Table Of ContentPENERAPAN AJARAN KAUSALITAS TERHADAP TINDAK PIDANA
YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG
(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1351 K/Pid/1988)
JURNAL
Di ajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna
Memperoleh gelar Sarjanah Hukum
Oleh
YOGI TRIYONO
130200274
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
PENERAPAN AJARAN KAUSALITAS TERHADAP TINDAK PIDANA
YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG
(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1351 K/Pid/1988)
JURNAL
Di ajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna
Memperoleh gelar Sarjanah Hukum
Oleh
YOGI TRIYONO
130200274
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr. M.Hamdan, SH.,MH.
NIP: 195703261986011001
Editor
Nurmalawaty, SH.,M.Hum
NIP: 196209071988112001
FAKULTAS HUKU
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
ABSTRAKSI
Yogi Triyono *
Nurmalawaty, SH.,M.Hum **
Dr. M.Ekaputra, SH.,M.Hum ***
Jurnal ini berbicara tentang peranan ajaran kausalitas dalam tindak pidana
yang meyebabkan hilangnya nyawa orang, khususnya dalam kasus kelalaian pada
saat di jalan raya yang terjadi di Purworejo. Tidak mudah untuk menentukan apa
yang dianggap sebagai sebab terjadinya suatu akibat yang dilarang oleh hukum
pidana, karena suatu akibat dapat timbul disebabkan oleh berbagai faktor yang
saling berhubungan, termasuk dalam peristiwa yang mengakibatkan hilangnya
nyawa orang.
Permasalahan dari penulisan skripsi ini yaitu terletak pada bagaimana
ajaran kausalitas dalam hukum pidana indonesia, bagaimana pengaturan tentang
tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang dalam KUHP, serta
bagaimana penerapan ajaran kausalitas dalam tindak pidana khususnya kasus
dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1351 K/Pid/1988.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif
dengan metode pendekatan kualitatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian
yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang di peroleh dari
berbagai literatur, peraturan perundang-undangan. Teknik analisis data yang di
gunakan adalah teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data,
mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan
masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.
Ajaran kausalitas terbagi menjadi empat teori yaitu Teori Conditio Sine
Qua non, Teori mengindividualisir, Teori Menggeneralisir dan Teori Relevansi.
Hukum pidana Indonesia tidak secara eksplisit mengacu pada salah satu ajaran
yang ada, para pakar hukum lah yang membuat suatu pandangan tentang ajaran
kasusalitas yang manakah yang di pakai dalam suatu tindak pidana. Dalam KUHP
di atur tentang tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang yaitu
kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven),
kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan karena kelalaian (Culpose misdrijven)
serta kejahatan terhadap jiwa (penganiayaan) yang mengakibatkan kematian. Pada
kasus didalam putusan Mahkamah Agung No.1351 K/Pid/1988, penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa teori kausalitas yang diterapkan oleh hakim adalah
teori Relevansi.
*Penulis, mahasiswa Departemen Hukum Pidana Universita Sumatera Utara
**Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara
***Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara
i
A. PENDAHULUAN
Tiap- tiap peristiwa pasti ada sebabnya tidak mungkin terjadi begitu saja,
dapat juga suatu peristiwa menimbulkan peristiwa yang lain. Disamping hal
tersebut diatas dapat juga terjadi satu peristiwa sebagai akibat satu peristiwa atau
beberapa peristiwa yang lain. Peristiwa sebab dan akibat tersebut di sebut dengan
causalitas.1
Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana ajaran causalitas ini bertujuan
untuk memberikan jawaban atas pertanyaan bilamanakah suatu perbuatan
dipandang sebagai suatu sebab dan akibat yang timbul atau dengan perkataan lain
ajaran causalitas bertujuan untuk mencari hubungan sebab dan akibat seberapah
jauh akibat tersebut ditentukan oleh sebab.
Kausalitas dalam hukum pidana terkait dengan sebuah pertanyaan besar
yaitu siapakah yang bisa ditempatkan sebagai “penyebab” atas hasil dari tindak
pidana? Jawaban atas pertanyaan ini memiliki hubungan erat dengan apakah ada
hubungan sebab akibat antara perbuatan seorang pelaku dengan hasil kejahatan,
atau apakah hasil dari kejahatan tersebut sudah mencukupi untuk meminta
pertanggungjawaban pelaku tersebut.
Ajaran kausalitas dalam ilmu pengetahuan hukum pidana digunakan untuk
menentukan tindakan yang mana dari serangkaian tindakan yang dipandang
sebagai sebab dari munculnya akibat yang dilarang. Jan Remmelink,
mengemukakan bahwa yang menjadi fokus perhatian para yuris hukum pidana
1 E. Utrech, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana Suatu Pengantarhukum Pidana Untuk
Tingkat Pelajaran Sarjanah Mudahukum Suatu Pembahasan Pelajaran Umum, (Surabaya:
Pustaka Tinta Mas, 2000), Hal.381.
1
adalah apa makna yang dapat dilekatkan pada pengertian kausalitas agar mereka
dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban.2
Tidak mudah untuk menentukan apa yang dianggap sebagai sebab
terjadinya suatu akibat yang dilarang oleh hukum pidana, karena suatu akibat
dapat timbul disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berhubungan. Misalnya
dalam suatu peristiwa yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.
Banyak sekali peristiwa-peristiwa yang pada dasarnya perlu di kaji lebih
lanjut dengan teori kausalitas ini, tak menutup kemungkinan seperti rangkaian
peristiwa yang terjadi di jalan raya yang menyebabkan kecelakaan dan berujung
pada kematian.
Pada perkembanganya lalulintas jalan dapat menjadi masalah bagi
manusia, karena semakin banyaknya manusia yang bergerak atau berpindah-
pindah dari suatu tempat ke tempat lainya, dan semakin besarnya masyarakat yang
menggunakan sarana transportasi angkutan jalan, maka hal inilah yang akan
mempengaruhi tinggi rendahnya angka kecelakaan lalulintas.
Menurut pengertian umum di dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalulintas adalah suatu peristiwa di
jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau
tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian
harta benda.3
Akibat hukum dari kecelakaan lalulintas adalah adanya pidana bagi si
pembuat atau penyebab terjadinya peristiwa itu. Hukum pidana mengenal dua
bentuk kesalahan, yaitu kesengajaan dan kealpaan. Kecelakaan lalu lintas sebagai
2 Jan Remmelink, Hukum Pidana (Jakarta : Pt. Gramedia Pustaka Utama, 2003), Hal.
128-134.
3 Pasal 1 Angka 24 Uu Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
2
salah satu bentuk tindak pidana yang mengadopsi suatu bentuk kesalahan berupa
kealpaan memiliki suatu masalah dalam menentukan siapa yang harus
dipersalahan. Hal ini berkaitan dengan suatu kecelakaan yang didahului dengan
beberapa peristiwa yang pada ahirnya berujung pada hilannya nyawa orang lain
(kematian).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
mengetahui sejauh mana penerapan ajaran kausalitas terhadap suatu bentuk
kealpaan dalam kecelakaan lalulintas yang diawali beberapa rangkaian peristiwa
yang berujung pada kematian. Yang mana hal ini dirangkup dalam skripsi yang
berjudul “Penerapan Ajaran Kausalitas Terhadap Tindak Pidana Yang
Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang (Studi Putusan Mahkamah Agung
No. 1351 K/Pid/1988)
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana ajaran kausalitas di dalam hukum pidana Indonesia ?
2. Bagaimana pengaturan tentang tindak pidana yang mengakibatkan
hilangnya nyawa orang dalam KUHP ?
3. Bagaimana penerapan ajaran kausalitas dalam tindak pidana khususnya
dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1351 K/Pid/1988 ?
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menggunakan bahan
pustaka atau data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan peraturan
3
perundang-undangan yang berkaitan dengan skripsi ini. Selain itu skripsi ini juga
menganalisis mengenai peranan ajaran kausalitas dalam suatu tindak pidana guna
menentuakan sebab hilangnya nyawa orang dalam Putusan Mahkamah Agung
No.1351 K/Pid/1988.
D. HASIL PENELITIAN
1. Ajaran Kausalitas Dalam Hukum Pidana Indonesia
a. Macam-macam Ajaran Kausalitas
1) Teori Conditio Sine Quanon
Teori ini dikemukakan oleh Von Buri, seorang berkebangsaan Jerman
pada tahun 1873. Ajaran Von Buri ini dapat dikatakan sebagai dasar dari ajaran
kausalitas, karena berbagai teori yang muncul kemudian merupakan
penyempurnaan atau setidaknya masih berkaitan dengan teori yang
dikemukakannya. Menurut Von Buri dalam Sudarto, tiap syarat adalah sebab, dan
semua syarat itu nilainya sama, sebab kalau satu syarat tidak ada, maka akibatnya
akan lain pula. Tiap syarat baik positif maupun negatif untuk timbulnya suatu
akibat itu adalah sebab, dan mempunyai nilai yang sama. Kalau satu syarat
dihilangkan tidak akan mungkin terjadi suatu akibat konkrit, seperti yang senyata
nyatanya menurut waktu, tempat dan keadaan. Tidak ada syarat yang dapat
dihilangkan tanpa menyebabkan berubahnya akibat. Contoh : A dilukai ringan,
kemudian dibawa ke dokter, dalam perjalanan ia tertimpa genting lalu mati.
Menurut teori conditio sine qua non penganiayaan ringan terhadap A itu juga
merupakan sebab dari kematian A.4
4 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Medan : USU Press Cetakan ke-2
2015), hal.120.
4
2) Teori Yang Mengindividualisir
Teori individualisir berusaha membuat perbedaan antara ‘syarat’ dan
‘sebab’. Menurut teori ini dalam tiap-tiap suatu peristiwa itu hanya ada satu sebab,
yaitu syarat yang paling menentukan untuk timbulnya suatu akibat.5 Teori ini
melihat semua syarat yang ada setelah perbuatan terjadi (post factum) dan
berusaha utuk menemukan satu syarat yang bisa dianggap sebagai syarat yang
paling menentukan atas timbulnya suatu akibat.6
3) Teori Yang Mengeneralisir
Teori ini menyatakan bahwa dalam mencari sebab (causa) dari rangkaian
faktor yang berpengaruh atau berhubungan dengan timbulnya akibat dilakukan
dengan melihat dan menilai pada faktor mana yang secara wajar dan menurut akal
serta pengalaman pada umumnya dapat menimbulkan suatu akibat.7 Pencarian
faktor penyebab tidak berdasarkan faktor setelah peristiwa terjadi beserta
akibatnya, tetapi pada pengalaman umum yang menurut akal dan kewajaran
manusia. Persoalannya kemudian bagaimana menentukan sebab yang secara akal
dan menurut pandangan umum menimbulkan akibat? Berdasarkan pertanyaan ini
kemudian muncul teori Adequat yaitu:8
a) Teori adequat subyektif
Dipelopori oleh J. Von Kries yang menyatakan bahwa yang menjadi sebab
dari rangkaian faktor yang berhubungan dengan terwujudnya delik, hanya satu
sebab saja yang dapat diterima, yakni yang sebelumnya telah dapat diketahui oleh
5 P.A.F Lamintang, Dasar- Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Adtya
bhakti, 1997), Hal.239
6 Ibid.
7 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2: Penafsiran Hukum Pidana, Dasar
Pemidanaan & Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal.222.
8 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta:Sinar Grafika,2007), hlm.211.
5
pembuat. Contoh, si A mengetahui bahwa si B mengidap penyakit jantung dan
dapat menimbulkan kematian jika dipukul oleh sesuatu. Kemudian si A tiba-tiba
memuukul si B dengan yang berakibat pada kematiannya, maka perbuatan
mengejutkan itu dikatakan sebagai sebab.9
b) Teori adequat objektif
Teori ini dikemukakan oleh Rumelin, yang menyatakan bahwa yang
menjadi sebab atau akibat, ialah faktor objektif yang ditentukan dari rangkaian
faktor-faktor yang berkaitan dengan terwujudnya delik, setelah delik terjadi. Atau
dengan kata lain causa dari suatu akibat terletak pada faktor objektif yang dapat
dipikirkan untuk menimbulkan akibat. untuk lebih jelasnya tentang perbedaan
antara teori adequat subjektif dengan teori adequat objektif serta penerapanya,
sunguh tepat contoh yang di berikan oleh Prof. Moeljatno di bawah ini.10
Seorang juru rawat tetap memberikan obat kepada seorang pasien
walaupun telah dilarang oleh dokter untuk memberikan obat pada pasien tersebut.
Sebelum obat itu diberikan kepada pasien, tanpa sepengetahuan si juru rawat ada
orang lain memasukkan racun ke dalam obat itu sehingga mengakibatkan matinya
pasien.11
Menurut ajaran Von Kroes (adequat subjektif), karena jururawat tidak
dapat membayangkan atau tidak mengetahui perihal dimassukanya racun pada
obat yang dapat menimbulkan kematian jika diminum maka perbuatan
meminumkan obat pada pasien bukanlah penyebab kematian pasien. Perbuatan
9 Ibid.
10 Ibid, hal.225.
11 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Medan : USU Press Cetakan ke-2
2015), hal.128.
6
meminumkan obat dengan kematian tidak ada hubungan kausal atau hubungan
sebab akibat.12
Lain halnya apabila dipandang dari teori Rumelin (adequat objektif). Oleh
karena perbuatan orang lain memasukkan racun ke dalam obat tadi menjadi
pertimbangan dalam upaya mencari penyebab matinya walaupun tidak diketahui
oleh juru rawat, perbuatan juru rawat meminumkan obat yang mengandung racun
adalah adequat terhadap matinya karena itu ada hubungan kausal dengan akibat
kematian pasien.13
4) Teori Relevansi
teori relevansi diikuti oleh langenmeijer dan Mezger. Teori ini tidak
dimulai dengan mengadakan perbedaan antara musabab dan syarat seperti teori
menggeneralisir dan teori mengindividualisir, tetapi dimulai dengan
menginterprestasi rumusan delik yang bersangkutan. Dari rumusan delik yang
hanya memuat akibat yang dilarang dicoba untuk menentukan kelakuan-kelakuan
apakah kiranya yang dimaksud pada waktu membuat larangan tersebut. Jadi pada
teori relevansi ini pertanyaan pentingnya adalah : pada waktu undang-undang
menentukan rumusan delik itu, kelakuan-kelakuan yang manakah yang
dibayangkan olehnya dapat menimbulkan akibat yang dilarang?14
b. Ajaran kausalitas dalam KUHP dan RUU-KUHP 2015
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak secara eksplisit merujuk pada
salah satu ajaran yang ada. Hal ini dapat disimpulkan dari riwayat pembentukan
12Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana “Stelser pidana, tindak pidana, teori-teori
pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana”, bagian 2, (Jakarta : PT Raja Grafindo persada,
2007), hal. 225.
13 Ibid.
14 Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Medan : USU Press Cetakan ke-2
2015), hal.130
7
Description:yang meyebabkan hilangnya nyawa orang, khususnya dalam kasus tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang dalam KUHP, serta.