Table Of ContentPenerapan Metode Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Deteksi Kelainan Lemak
Darah Pada Citra Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
Catharina Natasa Bella Fortuna1, Franky Chandra S.A.2, Puspa Erawati3
1,2,3 Program Studi S1 Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains
Dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya
Abstract
Based on epidemiological research, revealed that blood fats are the major
risk of atherosclerosis that lead to coronary heart disease.In patients with
abnormal blood fats, the erythrocyte deformability makes it’s shape more
flattened than the normal cells. The study entitled Application of Neural Networks
as a Detection of Blood Fats Abnormality on the Image of Complete Blood Count
Examination has done to facilitate the laboratory examination. This study was
expected to provide early detection that support the expert diagnosis. Thi study
consist of two stage. Stage one is image processing in order to get the features
area, perimeter, and eccentricity. Those features will be used as inputs for
Backpropagation as the second stage. In this stage, detection of blood fats
abnormality from the features of image process. The accuration of blood fats
abnormality detection by Backpropagation is 85%.
Keywords: Neural Networks, Backpropagation, Image Processing, Blood Fats
Abnormality,Coronary Heart Disease, Detection
Abstrak
Berdasarkan berbagai penelitian epidemiologik dinyatakan bahwa zat
lemak darah adalah faktor risiko utama timbulnya atherosklerosis yang mengarah
kepada Penyakit Jantung Koroner. Pada pasien dengan kelainan lemak darah, sel
darah merah mengalami deformabilitas sehingga bentuknya lebih pipih daripada
sel darah merah normal yang berbentuk bulat. Penelitian berjudul Penerapan
Metode Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Deteksi Kelainan Lemak Darah Pada Citra
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap ini dilakukan untuk membantu mempermudah
pemeriksaan laboratorium. Dengan penelitian ini, diharap mampu memberikan
deteksi dini yang tepat untuk mendukung diagnosis ahli. Penelitian ini terdiri atas
dua tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan citra digital untuk mendapatkan fitur
area, perimeter, dan eccentricity. Ketiga fitur tersebut akan digunakan sebagai
masukan pada program Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation sebagai tahap
kedua. Pada tahap ini dilakukan pendeteksian kelainan lemak darah dari fitur yang
telah didapat dari pengolahan citra. Akurasi pada deteksi kelainan lemak darah
dengan JST Backpropagation adalah sebesar 85%.
Kata kunci : Jaringan Syaraf Tiruan, Backpropagation, Pengolahan Citra
Kelainan Lemak Darah, Jantung Koroner, Deteksi
Pendahuluan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyebab kematian utama di
dunia. Untuk menurunkan angka kematian dan angka penderita penyakit PJK
telah banyak dilakukan penelitian terhadap berbagai faktor risiko dari timbulnya
atherosklerosis, perubahan pembuluh darah koroner, dengan maksud agar dapat
diketahui secara dini sehingga dapat dicegah. Berdasarkan berbagai penelitian
epidemiologik dinyatakan bahwa zat lemak darah adalah faktor risiko utama
timbulnya atherosklerosis yang mengarah kepada PJK. Oleh karena itu, maka
perlu diterapkan diagnosa laboratorium terhadap adanya kelainan zat lemak darah.
Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL).
Melalui HDL dapat dilakukan identifikasi kandungan lemak pada darah dengan
memeriksa kandungan lipidanya. Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium
memanfaatkan metode biokimia dan cukup memakan waktu untuk mendapatkan
hasil secara keseluruhan dalam pemeriksaan lemak darah. Maka penggunaan
teknologi komputasi diperlukan dalam mengembangkan metode pemeriksaan
yang lebih cepat dan akurat. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Narayanan et al. (2009) dapat dilakukan pengidentifikasian darah normal dan
darah dengan kelainan kolesterol lemak darah pada penderita hiperkolesterolemia
melalui pengamatan bentuk darah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran awal, terutama untuk
mendukung diagnosis guna menentukan seseorang berpotensi terkena PJK atau
tidak. Algoritma jaringan saraf tiruan Back Propagation disinyalir tepat dan
banyak digunakan dalam beberapa penelitian dan pengidentifikasian citra medis.
Dalam pengidentifikasian citra, data citra digital digunakan sebagai data masukan
pada Jaringan Saraf Tiruan sebagai pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai
maka Jaringan Saraf Tiruan dapat digunakan dalam pengenalan citra lain. JST
kemudian diaplikasikan dengan mengambil sampel objek yang sudah diolah
dengan sistem pengolahan citra.
Dasar Teori
2.1 Pemeriksaan Kolesterol Lemak Darah
Hiperkolesterolemi termasuk salah satu faktor risiko utama Penyakit
Jantung Koroner (PJK). Faktor risiko karena kelainan lemak darah ini merupakan
masalah penting karena kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri sehingga lumen dari
pembuluh darah tersebut menyempit. Proses penyempitan pembuluh darah karena
akumulasi lemak ini disebut Aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini
akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan tersumbat sehingga aliran
darah pada pembuluh darah koroner berkurang dan pengangkutan oksigen
terhambat.
Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Narayanan et al.
(2009) dapat dilakukan pengidentifikasian darah normal dan darah dengan
kelainan kolesterol lemak darah pada penderita hiperkolesterolemia melalui
pengamatan bentuk darah. Komponen darah yang mudah teramati adalah sel darah
merah atau eritrosit. Pada penelitian ini, bentuk sel darah merah pada pasien
penderita hiperkolesterolemia tidak bulat seperti pada darah normal. Hal ini
disebabkan karena deformabilitas eritrosit yang dijumpai pada darah dengan
kelainan lemak darah.[9] Deformabilitas disebabkan karena desakan lemak darah
di sekitar eritrosit yang memilikai viskositas lebih besar daripada sel darah dan
menyebabkan perubahan bentuk. Perubahan tersebut diukur dari luas permukaan
dan keliling eritrosit. Selain itu, eccentricity atau ke-elips-an bentuk juga menjadi
parameter dalam menentukan ada tidaknya kelainan lemak darah pada pasien.
Penelitian lain dari Zulkifli Tahir beserta Elly Warni, Indrabayu dan Ansar Suyuti
juga melakukan penelitian tentang pengenalan penyakit sel darah merah dengan
menggunakan citra darah berbasis jaringan saraf tiruan. [21];[23]
2.2 Pembuatan Preparat Hapusan Darah
Tujuan pembuatan hapusan darah adalah untuk digunakan dalam
pemeriksaan darah tepi, seperti sel darah merah, sel darah putih, maupun keping
darah. Sediaan hapusan darah yang baik merupakan syarat yang mutlak penting
untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik. Pembuatan hapusan darah
memerlukan kesabaran dan kecermatan agar hapusan yang dihasilkan baik untuk
diamati nantinya. Cara membuat preparat adalah dengn 2 buah kaca objek. Satu
sebagai slide, yang lain sebagai spreader. Spreader atau alat yang digunakan
untuk menyebarkan sel darah merah harus lebih besar dari slide agar hapusan
yang diperoleh dapat lebih mudah diamati di mikroskop. Spreader diletakkan
pada sudut antara 25° sampai 30° di depan tetesan darah pada slide kemudian
ditarik ke belakang. [1]
Gambar 2. 1 Proses pembuatan hapusan darah (Bain, Barbara J.,2006)
2.3 Mikroskop Digital
Pada penelitian-penelitian masa kini, penggunaan mikroskop masih
terbukti relevan dan sesuai dengan perkembangan penelitian. Jenis mikroskop
yang praktis dan telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian, serta mudah
pengoperasiannya adalah mikroskop digital. Mikroskop digital dihubungkan
langsung dengan sebuah komputer sehingga data citra hasil pengamatan dapat
langsung diamati dan diproses secara digital.
Gambar 2.2 Mikroskop Digital
Sinar datang yang melewati lensa memiliki kecepatan yang lebih rendah
dibandingkan propagasi sinar pada udara atau ruang hampa. Hal ini disebabkan
karena sinar harus melewati bagian tertebal ke bagian tertipis lensa. Bentuk
permukaan lensa yang cembung menyebabkan jarak sinar yang mengenai lensa
berbeda-beda sehingga sinar cahaya dibelokkan ke arah sumbu optik lensa.
Peristiwa tersebut dinamakan pembiasan cahaya. [24] Pada mikroskop dikenal
pula Numeric Aperture (NA) yaitu angka yang menunjukkan kemampuan lensa
menghimpun cahaya.
2.2 Pengolahan Citra Digital
Citra digital merupakan suatu fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga
x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut. Citra digital
biasanya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi dimensi ukurannya
dinyatakan sebagai lebar x tinggi. Ukurannya dinyatakan dalam titik atau piksel
(pixel = picture element) dan dapat pula dinyatakan dalam satuan panjang (mm
atau inci = inch). Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M (N
menyatakan baris atau tinggi, M menyatakan kolom atau lebar. Untuk
memperbaiki mutu citra dan menghasilkan citra baru yang sesuai keinginan, citra
digital yang diperoleh harus diolah terlebih dahulu melalui berbagai metode
pengolahan citra. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses identifikasi
pada jaringan saraf tiruan. Metode pengolahan citra yang digunakan antara lain
sebagai berikut:
2.4.1 Pre Processing
Tahap pre processing salah stunya adalah grayscale. Dengan mengubah
representasi nilai RGB (Red, Green, Blue), sebuah gambar berwarna diubah
menjadi gambar yang terdiri dari warna putih dan gradasi warna hitam yang
biasanya disebut gambar grayscale. Suatu pixel pada citra berwarna disusun dari
perpaduan tiga warna yaitu warna merah, warna hijau, dan warna biru atau biasa
(Red, Green, dan Blue / RGB) yang memiliki nilai pixel masing-masing minimal 0
dan maksimal 255. Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap
sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas.
2.4.2 Segmentasi
Segmentasi adalah sebuah proses yang digunakan untuk memotong atau
mempartisi citra menjadi beberapa daerah atau objek gambar yang diproses
menjadi beberapa bagian.[14] Salah satu metode pada proses segmentasi adalah
Thresholding. Threshold disebut juga pengambangan citra. Dari citra grayscale
dilakukan proses threshold dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:
... (2.1)
Pada persamaan, g(x,y) adalah citra biner dari citra warna atau citra
grayscale f(x,y) dan T menyatakan nilai ambang (threshold). Nilai T memegang
peranan yang sangat penting dalam proses thresholding. Kualitas citra biner
sangat tergantung pada nilai T yang digunakan (Putra, 2010). Proses thresholding
akan merubah piksel dengan nilai di atas nilai threshold akan menjadi piksel putih
(nilai=1) dan merubah piksel dengan nilai di bawah nilai threshold menjadi piksel
hitam (nilai=0).
Dalam penelitian ini, proses thresholding digunakan untuk mensegmentasi
atau memisahkan daerah-daerah dalam citra yang menjadi objek penelitian dari
daerah-daerah yang tidak diperlukan. Daerah yang disegmentasi dalam citra sel
darah merah tunggal adalah daerah sel darah merah dipisahkan dengan
background, di mana sel darah merah akan menjadi area berwarna putih,
sedangkan background adalah area hitam. Metode yang digunakan dalam
thresholding adalah metode otsu.
2.4.2.1 Metode Otsu
Metode Otsu menghitung nilai ambang T (threshold) secara otomatis
berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang digunakan oleh metode Otsu adalah
analisis diskriminan, yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan
antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan
akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan obyek dengan
latar belakang. [15]
Nilai ambang yang akan dicari dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar
antara 1 sampai L, dengan L=255. Probabilitas untuk piksel i dinyatakan dengan:
�
� = � .... (2.2)
�
�
Dengan � menyatakan jumlah piksel dengan tingkat keabuan L dan N
�
menyatakan banyaknya piksel pada citra. Nilai momen komulatif ke nol, momen
komulatif ke satu dan rata-rata berturut-turut dapat dinyatakan sebagai berikut :
�(�) = ∑� � .... (2.3)
��� �
�(�) = ∑� � .� .... (2.4)
��� �
� = ∑� � .� .... (2.5)
� ��� �
Nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimalkan between-class
vriance �� , yang didefinisikan sebagai :
�
�� (�) = [ �� �(�)� ��(�)] � .... (2.6)
�
�(�) [�� �(�)]
Toolbox matlab menyediakan fungsi graythresh yang menghitung
threshold menggunakan metode Otsu. Sintaks untuk pemanggilan fungsi
graythresh adalah “ T= graythresh (f)” , dimana f adalah citra input dan T adalah
threshold yang dihasilkan. [14]
2.4.3 Operasi Morfologi Citra Biner
Pengolahan citra morfologi adalah cara untuk mengekstraksi atau
memodifikasi informasi tentang bentuk dan struktur objek di dalam gambar. Ada
beberapa jenis operator morfologi, tetapi dua operasi yang paling mendasar adalah
dilasi dan erosi. Semua operasi morfologi lainnya dibangun berdasarkan
kombinasi dari kedua operasi tersebut. [2]. Operasi tambahan yang dilakukan
pada penelitian ini adalah filling holes. Filling holes ini digunakan untuk mengisi
bagian tengah yang berlubang. Sebuah lubang (holes) didefinisikan sebagai
daerah background yang dikelilingi oleh batas piksel foreground yang terhubung
[22]. Agar dapat mengisi lubang, titik di setiap lubang (holes), f , diberi nilai 1
m
(untuk citra biner) disemua titik sampai mencapai tepi border, 1- f [3].
2.4.4 Ekstraksi Fitur
Perolehan citra biner hasil segmentasi kemudian diekstraksi ciri atau
fiturnya. Ciri-ciri inilah yang kemudian akan menjadi dasar dalam proses
identifikasi menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. Karakteristik fitur yang baik
sebisa mungkin memenuhi persyaratan berikut [15]
1. Dapat membedakan suatu objek dengan yang lainnya (discrimination).
2. Memperhatikan kompleksitas komputasi dalam memperoleh fitur.
Kompleksitas komputasi yang tinggi akan menjadi beban tersendiri dalam
menemukan suatu fitur.
3. Tidak terikat (independence), dalam arti bersifat invarian terhadap
berbagai transformasi.
4. Jumlahnya sedikit, karena fitur yang jumlahnya sedikit akan dapat
menghemat waktu komputasi dan ruang penyimpanan untuk proses
selanjutnya (proses pemanfaatan fitur).
Dalam penelitian ini, fitur yang digunakan adalah area, luas, dan
eccentricity. Area sel darah merah, yaitu harga skalar yang menyatakan jumlah
keseluruhan piksel sel darah merah setelah filling holes. Perimeter adalah
penjumlahan setiap piksel yang memiliki nilai intensitas sebesar satu yang
menggunakan perintah bwperim. Eccentricity adalah rasio jarak antara titik pusat
suatu obyek elips dengan panjang sumbu utamanya. Elips yang memiliki nilai
eksentrisitas 0 sebenarnya adalah lingkaran, sementara elips yang memiliki nilai
eksentrisitas 1 adalah segmen garis. Sintaks umum yang disediakan oleh toolbox
matlab untuk proses eccentricity adalah:
properties = regionprops(labeledImage, 'eccentricity');
eccentricities = [props.Eccentricity];
2.3 Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan adalah sistem pemroses informasi yang memiliki
karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. [18] Metode Jaringan Saraf
Tiruan ( JST ) bermanfaat dalam beberapa kegunaan antara lain pada
pendeteksian, pengidentifikasian, dan pengendalian. Jaringan Saraf Tiruan
dirancang dalam memecahkan sebuah masalah dengan teknik pembelajaran.
2.5.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan
Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan saraf
tiruan antara lain:
a. Jaringan Layar Tunggal (Single Layer Network)
Dalam jaringan ini sekumpulan input neuron dihubungkan langsung
dengan outputnya. Contoh JST model layar tunggal adalah Perceptron.
b. Jaringan Layar Jamak (multi layer network)
JST multi layer merupakan perluasan dari single layer. Dalam jaringan ini
selain unit input dan output terdpat unit lain yang disebut layar tersembunyi atau
hidden layer. Sama seperti pada unit input dan output , unit-unit dalam satu layar
tidak saling berhubungan.
2.5.2 Fungsi Aktivasi
Pada JST, keluaran pada neuron ditentukan oleh suatu fungsi aktivasi.
Yang digunakan adalah tansig (tangen sigmoid.)
2.5.3 Bias
Pada JST seringkali ditambahkan satu unit yang memiliki nilai =1. Unit ini
disebut Bias. Bias berfungsi untuk mengubah nilai threshold menjadi = 0.
2.5.4 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan
Berdasarkan metode untuk memodifikasi bobot, pelatihan JST dikenal ada
2 macam yaitu terawasi (supervised) dan tak terawasi (unsupervised).
2.5.5 Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
Algoritma jaringan saraf tiruan Backpropagation mudah dipahami dan
digunakan dalam beberapa penelitian pengidentifikasian citra medis. Dalam
pengidentifikasian citra, data citra digital digunakan sebagai data masukan pada
Jaringan Saraf Tiruan sebagai pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai maka
Jaringan Saraf Tiruan dapat digunakan dalam pengenalan citra lain.
Backpropagation adalah salah satu pengembangan dari arsitektur Single
Layer Neural Network. Arsitektur ini terdiri dari input layer, hidden layer dan
output layer, dan setiap layer terdiri dari satu atau lebih artificial neuron. Nama
umum dari arsitektur ini adalah Multilayer neural network.
2.5.6 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan
Tujuan pelatihan Jaringan Saraf Tiruan adalah untuk memperoleh nilai
bobot yang tepat pada tiap layer.
Proses belajar terawasi ( Supervised learning )
Terdapat target yang diharapkan sesuai dengan pasangan input-output
yang di-training. Setelah melalui proses pelatihan, suatu jaringan dapat digunakan
untuk mengingat suatu pola. Bila dimasukkan suatu input baru, output yang
muncul diharapkan sesuai dengan pola yang sudah ada.
Secara detail, pelatihan dengan menggunakan metode Backpropagation
melalui langkah-langkah sebagai berikut :
Description:Examination has done to facilitate the laboratory examination. This study was expected to mendukung diagnosis guna menentukan seseorang berpotensi terkena PJK atau tidak. Algoritma jaringan Penelitian lain dari Zulkifli Tahir beserta Elly Warni, Indrabayu dan Ansar Suyuti juga melakukan