbolik melihat
tentang sifat lingkungan, pengaruhnya perilaku budaya berusaha menegakkan
terhadap dirinya dan reaksi lingkungan aturan-aturan, hukum, dan norma yang
terhadap aktivitas hidupnya (Soemarwoto, berlaku bagi komunitasnya. Jadi , bukan
2001) sebaliknya interaksi mereka dibingkai oleh
Dalam proses pembentukan citra aturan-aturan mati, melainkan melalui
lingkungan hidup terlebih dahulu terjadi interaksi simbolik akan muncul aturan-
proses pembentukan pemahaman, yakni aturan yang disepakati secara kolektif
proses dimana seseorang menafsirkan dan (Endraswara, 2008). Aturan-aturan lokal
mengorganisasikan pola stimulus dalam yang disepakati dan diimplementasikan
lingkungan (Atkinson & Hilgard, 1991), dengan baik, serta didukung oleh identitas
berupa pengalaman tentang objek, komunal yang kuat, terbukti mampu
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang menunjang kelestarian fungsi hutan secara
diperoleh dengan menyimpulkan informasi berkelanjutan (Golar, 2007 ; Pagde et al.
(Rakhmat, 1998) serta memberinya makna 2006 ; Flint & Luloff, 2005 ; Basuni,
pada suatu situasi tertentu (Ruch, 1967). 2003). Untuk mencapai kelestarian hutan
Selanjutnya Blumer (1969) dalam Poloma dibutuhkan sinergi yang baik antara fungsi
(2003): menyebutkan bahwa manusia ekonomi, ekologi, dan sosial. Fungsi
136
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

ekonomi merupakan keseluruhan hasil memahami manusia harus mengenal
hutan yang dapat dipergunakan untuk kebudayaannya, peneliti harus memasuki
memenuhi kebutuhan hidup manusia alam pikirannya dan mencoba memahami
dalam melakukan berbagai tindakan makna simbolis dari alam kebudayaannya.
ekonomi. Fungsi ekologis merupakan Penetapan lokasi penelitian dilakukan
bentuk jasa hutan yang diperlukan dalam berdasarkan penelusuran pustaka dan
memelihara dan meningkatkan kualitas diskusi dengan Lembaga Transform
hutan seperti mengendalikan erosi, (Training and Facilitation for Natural
memelihara kesuburan tanah, habitat flora Resources Management). Melalui hasil
dan fauna dan fungsi hutan untuk penelusuran awal ditetapkan secara
mengendalikan penyakit tanaman purposive penerapan program HKm di
pertanian. Sedangkan fungsi sosial budaya kawasan hutan lindung Sesaot sebagai
adalah barang dan jasa yang dapat lokasi penelitian. Beberapa pertimbangan 45
dihasilkan oleh hutan yang dapat yang mendasari penetapan tersebut yakni :
memenuhi kepentingan masyarakat di (1) Daerah ujicoba pertama
sekitar kawasan hutan untuk berbagai dilaksanakannya program HKm di NTB;
kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan (2) Sudah terbentuk kelembagaan
hidupnya (Suhendang, 2002). masyarakat dengan menggunakan
instrumen kearifan lokal (Awig-awig)
sebagai aturan; (3) Data penunjang
METODE PENELITIAN penelitian relatif tersedia, sehingga dapat
mendukung jalannya penelitian.
Penelitian ini termasuk penelitian Kawasan hutan Sesaot, terletak di
kualitatif dengan menggunakan pendekatan bagian barat dari kompleks Taman
studi kasus. Pendekatan tersebut Nasional Rinjani dengan luasan mencapai
menguraikan dan menjelaskan secara 5.990,2 ha, terdiri dari 5.935,5 ha hutan
komprehensif mengenai berbagai aspek lindung dan 54,7 ha hutan wisata. Kawasan
seorang individu, kelompok, suatu tersebut menjadi salah satu daerah
program atau situasi sosial dimana tangkapan air utama Daerah Aliran Sungai
penelitian diupayakan. Hal itu cukup (DAS) Dodokan. Secara administratif
penting untuk menelaah sebanyak mungkin kawasan hutan berada di dua (2) wilayah
data mengenai subjek yang diteliti dengan kecamatan yakni Kecamatan Lingsar dan
instrumen utama adalah peneliti sendiri Kecamatan Narmada Kabupaten Lombok
(Mulyana, 2006). Penelitian ini lebih Barat. Hutan Sesaot berbatasan langsung
menitik beratkan pada pendekatan emik. dengan empat (4) Desa yang penduduknya
Artinya memperoleh data bukan sangat bergantung pada keberadaan hutan
sebagaimana seharusnya, bukan yakni Desa Sesaot, Desa Lembah
berdasarkan apa yang dipikirkan oleh Sempaga, Desa Sedau dan Desa Batu
peneliti, tetapi berdasarkan sebagaimana Mekar.
adanya yang terjadi di lapangan, yang Penentuan informan dilakukan
dialami, dirasakan dan dipikirkan oleh melalui tehnik Snowball Sampling yakni
sumber data (Sugiyono, 2006). Melalui unit informan yang dipilih makin lama
pendekatan studi kasus, maka sifat makin terarah sejalan dengan makin
penelitian ini sewaktu-waktu dapat diubah terarahnya fokus penelitian (Sugiyono,
sesuai dengan perkembangan data empiris 2006). Informan dalam penelitian ini
yang tengah dicermati. Hal ini tidak berarti adalah masyarakat yang tinggal di sekitar
terjadinya inkonsistensi, melainkan kawasan hutan yang termasuk petani
terhadap fenomena sosial yang menjadi penggarap program HKm dan petani
unit analisis, lebih dikedepankan dan penggarap HKm non program dan orang-
diutamakan aspek emik daripada etik-nya. orang dari luar kawasan hutan yang
Nasution (1996) menyebutkan, untuk dianggap relevan dengan tujuan penelitian.
137
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

Penentuan informan kunci dalam dimaksud yakni pimpinan Lembaga
penelitian ini dilakukan secara sengaja Konsepsi dan pimpinan Lembaga
(purposive), dalam arti pemilihan informan Transform. Kedua lembaga tersebut pernah
tidak berdasarkan keterwakilan jumlah melakukan pendampingan masyarakat di
populasi, melainkan dipilih dan ditetapkan lokasi penelitian sehingga dipercayai dapat
berdasarkan kriteria yang merepresen- memberikan informasi terkait dengan
tasikan kemampuan dan kesediaan mereka informan kunci yang dapat memberikan
untuk memberikan informasi yang dapat informasi yang dibutuhkan.
mendukung pencapaian tujuan penelitian. Dari dua lembaga yang tersebut
Dengan demikian, penentuan informan diperoleh dua nama informan kunci berikut
secara purposive dalam penelitian ini tidak nomor kontak handphone. Melalui kontak
berdasarkan jumlah informan sebagai handphone kemudian peneliti
pertimbangan utama, melainkan keter- menyampaikan maksud dan tujuan,
wakilan dan kemampuan informan kemudian menanyakan kesediaan untuk
memberikan informasi seluas dan sedalam diwawancarai. Setelah memperoleh
mungkin sesuai dengan tujuan penelitian kesepakatan, kemudian penelitian
ini. Karena itu, semua masyarakat yang melakukan wawancara. Untuk
terlibat dalam pengelolaan program HKm pendalaman data dan informasi, peneliti
memiliki peluang yang sama menjadi meminta kesediaan informan kunci dapat
informan penelitian ini. merekomendasi beberapa informan lainnya
Selanjutnya, untuk mempermudah yang dianggap dapat memberikan data atau
dalam memperoleh informasi dan data informasi untuk melengkapi maupun
yang diperlukan, peneliti terlebih dahulu mendalami sejumlah informasi yang masih
memilih sejumlah informan yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini,
representatif sebagai informan kunci. disamping nama-nama yang
Beberapa kriteria informan dalam direkomendasikan oleh informan kunci,
penelitian ini sebagai berikut: (a) Informan juga diwawancarai sejumlah informan
berstatus sebagai penggarap HKm yang yang secara tidak disengaja bertemu di
sampai saat ini masih memiliki lahan. dalam kawasan hutan pada saat
Penggarap tersebut baik yang berstatus pengamatan ke lapangan.
penggarap HKm program maupun Penggalian data dan informasi dari
penggarap HKm non program; (b) beberapa informan dianggap cukup setelah
Informan memiliki pengetahuan yang data dan informasi yang sudah diperoleh
dapat mendukung pencapaian tujuan sudah dianggap memadai. Dalam Istilah
penelitian; (c) Informan terlibat dalam Nasution (1988) disebut taraf jenuh artinya
kelembagaan yang terikat dengan awig- penambahan informan tidak memberikan
awig di tingkat kelompok maupun tingkat tambahan informasi yang berarti.
kawasan; (d) Informan cukup lama tinggal
di sekitar kawasan hutan; dan (e) Informan
memiliki cukup waktu dan bersedia HASIL DAN PEMBAHASAN
memberikan informasi sesuai dengan
ruang lingkup penelitian. Karakteristik Biofisik dan Sosial
Untuk memperoleh informan kunci
yang dipandang mampu memberikan Kawasan Hutan Lindung Sesaot,
informasi, langkah pertama yang dilakukan berada di bagian barat kompleks Taman
yakni peneliti melakukan diskusi dengan Nasional Gunung Rinjani. Ketinggian
sejumlah orang yang berada di luar antara 500 – 650 meter dari permukaan
kawasan hutan, tidak sebagai penggarap laut, dengan topografi mulai datar hingga
pada program HKm dan pernah terlibat berbukit. Tipe vegetasi berupa hutan
dalam pendampingan masyarakat yang tanaman dan hutan alam. Di dalam dan
mengelola program HKm. Orang-orang sekitar kawasan hutan, terdapat sekitar 131
138
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

mata air yang mengalir ke beberapa sungai, Akibatnya masyarakat cenderung
sehingga kawasan tersebut dijadikan berprilaku eksploitatif untuk
cachcment area untuk mensupply air memaksimalkan manfaat ekonomi lahan.
irigasi dan air bersih bagi masyarakat di Pemahaman tersebut diwujudkan melalui
Kota Mataram dan Kabupaten Lombok pola tanam dengan memilih jenis-jenis
Barat. tanaman yang dapat berproduksi jangka
Kawasan hutan lindung Sesaot berada pendek dan kontinyu (jenis tanaman
di wilayah administratif Kabupaten musiman) dan tanaman yang berproduksi
Lombok Barat, dan berbatasan langsung secara kontinyu dan bernilai ekonomi
dengan empat desa di dua kecamatan. tinggi (jenis tanaman tahunan).
Desa-desa tersebut yakni 3 desa di Hasil penelitian diperoleh tiga
Kecamatan Narmada dengan jumlah kategori pemahaman masyarakat dalam
penduduk yakni Desa Sesaot 7719 jiwa, memandang keberadaan lahan kelola HKm
Desa Lembah Sempaga 5354 jiwa, Desa yakni (i) lahan HKm dipahami sebagai
Sedau 4623 jiwa dan Desa Batu Mekar sumber pemenuhan kebutuhan dasar dalam
8546 jiwa berada di Kecamatan Lingsar. jangka pendek maupun pemenuhan jangka
Masyarakat yang tinggal di sekitar panjang; (ii) lahan HKm dapat diwariskan
kawasan hutan sebagian besar pendatang dan (iii) penguasaan lahan HKm sebagai
yang bekerja sebagai buruh, kemudian tuntutan kepada pemerintah untuk
menetap dengan membuka lahan mendapatkan hak sebagai warga negara
perkebunan dan pertanian. Sumber untuk mendapatkan kesejahteraan melalui
ekonomi masyarakat dominan dari sektor hak pengelolaan sumberdaya alam di
pertanian dan usahatani perkebunan yang sekitarnya.
didominasi oleh tanaman buah-buahan Dari aspek konservasi, terdapat
seperti kakao, kopi, rambutan, nangka, perbedaan pemahaman antara masyarakat
durian kemiri, pisang, dan lain-lain. dengan pihak Dinas Kehutanan. Konteks
Dari aspek pendidikan, sebagian besar perbedaan pemahaman tentang konservasi,
masyarakat berpendidikan rendah. Dari menurut peneliti didasari oleh perbedaan
15.626 jiwa, tidak sekolah sampai tamat dalam memaknai terminologi antara pohon
SD mencapai 88,72%, dan hanya 0,28 % atau kayu. Pihak Dinas kehutanan sesuai
yang berhasil melanjutkan ke jenjang dengan misi kehutanan, memaknai
pendidikan tinggi. Hal itu, berimplikasi tanaman kayu/pohon yakni tanaman yang
terhadap rendahnya serapan petani tidak produktif (tidak berbuah) dan
terhadap adopsi informasi terkait dengan beberapa jenis tanaman produktif yang
model pengelolaan HKm yang ideal. tumbuh secara alami. Pemahaman tersebut
Masyarakat pendatang dengan latar tunjukan dengan simbol-simbol seperti
pendidikan yang rendah dan sosio-budaya batang berkayu (keras), diameter besar,
yang berbeda, berimplikasi terhadap ukurannya tinggi, kanopi lebar, perakaran
pemahaman maupun orientasi, terutama kuat dan dalam. Pihak Dinas Kehutanan
dalam memaknai kehidupan mereka berpendapat untuk mengintegrasikan
sebagai petani yang menggarap kawasan fungsi konservasi dengan fungsi ekonomi
hutan. di lahan HKm, maka kombinasi tanaman
30 % tanaman kayu/pohon dan 70 %
Pemahaman terhadap Makna tanaman MPTS dan tanaman lainnya
Program Hutan Kemasyarakatan VHEDJDL(cid:3)SHQHJDVDQ(cid:3)‡SHQJLQWHJUDVLDQ(cid:3)IXQJVL(cid:3)
‡(cid:3) NRQVHUYDVL(cid:3) GHQJDQ fungsi ekonomi.
Pemahaman masyarakat tentang Keberadaan pohon pada lahan HKm
program HKm dimaknai sebagai sebagai penegasan kawasan tersebut
kesempatan untuk mendapatkan hak dipertahankan mencirikan ekosistem
penguasaan lahan di dalam kawasan hutan kawasan hutan. Pendapat pihak Dinas
sebagai sumber ekonomi keluarga. Kehutanan sejalan dengan pendapat
139
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

Suhendang (1999) menyebutkan, pada saat dari pohon berperan penting dalam
ini, seiring dengan makin meningkatnya ekonomi rumah tangga petani. Pohon dapat
nilai ekonomi hasil hutan bukan kayu menghasilkan (i) produk yang digunakan
yang dapat diperoleh dari hutan, seringkali langsung seperti pangan, bahan bakar,
secara keliru ditafsirkan menjadi tidak bahan bangunan; (ii) input untuk pertanian
pentingnya keberadaan pohon-pohonan seperti pakan ternak, mulsa; serta (iii)
dalam ekosistem hutan. Bahwa hasil utama produk atau kegiatan yang mampu
yang dipanen dari hutan tidak harus berupa menyediakan lapangan kerja atau
kayu adalah benar, akan tetapi hal ini penghasilan kepada anggota rumah tangga.
tidaklah menggugurkan persyaratan Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan
perlunya keberadaan pohon-pohonan bahwa pemahaman Dinas Kehutanan
dalam ekosistem hutan. Tanpa adanya mengenai makna konservasi lebih melihat
pohon-pohonan dengan kerapatan yang keberadaan pohon pada peran yang
cukup dan luas, seperti definisi hutan, pertama, dan pemahaman masyarakat lebih
suatu ekosistem tidak dapat dikategorikan cenderung pada peran kedua. Beberapa
sebagai hutan. Pohon-pohonan merupakan alasan yang menjadi pertimbangan
komponen yang menjadi syarat mutlak, masyarakat dalam memutuskan untuk
agar suatu ekosistem dapat dikategorikan menanam kayu yakni :
sebagai hutan. Masyarakat memaknai kayu
atau pohon berdasarkan fungsi ekonomi 1. Tanaman kayu/pohon rentan dicuri.
dan konservasi. Kayu atau pohon Masyarakat cenderung taruma menanam
ditunjukan berdasarkan simbol-simbol kayu karena selalu menjadi target
yakni memiliki batang (keras), kanopi pencurian. Akibatnya tanaman MPTS
lebar, perakaran kuat dan dalam, ukuran maupun tanaman lainnya rusak akibat
tinggi, serta dapat menghasilkan buah yang tumbangnya kayu secara sembarangan.
bernilai ekonomi. Bagi masyarakat, tidak 2. Tanaman kayu tidak boleh ditebang
sebatas tanaman berkayu yang dapat karena berada dalam areal kawasan hutan
mendukung konservasi, semak-semak yang lindung sehingga tidak dapat memberikan
disimbolisasikan dengan tanaman perdu keuntungan. Disatu sisi, masih ada
juga bernilai konservasi. Bagi masyarakat pemahaman masyarakat tentang tanaman
tanaman MPTS sebagai strata II, ND\X(cid:3) \DNQL(cid:3) ‡NLWD(cid:3) \DQJ(cid:3)WDQDP(cid:15)(cid:3)NLWD(cid:3) \DQJ
disamping dapat memberikan manfaat pelihara maka kita yang harus memetik
ekonomi juga berfungsi sebagai tanaman KDVLOQ\D·(cid:17)(cid:3) 3HPDKDPDQ(cid:3) \DQJ(cid:3) SDUDGRNV
pelindung, mencegah erosi, banjir dan tersebut sebagian prilaku masyarakat justru
longsor. Dengan demikian, kombinasi terkadang merusak nilai konservasi lahan
tanaman MPTS dengan tanaman sela dan dengan menebang kayu secara ilegal atau
tanaman penutup tanah, dimaknai sebagai berusaha mematikan kayu.
‡NHVDWXDQ(cid:3) IXQJVL(cid:3) WDQDPDQ·(cid:3) GDODP(cid:3) 3. Luas areal yang sempit. Sebagian
mendukung fungsi konservasi dan besar kepemilikan lahan HKm antara 0,15
ekonomi. – 0,50 ha. Jika membandingkan antara
output yang dikeluarkan dengan input yang
Perbedaan pemaknaan pohon, diterima ternyata tidak dapat mendukung
Suharjito et al. (2003), menyebutkan pemenuhan kebutuhan dasar dan
keberadaan pohon dalam agroforestri kebutuhan pendukung masyarakat yang
mempunyai dua peranan utama. Pertama, rata-rata jumlah anggota keluarga antara 3
pohon dapat mempertahankan produksi - 5 orang. Dampaknya (i) Perhatian
tanaman pangan dan memberikan masyarakat untuk mengelola lahan kurang
pengaruh positif pada lingkungan fisik, serius, sehingga lahan kurang terurus.
terutama dengan memperlambat Masyarakat kemudian berupaya untuk
kehilangan hara dan energi, dan menahan mencari alternatif sampingan dan
daya perusak air dan angin. Ke dua, hasil cenderung berpikiran sempit. pada kondisi
140
WACANA Vol. 13 No. 1 Januari 2010 ISSN. 1411-0199

tertentu dapat berlaku merusak seperti membangun harmonisasi kehidupan dalam
merambah untuk perluasan lahan, menjual suatu komunitas tertentu baik harmonisasi
lahan atau dikenal dengan istilah ganti rugi antar sesama (hubungan sosial) maupun
lahan ke pihak lain dan mencuri kayu harmonisasi dengan lingkungan. Awig-
untuk mendapatkan tambahan pendapatan. awig umumnya berisi nilai-nilai atau
(ii) masyarakat berupaya memaksimalkan normanorma yang tumbuh dan
pemanfaatan ruang kelola untuk berkembang, menyatu dengan budaya,
mendapatkan manfaat ekonomi sebesar- kepercayaan yang diekspresikan dengan
besarnya, sehingga berlaku eksploitatif. mitos dan simbol-simbol tertentu, sehingga
Dengan demikian fungsi konservasi masyarakat suku Sasak memandang Awig-
diabaikan, minat menanam kayu kurang awig sebagai kearifan lokal (local
bahkan tanaman kayu dianggap wisdom). Nilai-nilai tersebut diterima dan
mengganggu tanaman produktif. Ke depan dilestarikan terbatas pada komunitas
berpeluang dapat merusak kesepakatan- tertentu dan muatannya hanya mengikat
kesepakatan yang sudah dibuat seperti sebatas teritori tertentu pula. Nilai-nilai
keharusan menanam pohon dan melakukan kearifan kemudian diturunkan atau
penebangan dan pencurian kayu. diwariskan secara turun temurun dalam arti
4. Keuntungan yang diperoleh. Jika masyarakat menerima dan melestarikan.
jenis tanaman yang direkomendasikan Awig-awig sebagai aturan hukum lokal
dianggap tidak menguntungkan bagi dapat tinjau dari beberapa sudut pandang
tanaman MPTS dan tanaman musiman, yakni, sifat, nilai-nilai atau norma, institusi
masyarakat tidak melakukan penanaman, penegak dan muatannya. Pertama, Awig-
namun jika dapat memberikan manfaat, awig dilihat dari sifatnya yakni diterima
masyarakat cenderung akan menanam secara turun temurun dan menjadi dogma
tanaman yang direkomendasikan meskipun bagi masyarakat yang terikat pada batas
tidak sesuai dengan komposisi yang teritorial atau lokal dimana Awig-awig
disepakati. tersebut berlaku. Dengan kata lain, Awig-
awig diterima oleh masyarakat tanpa
Penerapan Awig-awig dalam pertentangan dan dilestarikan.
Pengelolaan HKm Ke dua, dari aspek nilai atau norma,
Awig-awig yang dipahami secara umum
Sesuai dengan prinsip dasar berisi perintah, kebolehan dan larangan.
pengelolaan hutan oleh masyarakat adalah Perintah memuat hal-hal yang tegas, dan
tidak ada hak-hak pribadi atas sumberdaya mengharuskan. Bila dalam anggota
hutan. Jika ada bagian hak-hak pribadi masyarakat melakukan hal-hal yang tidak
berupa hasil hutan maka harus seharusnya seperti mengambil atau
diakomodasi dengan cara tidak merusak hak orang lain, akan mendapatkan
menimbulkan pertentangan. Hal itulah sanksi sesuai dengan ketentuan dalam
yang kemudian mendasari pentingnya Awig-awig. Kebolehan berisi anjuran-
membangun konsensus sebagai anjuran yang apabila tidak dilakukan yang
seperangkat aturan yang disepakati bersangkutan tidak mendapatkan sanksi.
bersama. Seperti halnya aturan lokal, oleh Nilai kebolehan umumnya memuat nilai-
masyarakat di Pulau Lombok dikenal nilai yang berisi kebaikan bagi pelaku
dengan istilah Awig-awig yang dijadikan maupun bagi orang lain maupun bagi
instrumen dalam melaksanakan program lingkungan hidupnya. Larangan berisi
HKm di kawasan hutan lindung Sesaot. sejumlah sanksi dan tata cara
Terminologi Awig-awig hanya ada di melaksanakannya.
masyarakat suku Sasak (baca Lombok) dan Ke tiga, sebagai seperangkat norma,
masyarakat suku Bali. Awig-awig kemudian terpadu dengan lembaga yang
umumnya tidak tertulis namun sebatas bertugas menegakkan norma-norma
konsensus tentang tata tertib untuk tersebut, seperti pemangku atau lokaq, dan
141