Table Of ContentORANG KAMPUNG
MELAWAN KORUPSI
Prolog : DR. Bambang Widjojanto
Tim Editor :
Ahmad Qisa’i – Dadang Trisasongko – Jobpie Sugiharto
Laode M. Syarif – M. Gaussyah – Paulus Diartoko
Orang Kampung
Melawan Korupsi
Kumpulan Pengalaman
Organisasi Akar Rumput
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan
www.kemitraan.or.id
UNODC
United Nations Office on Drugs and Crime
UNODC
United Nations Office on Drugs and Crime
Orang Kampung Melawan Korupsi
Kontributor :
GaSAK
KP2KKN
LBH Kendari
LBH Makassar
LEMBAGA TITIAN
LPS HAM Sulteng
MTI
PuKAT FH UGM
PUNDEN
PW Lakspedam NU Sumatera Utara
RACA Institute
SIDAK
SAHDAR
UBINUS
WALHI
Tim Editor :
Ahmad Qisa’i
Dadang Trisasongko
Jobpie Sugiharto
Laode M. Syarif
M. Gaussyah
Paulus Diartoko
Cetakan Pertama :
Desember 2011
ISBN: 978-979-26-9675-2
Diterbitkan oleh:
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan
Jl. Wolter Monginsidi No. 3,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, INDONESIA
Phone +62-21-7279-9566, Fax. +62-21-720-5260, +62-21-720-4916
http://www.kemitraan.or.id
Daftar Isi
Kata Sambutan ..................................................................v
Pengantar Editor: ............................................................vii
Prolog .............................................................................xxi
Bagian I
Korupsi dan Pelayanan Publik ..............................1
Mengoyak Apatisme, Mendorong Partisipasi .....................5
Berpihak Kepada Si Miskin .............................................29
Agar Maling Tidak Memiliki Lentera .............................41
Camp Kaum Muda Antikorupsi .....................................57
Keterbukaan Informasi Mencegah Korupsi ......................71
Bagian II
Korupsi Sektor Pertambangan dan Kehutanan ...83
Menyelisik Korupsi Raksasa Pertambangan .....................87
Sulitnya Mencari Barang Halal .....................................103
Bagian III
Media dan Pengawasan Publik ...........................119
Menggebrak Korupsi di Desa .......................................123
Melawan Monster Korupsi Dengan Poster .....................137
Belajar dari Guru Pemberani .........................................147
Pelatihan Berujung Komite Antikorupsi ........................165
Jurnalisme Melawan Korupsi .........................................181
iii
Bagian IV
Pemantauan Peradilan .......................................191
Menguji Putusan Busuk ...............................................195
Membuka Jaringan Menjaga Integritas ..........................205
Stop Korupsi di Pengadilan!...........................................219
Epilog ............................................................................229
iv
Kata Sambutan
Kemitraan menyambut baik diterbitkannya buku “Orang
Kampung Melawan Korupsi”, yang merupakan upaya dan
kerja keras para mitra Kemitraan untuk memberantas dan
melawan korupsi di Indonesia. Buku ini merupakan rangkuman
kecil dari perjalanan panjang Kemitraan dan para mitranya dalam
melaksanakan program kampanye anti korupsi di Indonesia. Untuk itu
penghargaan dan ucapan terima kasih saya sampaikan kepada rekan-
rekan dari Gabungan Solidaritas Anti Korupsi Aceh (Gasak Aceh),
Sentra Advokasi Untuk Hak Pendidikan Rakyat Medan (Sahdar
Medan), Pimpinan Wilayah Lembaga Kajian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama Sumatera utara (Lakpesdam
NU Sumut), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Lembaga
Titian, Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), Raca Institute,
Yayasan Komite Penyelidiikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme Jawa Tengah (KP2KKN Jateng), Sentra Informasi
dan Data Untuk Anti Korupsi (Sidak), Perkumpulan Desa Mandiri
(Punden), Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi
Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah (LPS HAM Sulteng), Lembaga
Bantuan Hukum Makassar (LBH Makasar), Lembaga Bantuan
Hukum Kendari (LBH Kendari), dan Pusat Kajian Anti Korupsi
Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM).
Penerbitan buku di bidang anti korupsi telah menjadi
tradisi di Kemitraan karena sejak awal berdirinya, Kemitraan
mendarmabaktikan usaha-usahanya untuk pemberantasan korupsi
khususnya di bidang penegakan hukum, pelayanan publik, politik,
ekonomi dan lingkungan. Buku yang ada di tangan para pembaca
sekarang, merupakan kelanjutan tradisi Kemitraan dalam menerbitkan
buku anti korupsi seperti, Mencuri Uang Rakyat : 16 Kajian
Korupsi di Indonesia (2002), Memberantas Korupsi dari Aceh
sampai Papua (2008), Koruptor Itu Kafir (2010), Jalan Panjang
Pemberantasan Korupsi (2011) dan sejumlah buku lainnya yang
merupakan dokumentasi kegiatan maupun publikasi kajian dalam
v
perang melawan korupsi. Kemitraan percaya bahwa perang melawan
korupsi harus digalakkan di semua lini dan disebarkan ke semua
lapisan masyarakat karena bahaya laten korupsi ada di mana-mana
dan telah terstruktur dalam urat nadi pemerintahan republik tercinta
ini.
Sadar akan hal tersebut, Kemitraan dan para mitranya berusaha
sekuat tenaga untuk mengeroyok koruptor di seluruh pelosok
negeri dan berusaha memanfaatkan potensi ‘orang kampung’ yang
dulunya menjadi korban praktik-praktik korupsi, menjadi agen-
agen pemberantasan korupsi. Hal ini tidak mudah dilakukan, tapi
dengan dukungan 15 mitra yang telah berpengalaman bekerja dengan
masyarakat, ternyata bisa dilakukan. Tentunya masih banyak kendala
yang dihadapi untuk mengubah “orang kampung” menjadi agen
perubahan tapi buku ini menjelaskan dengan baik bahwa hal tersebut
bukan sesuatu yang mustahil. Karena itulah, Kemitraan melihat
pemberantasan korupsi sebagai komponen yang tak terpisahkan dalam
mendukung terciptanya tata pemerintahan yang baik. Kemitraan akan
terus mendorong upaya-upaya para mitra dan masyarakat luas dalam
melawan dan mengeliminasi praktik-praktik korupsi di negeri ini.
Kemitraan mengucapkan terima kasih atas sumbangsih semua
pihak yang memungkinkan terbitnya buku ini, khususnya kepada
para mitra di daerah dan para aktor yang terlibat dalam menjalankan
program ini, UNODC serta Kedutaan Besar Norwegia yang
mendanai program ini. Terima kasih juga disanpaikan kepada seluruh
staff Kemitraan yang terlibat dalam penyelesaian program dan buku
ini. Semoga buku ini dapat memberikan kesejukan sekaligus pelepas
dahaga di tengah maraknya praktik-praktik korupsi di Indonesia
sekaligus sebagai penambah motivasi bagi setiap anak bangsa untuk
selalu bersatu padu melawan korupsi dan selalu berkomitmen untuk
menyatakan “TIDAK untuk KORUPSI”.
Jakarta, 9 Desember 2011
Wicaksono Sarosa, Ph.D
Direktur Eksekutif
vi
Pengantar Editor
Orang Kampung Melawan Korupsi: Ternyata Bisa
Hadirin dan hadirat para pembaca yang mulia, buku ini tidak
memuat kisah heroik tentang dihukum matinya seorang
koruptor atau terpasungnya kebebasan seorang jenderal
koruptor di dalam bui yang hina dan kemudian di ‘sim-sala-bim’
menjadi kamar ‘deluxe’ hotel bintang empat. Buku ini berisi ‘cerita
biasa’ yang mengumpulkan kisah ketidakberdayaan dan keputusasaan
orang kampung melawan penyelewengan dan kebohongan yang
kemudian mereka ubah menjadi KEKUATAN dan gelombang
perubahan yang mereka sendiri tidak tahu sebelumnya.
Sebelum kisah-kisah ‘sukses gagah-berani’ orang kampung
tersebut disajikan diharibaan pembaca yang budiman, kami ingin
mengingatkan kembali bahwa korupsi bukan sesuatu yang baru,
karena guru dan folosof India pada tahun 350-283 SM yang bernama
Chanakya atau dikenal juga dengan nama Kautilya telah menulis
bahwa “...it is impossible for one dealing with government funds not to
TASTE, at least a little bit, of the King’s wealth” (...adalah mustahil
bagi seseorang yang berurusan dengan uang pemerintah untuk tidak
mencicipi, meski sedikit saja, kekayaan sang Raja). (Kautilya, The
Arthashastra, 350-283 BC).
Dari negeri sendiri, mendiang proklamator dan teladan kejujuran
bangsa, Bung Hatta telah menyampaikan ketakutannya dengan
kalimat singkat tapi bernas berikut: “Korupsi jangan dibiarkan menjadi
budaya di Indonesia” (Bung Hatta, 1961). Ketakutan sang proklamator
50 tahun yang lalu ternyata telah menjadi kenyataan karena wajah
korupsi menyebar merata disemua lini kehidupan bahkan masuk-
menusuk dalam ruang-ruang privat tempat ibadah semua agama.
Saking ‘membudayanya’, masyarakat tidak segan-segan lagi untuk
menawarkan ‘uang rokok-uang photo copy-uang pulsa-uang kopi-
uang makan-uang damai bahkan uang pijat’ kepada setiap pejabat
publik yang akan mengurus keperluan mereka. Tempat ‘transaksi’
vii
pun bisa dimana-mana, di jalan, di koridor kantor, di ruang kerja, di
warung, di loby hotel, bahkan di rumah ibadah. Kasian Bung Hatta,
peringatannya dianggap angin lalu dan makin hari makin terlupakan.
Kenyataan yang menyakitkan di atas terkonfirmasi dengan
hasil survey Kemitraan pada tahun 2001 yang mengatakan bahwa
mayoritas masyarakat tidak percaya pada lembaga pemerintah dan
hanya percaya pada tempat ibadah, media masa dan LSM. (Kemitraan,
National Survey of Corruption in Indonesia, 2001). Lebih menyedihkan
lagi, Survey Kemitraan tahun 2010, kembali menyimpulkan bahwa
semua cabang pemerintahan: legislatif, eksekutif, dan yudikatif,
masih dianggap sebagai sarang koruptor di negeri ini. (Kemitraan,
Survei Mengorupsi Trias Politika, 2010). Dua survei Kemitraan di
atas telah diperkuat oleh penelitian ICW tentang Trend Korupsi
2010 dan sejumlah polling media masa yang dikerjakan selama 2011.
Dan pembetulan akan fenomena ini dapat dilihat pada laporan
Transparency Internasional 2011 yang menempatkan Indonesia pada
urutan ke 100 dengan skor Corruption Perception Index (CPI) 3,0 atau
hanya naik 0,2 dari tahun 2010. Pendeknya, tidak berlebihan jika
kita mengatakan bahwa korupsi telah ‘membudaya’ dan mengakar di
negeri ini.
Sadar akan kenyataan di atas, Kemitraan berusaha melibatkan
orang kampung untuk ikut memerangi korupsi karena bahaya laten
korupsi tidak bisa diserahkan pemberantasannya kepada KPK semata,
apalagi kepada penegak-penegak hukum lain yang terkenal korup.
Kita sering melupakan ‘kekuatan’ orang kampung dalam memerangi
korupsi, padahal mereka telah menjadi korban dan bahan obyekan
para koruptor. Jika kita mampu menggerakan mereka untuk ‘berkata
TIDAK’ pada setiap pungutan illegal dan BERANI menuntut hak-
hak hukum mereka, pemberantasan korupsi bisa kita mulai dari
kampung.
Buku ini adalah kumpulan ‘kisah nyata’ dari berbagai elemen
orang kampung yang BERANI berkata TIDAK pada korupsi dan
tidak mau berdiam diri melihat maraknya praktik korupsi dibeberapa
sektor kehidupan mereka.
viii
Description:Arthashastra, 350-283 BC). Dari negeri sendiri hak hukum mereka, pemberantasan korupsi bisa kita mulai dari kampung. Buku ini adalah kumpulan