Table Of ContentNNNAAASSSKKKAAAHHH PPPUUUBBBLLLIIIKKKAAASSSIII
UUUJJJIII AAAKKKTTTIIIVVVIIITTTAAASSS AAANNNTTTIIIFFFUUUNNNGGGAAALLL EEEKKKSSSTTTRRRAAAKKK MMMEEETTTAAANNNOOOLLL MMMEEENNNTTTAAAHHH
RRRIIIMMMPPPAAANNNGGG JJJEEERRRIIINNNGGGAAAUUU MMMEEERRRAAAHHH (((AAAcccooorrruuusss cccaaalllaaammmuuusss LLLiiinnnnnn...)))
TTTEEERRRHHHAAADDDAAAPPP PPPEEERRRTTTUUUMMMBBBUUUHHHAAANNN MMMaaalllaaasssssseeezzziiiaaa fffuuurrrfffuuurrr
SSSEEECCCAAARRRAAA IIINNN VVVIIITTTRRROOO
YYYUUUNNNIIIAAARRR HHHAAARRRRRRIIISSS PPPRRRAAAYYYIIITTTNNNOOO
NNNIIIMMM III111111111111111000333999
FFFAAAKKKUUULLLTTTAAASSS KKKEEEDDDOOOKKKTTTEEERRRAAANNN
UUUNNNIIIVVVEEERRRSSSIIITTTAAASSS TTTAAANNNJJJUUUNNNGGGPPPUUURRRAAA
PPPRRROOOGGGRRRAAAMMM SSSTTTUUUDDDIII PPPEEENNNDDDIIIDDDIIIKKKAAANNN DDDOOOKKKTTTEEERRR
PPPOOONNNTTTIIIAAANNNAAAKKK
222000111555
UJI AKTIVITAS ANTIFUNGAL EKSTRAK METANOL MENTAH
RIMPANG JERINGAU MERAH (Acorus calamus Linn.)
TERHADAP PERTUMBUHAN Malassezia furfur
SECARA IN VITRO
Yuniar Harris Prayitno1, Siti Khotimah2, Pandu Indra Bangsawan3
Intisari
Latar Belakang: Tinea versicolor merupakan salah satu masalah infeksi
kulit superfisial yang utama terjadi di negara-negara tropis dan diketahui
bahwa Malassezia furfur merupakan spesies jamur penyebab yang paling
sering. Jeringau merah (Acorus calamus Linn.) dari famili Acoraceae
merupakan tanaman tropis di Indonesia. Data empiris menunjukkan
bagian rimpang dari tanaman jeringau merah dapat digunakan untuk
mengobati tinea versicolor dan beberapa penelitian telah melaporkan
bahwa rimpang jeringau merah memiliki aktivitas antifungal. Tujuan:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antifungal ekstrak
metanol mentah rimpang jeringau merah (Acorus calamus Linn.) terhadap
pertumbuhan Malassezia furfur, menentukan kandungan senyawa, dan
menentukan konsentrasi hambat minimum serta konsentrasi efektif dari
ekstrak metanol mentah rimpang jeringau merah. Metodologi: Skrining
fitokimia menggunakan metode uji kualitatif. Rimpang jeringau merah
diekstraksi secara maserasi menggunakan pelarut metanol. Penelitian ini
menggunakan sembilan konsentrasi yaitu 60%, 65%, 70%, 75%, 80%,
85%, 90%, 95%, dan 100%. Kontrol positif menggunakan ketokonazol 20
µg dan kontrol negatif menggunakan pelarut metanol. Uji aktivitas
antifungal dilakukan dengan metode difusi cakram Kirby-Bauer terhadap
Malassezia furfur. Hasil: Metabolit sekunder yang terkandung dalam
ekstrak metanol mentah rimpang jeringau merah yaitu minyak atsiri,
alkaloid, saponin, tanin, dan triterpenoid. Ekstrak metanol mentah rimpang
jeringau merah memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan Malassezia furfur
dengan konsentrasi hambat minimum dan dosis efektif pada konsentrasi
ekstrak 60%. Kesimpulan: Ekstrak metanol mentah rimpang jeringau
merah memiliki aktivitas antifungal terhadap Malassezia furfur.
Kata Kunci: Antifungal, ekstrak metanol mentah rimpang jeringau merah,
Malassezia furfur
1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas
Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat
2) Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat
3) Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat
iii
DETERMINATION OF THE IN VITRO ANTIFUNGAL ACTIVITY OF
THE CRUDE METHANOL EXTRACT OF
JERINGAU MERAH RHIZOMES (Acorus calamus Linn.)
AGAINST Malassezia furfur
Yuniar Harris Prayitno1, Siti Khotimah2, Pandu Indra Bangsawan3
Abstract
Background: Tinea versicolor is one of the superficial cutaneous
infections that mainly occurs in the tropical countries and it is known that
Malassezia furfur is a species of fungi that most frequently causes the
infection. Jeringau merah (Acorus calamus Linn.) from the family of
Acoraceae, is a tropical plant in Indonesia. Empirical data shows the
rhizome of jeringau merah can be used to treat tinea versicolor and some
studies have reported that jeringau merah rhizomes posses an antifungal
activity. Objective: This study was aimed to determine the antifungal
activity of the crude methanol extract of jeringau merah rhizomes (Acorus
calamus Linn.) against Malassezia furfur, to determine the content of the
compound, and to determine the minimum inhibition concentration (MIC)
as well as the effective concentration of the crude methanol extract of the
jeringau merah rhizomes. Methodology: Qualitative test was used in the
phytochemical screening. Jeringau merah rhizomes were extracted by
maceration using methanol. This study used various concentration consist
of 60%, 65%, 70%, 75%, 80%, 85%, 90%, 95%, and 100%. Ketoconazole
20 µg was used as positive control while methanol was used as negative
control. The antifungal activity test was carried out with Kirby-Bauer disc
diffusion method against Malassezia furfur. Results: Secondary
metabolites which are contained in the crude methanol extract of jeringau
merah rhizomes are essential oils, alkaloids, saponins, tannins, and
triterpenoids. The crude methanol extract of jeringau merah rhizomes
possesses an activity against Malassezia furfur with minimum inhibition
concentration and effective concentration in the concentration of 60%.
Conclusion: The crude methanol extract of jeringau merah rhizomes
possesses an antifungal activity against Malassezia furfur.
Keywords: Antifungal, crude methanol extract of jeringau merah rhizomes,
Malassezia furfur
1) Medical School, Faculty of Medicine, Tanjungpura University,
Pontianak, West Kalimantan
2) Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Tanjungpura University, Pontianak, West Kalimantan
3) Department of Pharmacology, Faculty of Medicine, Tanjungpura
University, Pontianak, West Kalimantan
iv
LATAR BELAKANG
Fungi (jamur) adalah kelompok organisme eukariotik dan heterotropik
yang hidup secara saprofitik maupun parasitik serta memiliki dinding sel
yang kaku dan tidak memiliki klorofil.1 Di dunia terdapat sekitar 80.000
spesies jamur yang telah diidentifikasi dan 50 di antaranya dapat
menyebabkan lebih dari 90% infeksi jamur (mikosis) pada manusia.2
Salah satu mikosis yang paling umum adalah tinea versicolor. Tinea
versicolor (panu) merupakan infeksi jamur (mikosis) superfisial berulang
kronis pada stratum korneum, yang dikarakteristikkan oleh makula
depigmentasi ireguler berskuama, yang paling sering terjadi pada tubuh
dan ekstremitas.3
Tinea versicolor merupakan salah satu masalah infeksi kulit superfisial
yang utama terjadi di negara-negara tropis yang bersuhu hangat dan
lembab dengan prevalensi mencapai lebih dari 50%.4 Di Amerika Serikat,
prevalensi tinea versicolor adalah dua sampai delapan persen dari
populasi, sedangkan prevalensi penyakit ini dilaporkan mencapai 50% di
Samoa Barat dan 1,1% di Swedia yang bertemperatur rendah.5 Untuk
epidemiologi mikosis superfisialis, di Indonesia angka prevalensi tinea
versicolor menempati urutan pertama yakni sebesar 53,2% dan diketahui
bahwa Malassezia furfur merupakan spesies jamur yang paling sering
menyebabkan tinea versicolor dengan ditemukannya isolat jamur tersebut
pada 90-100% kasus tinea versicolor pada orang dewasa.6 7
Terapi tinea versicolor ditujukan untuk mengeradikasi agen penyebab
penyakit yakni Malassezia furfur. Pada dosis terapi, relaps tinea versicolor
dalam tempo tiga sampai sepuluh bulan pasca terapi ditemukan pada
25% kasus dengan pemberian ketokonazol per oral (PO) 400 mg dosis
tunggal.8 Dalam kasus dengan terapi ketokonazol jangka panjang,
tingginya toksisitas obat terhadap hepar (hepatotoksik) dan mahalnya
biaya yang perlu dikeluarkan oleh pasien menjadi masalah yang juga
1
2
timbul dari terapi ini.9 Efek ketokonazol terhadap jantung berupa
pemanjangan interval QT dan aritmia ventrikel jantung yang diakibatkan
oleh interaksinya dengan obat antihistamin nonsedatif seperti terfenadin
juga menjadi suatu masalah yang menyebabkan terapi ketokonazol per
oral mulai ditinggalkan.10 Selain itu, beberapa kasus resistensi terhadap
golongan azol juga telah dilaporkan akibat adanya alterasi pada tingkat
biomolekular sel dari jamur Malassezia furfur yang menyebabkan
menurunnya efektivitas pengobatan pada dosis terapi.11
Adanya masalah-masalah yang telah dikemukakan mendukung penelitian
di bidang obat tradisional untuk memperoleh sediaan obat baru. Obat
tradisional adalah sejumlah total pengetahuan, ketrampilan, dan praktek
berdasarkan teori, kepercayaan, dan pengalaman adat budaya yang
berbeda yang digunakan untuk menjaga kesehatan, serta mencegah,
mendiagnosa, memperbaiki, atau mengobati penyakit fisik dan mental.12
Berdasarkan data empiris sebelumnya disebutkan bahwa tanaman
jeringau merah ini biasanya digunakan untuk mengobati penyakit kulit
seperti tinea versicolor dan dermatitis seboroik.13 Beberapa penelitian
telah membuktikan khasiat dari tanaman jeringau merah. Phongpaichit
melaporkan bahwa ekstrak metanol mentah dari rimpang jeringau merah
memiliki aktivitas antifungal yang tinggi terhadap Trichophyton rubrum,
Microsporum gypseum, dan Penicillium marneffei dengan nilai IC 0,2,
50
0,2, dan 0,4 mg/ml secara berurutan dan aktivitas yang sedang terhadap
Candida albicans, Cryptococcus neoformans, dan Saccharomyces
cerevisiae dengan nilai MIC 0,1-1 mg/ml.14
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain rimpang jeringau
merah (Acorus calamus Linn.) yang sudah matang, kultur murni
Malassezia furfur, metanol, pereaksi Dragendorff, Wagner, dan Mayer,
3
HCl pekat, serbuk NaCl, bubuk Mg, larutan FeCl , asam asetat inhidrat,
3
asam sulfat pekat, media SDA, olive oil, akuades steril, Lactophenol
Cotton Blue (LPCB), larutan klorin, alkohol 70%, larutan 0,5 McFarland
yang dibuat dengan komposisi H SO 1% dalam 995 ml akuades dan
2 4
BaCl dalam 5 ml akuades, larutan 0,9% sterile saline dibuat dengan
2
melarutkan 0,9 gr NaCl dalam 100 ml akuades steril, DMSO (Dimetil
Sulfoksida), ketokonazol tablet, dan spiritus.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, sikat, oven, shaker,
kertas saring No. 12, Erlenmeyer, corong, kertas aluminium foil, rotary
evaporator, botol vial, pipet ukur, bulb, pipet tetes, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, batang pengaduk, cawan porselen, hot plate, autoklaf,
plastik mika, cawan petri, kertas sampul cokelat, kapas, magnetic stirrer,
object glass, kaca penutup, jarum ose, jarum inokulasi lurus, inkubator,
lampu spiritus, korek api, vortex, spektrofotometer UV-Vis Varian Cary 50,
swab, kertas cakram yang dibuat dengan menggunakan kertas saring
Whatman No.1 dan dibentuk dengan prevorator, gelas beaker, gelas ukur,
mikropipet, timbangan digital, gunting, mortar, pinset, spidol permanen,
clean pack, kertas label, jangka sorong, dan Bio-Safety Cabinet (BSC).
Jamur Uji
Jamur uji yang digunakan pada penelitian ini adalah kultur murni
Malassezia furfur yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura.
Isolat jamur diperoleh dari kerokan kulit pasien penderita tinea versicolor
yang kemudian hasil kerokan tersebut diisolasi pada media SDA selama 3
hari pada suhu 27oC. Koloni-koloni jamur yang terbentuk kemudian
diidentifikasi dan selanjutnya, hasil identifikasi yang positif menunjukkan
Malassezia furfur, diinokulasikan pada media SDA yang baru dan
4
diinkubasi selama 3 hari pada suhu 27oC untuk digunakan sebagai kultur
murni.15
METODE
Pengambilan dan Pengolahan Sampel
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah rimpang jeringau
merah. Rimpang jeringau merah yang telah dikumpulkan disortasi basah,
dipisahkan dari daun dan akar, kemudian dicuci menggunakan air
mengalir sampai bersih. Selanjutnya rimpang jeringau merah dirajang.
Rimpang jeringau merah dioven dengan suhu 40oC selama 48 jam sampai
kering kemudian simplisia disortasi kering dan dilakukan pengepakan dan
penyimpanan. Simplisia diperkecil ukurannya kembali dengan cara
dirajang menjadi potongan-potongan kecil simplisia.
Ekstraksi
Potongan-potongan kecil simplisia sebanyak 315,7 gr dimasukkan ke
dalam bejana maserasi dan ditambahkan pelarut metanol sebanyak 600
ml sampai potongan-potongan kecil simplisia terendam, dan diaduk
dengan menggunakan shaker. Proses maserasi dilakukan dengan
mengganti pelarut tiap 1x24 jam selama 20 hari. Hasil maserasi
dikumpulkan dan disaring. Pemekatan dilakukan dengan rotary evaporator
menggunakan suhu 48oC dan kecepatan putaran 60 rpm.
Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak
Pemeriksaan karakteristik ekstrak, meliputi penetapan susut pengeringan.
Skrining Fitokimia Ekstrak
Pemeriksaan fitokimia yang dilakukan adalah pemeriksaan minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, dan triterpenoid.
5
Pembuatan Media Uji
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media selektif SDA
yang diperkaya dengan minyak zaitun (olive oil) sebanyak 1% dari jumlah
media. Pembuatan media dilakukan dengan mencampurkan 40 gr
dekstrosa, 15 gr agar, dan 10 gr pepton yang dilarutkan dalam 1 L
akuades dan di tambah 1% streptomisin dan 1% olive oil.16 Lalu dilakukan
sterilisasi dengan autoklaf sebelum digunakan.
Karakterisasi Jamur Uji
Karakterisasi jamur uji dilakukan secara mikroskopik dan makroskopik.
Secara mikroskopik, satu sengkelit jamur uji dari koloni biakan murni yang
sudah terfiksasi pada object glass ditetesi dengan Lactophenol Cotton
Blue (LPCB) dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 400x dan 1000x. Hasil positif ditunjukkan dengan gambaran
mikroskopik hifa dan spora seperti spaghetti and meatballs.
Karakterisasi jamur uji secara makroskopik dilakukan dengan mengamati
koloni jamur yang terbentuk pada media peremajaan jamur.
Uji Antifungal Pembanding
Antifungal yang akan diuji pada jamur Malassezia furfur adalah
ketokonazol, griseofulvin, dan itrakonazol. Metode yang digunakan adalah
difusi cakram Kirby-Bauer. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mencari
antifungal yang akan digunakan sebagai kontrol positif.
Uji Aktivitas Antifungal dengan Metode Difusi Cakram Kirby-Bauer
Media agar SDA + olive oil 1% sebanyak 20 ml dituangkan ke dalam
cawan petri dan dibiarkan hingga padat. Setelah itu permukaan media
diapus dengan swab yang telah dicelupkan ke dalam inokulum jamur
Malassezia furfur. Pengapusan dengan swab dilakukan hingga inokulum
jamur uji tersebar merata.
6
Kertas cakram steril dimasukkan pada botol vial yang berisi ekstrak
rimpang jeringau merah dengan konsenstrasi 60%, 65%, 70%, 75%, 80%,
85%, 90%, 95%, dan 100%. Setelah itu, kertas cakram yang telah
dicelupkan selama 15 menit ke larutan uji diletakkan di atas lempeng agar
menggunakan pinset.
Setelah masing-masing cawan petri diinkubasi dengan cara terbalik
selama dua hari pada suhu 30oC, daerah hambatan pertumbuhan di
sekeliling kertas cakram akan tampak bening. Daerah atau zona bening di
sekitar kertas cakram tersebut menunjukkan uji positif dan diameter zona
bening yang terbentuk kemudian diukur menggunakan jangka sorong.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan dan Pengambilan Sampel
Rimpang jeringau merah yang diidentifikasi merupakan spesies Acorus
calamus Linn. dari famili Acoraceae. Setelah diidentifikasi, rimpang
jeringau merah diolah sampai menjadi potongan-potongan kecil simplisia.
Ekstraksi Potongan-Potongan Kecil Simplisia Rimpang Jeringau
Merah
Ekstraksi potongan-potongan kecil simplisia rimpang jeringau merah
dilakukan secara maserasi. Pemilihan metode ekstraksi dengan maserasi
karena metode ini memaksimalkan kontak antara pelarut dan bahan.
Potongan-potonan kecil simplisia rimpang jeringau merah dimaserasi
menggunakan pelarut metanol. Maserasi dilakukan selama 20 hari
dengan penggantian pelarut setiap 1 x 24 jam. Maserasi dilakukan dalam
wadah botol kaca yang berwarna gelap dan menggunakan pelarut
metanol. Pelarut digunakan sampai potongan-potongan kecil simplisia
terendam semua. Maserasi menggunakan sampel sebanyak 315,7 gr
potongan-potongan kecil simplisia rimpang jeringau merah. Selama
maserasi, pengadukan dilakukan dengan menggunakan shaker.
Description:Kata Kunci: Antifungal, ekstrak metanol mentah rimpang jeringau merah,. Malassezia .. Penilaian sensitivitas obat-obatan antifungal di dalam uji ini