memahami indonesia secara agama dan budaya

216 Pages·2014·2.96 MB·Indonesian

Akreditasi LIPI Nomor : 408/AU2/P2MI-LIPF/04/2012
P
E
N
Y
IA
R
A
N
A
G
AM Volume 12, Nomor 3, September - Desember 2013
A
D
A
N
D
IN
A
M
IK
A
S
O
S
IA MEMAHAMI INDONESIA
L
D
A
L
A
M SECARA AGAMA DAN BUDAYA
M
A
S
Y
A
R
A
K
A
T
P
L
U
R
A
L
Paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan Basis Nilai-nilai Perdamaian:
Tantangan Konteporer dalam Pemikiran Sebuah Antitesis Radikalisme Agama
dan Gerakan Islam di Indonesia di Kalangan Mahasiswa
Ahmad Syafi’i Mufid Syamsul Arifin dan Hasnan Bachtiar
Resolusi Konflik Berlatar Agama: Candy’s Bowl:
Studi Kasus Ahmadiyah di Kudus Politik Kerukunan Beragama di Indonesia
Moh. Rosyid Munawar Ahmad
Basis Nilai-nilai Perdamaian Sebuah Antitesis Realitas Pemenuhan Hak-hak Sipil
Radikalisme Agama di Kalangan Mahasiswa Masyarakat Adat Kampung Dukuh Garut
Nurudin Iklilah Muzayyanah D.F. dan Kustini
V
ulo Revitalisasi Kearifan Lokal: Pengembangan Peran Kelompok Keagamaan dalam
m
e Wadah Kerukunan dan Ketahanan Masyarakat Pemeliharaan Kerukunan Umat B ragama
1
2
N , di Kecamatan Donggo Kabupaten Bima (Studi Kasus Desa Adat Angantiga, Petang,
o
m
Provinsi NTB Badung, Bali)
o
r
3
S , Haidlor Ali Ahmad Ibnu Hasan Muchtar
e
p
et
m
b
e
r
D - Nomor Volume Halaman Jakarta
e
s 3 12 212 September - Desember 2013
e
m
b
e
r
2
0
1
3

ISSN 1412-663X
HARMONI
Jurnal Multikultural & Multireligius
MEMAHAMI INDONESIA
SECARA AGAMA DAN BUDAYA
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3
HARMONI
Jurnal Multikultural & Multireligius
Volume 12, Nomor 3, September - Desember 2013
PEMBINA:
Kepala Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI
PENGARAH:
Sekretaris Badan Litbang & Diklat Kementerian Agama RI
PENANGGUNG JAWAB:
Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan
MITRA BESTARI:
1. M. Hisyam (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
2. Eko Baroto Walujo (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
3. Aswatini (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
4. Ridwan Lubis (UIN Syarif Hidayatullah)
5. Jajat Burhanudin (UIN Syarif Hidayatullah)
6. Syaiful Umam (UIN Syarif Hidayatullah)
PEMIMPIN REDAKSI:
Koeswinarno
SEKRETARIS REDAKSI:
Abdul Jamil
DEWAN REDAKSI:
Yusuf Asry
Ahmad Syafi’i Mufid
Nuhrison M. Nuh
Bashori A. Hakim
Mursyid Ali
Ibnu Hasan Muchtar
Muchit A. Karim
Kustini
SIRKULASI & KEUANGAN:
Lastriyah & Fauziah
SEKRETARIAT:
Agus Mulyono, Slamet Firdaus, Mukhtar
REDAKSI & TATA USAHA:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, Jl. MH Thamrin No 6 Jakarta
Telp. 021-3920425/Fax. [phone]
Email : [email protected]
SETTING & LAYOUT
Fakhrudin
COVER
Mundzir Fadli
PENERBIT:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI
HARMONI September - Desember 2013
HARMONI ISSN 1412-663X
Jurnal Multikultural & Multireligius
Volume 12, Nomor 3, September - Desember 2013
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi
Pimpinan Redaksi ___5
Gagasan Utama
Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan Kontemporer dalam Pemikiran
dan Gerakan Islam di Indonesia
Ahmad Syafi’i Mufid___ 8
Deradikalisasi Ideologi Gerakan Islam Transnasional Radikal
Syamsul Arifin & Hasnan Bachtiar___19
Penelitian
Candy’s Bowl: Politik Kerukunan Beragama di Indonesia
Munawar Ahmad___37
Resolusi Konflik Berlatar Agama: Studi Kasus Ahmadiyah di Kudus
Moh. Rosyid___52
Basis Nilai-nilai Perdamaian: Sebuah Antitesis Radikalisme Agama di Kalangan
Mahasiswa
Nurudin ___64
Realitas Pemenuhan Hak-hak Sipil Masyarakat Adat Kampung Dukuh Garut
Iklilah Muzayyanah D.F. dan Kustini ___83
Paham Keagamaan Lokal (Studi Kasus di Kasepuhan Ciptagelar)
Nuhrison M. Nuh ___96
Revitalisasi Kearifan Lokal: Pengembangan Wadah Kerukunan dan Ketahanan
Masyarakat di Kecamatan Donggo Kabupaten Bima Provinsi NTB
Haidlor Ali Ahmad ___110
Pandangan Forum Ukhuwah Islamiyah Cirebon tentang Wawasan Kebangsaan
Suhanah ___123
Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama
(Studi Kasus Desa Adat Angantiga, Petang, Badung, Bali)
Ibnu Hasan Muchtar ___136
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3
HARMONI
Jurnal Multikultural & Multireligius
Volume 12, Nomor 3, September - Desember 2013
Pemberdayaan Penyuluh Agama dalam Peningkatan Pelayanan Keagamaan
Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur
Muchtar ___152
Menelisik Perkawinan di Bawah Umur di Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes,
Jawa Tengah
Agus Mulyono ___173
Telaah Pustaka
Beradu Simbol, Berpadu Simpul
Akmal Salim Ruhana ___187
Pedoman Penulisan ___191
Lembar Abstrak ___193
Indeks Penulis ___ 206
Ucapan Terima Kasih ___212
HARMONI September - Desember 2013
P r
engantar edaksi
Pengantar redaksi 5
Memahami Indonesia
Secara Agama dan Budaya
Mengamuk sebenarnya adalah juga menceritakan bahwa Hang Tuah
fenomena budaya yang tidak biasa, mendapat penghargaan dari Sultan
mengingat pada kesehariannya Malaya karena dengan amukannya
masyarakat Indonesia terkenal dengan ia berhasil membunuh seorang Jawa.
kehalusan tingkah laku, keramahan, Diceritakan juga bahwa, ketika Raffles
mengekang emosi sekuat mungkin, di Singapura pada tahun 1823, ia
mengutamakan ketentraman dan menyaksikan korban amukan yang tidak
kedamaian individu serta tatanan dikenali lagi tubuhnya. Beberapa narasi
komunal (Geertz, 1959; Winzeler, 1990; juga menyebutkan bahwa pelaku amuk di
Browne, 2001). Inilah yang menjadi Malaya merusak layaknya anjing gila dan
salah satu permasalahan mengapa membunuh korban dengan keris yang
masyarakat Indonesia melakukan selalu terselip di lipatan pinggangnya.
amuk sebagai suatu antitesis, ditengah- Tidak ada penyesalan usai mengamuk
tengah karakter masyarakatnya yang karena mereka meyakini apa yang
cenderung menghindari konflik dan dilakukannya adalah benar (Winzeler,
suka bekerja sama. Pada masa Orde 1990; 97; Colombijn: 2002, 320-21). Para
Baru, fenomena amuk tidak didefinisikan pengamuk yang rata-rata laki-laki dewasa
sebagai permasalahan kultural. Negara ini cenderung tidak memperdulikan
mempunyai kuasa sepenuhnya untuk kematian. Karena pengamuk merasa
mendefinisikan aktivitas kultural hingga bahwa hal itu adalah tindakan paling
emosi individu ke dalam salah satu ekspresif dan puncak keatraktifan dalam
definisi politis. Tindakan “mengamuk” kehidupannya yang diyakini paling benar.
pada masyarakat diasosiasikan sebagai Ironisnya, hasil dari amuk biasanya justru
tindakan “kerusuhan”. Manipulasi ini menjadi bahan pujian masyarakat.
karena Orde Baru menerapkan sebuah
Pandangan amuk pada masa
tatanan dan disiplin yang ketat terhadap
kolonial memang mengandung bias
perilaku warganya yang dianggap
eksotisme dan keheranan luar biasa dari
berpotensi subversif dan mengganggu
masyarakat kulit putih terhadap kaum
stabilitas. Negara Orde Baru dibayangkan
pribumi, sehingga definisi yang diberikan
sebagai sebuah kapal yang bergerak
lebih kepada stigma ketidaknormalan
tenang, datar dan terprediksi, karena itu
manusia dan sindrom manusia yang
bentuk ledakan kekerasan yang tidak
harus disembuhkan tatanan dunia
terkirakan sebelumnya diidentifikasikan
modern. Pasca kolonial, seiring protes
sebagai peristiwa “amuk”, yakni bahasa
masyarakat Indonesia terhadap arus
protes yang bernada politis (Pemberton,
pembangunan, politk pemerintahan
1994; Siegel, 2000).
dan gegap gempitanya modernitas serta
Hikayat Hang Tuah dalam sejarah demokratisasi, tindakan amuk mulai
Melayu mencatat bahwa sekitar tahun melebar dilakukan secara massif, dan
1700-an seorang pahlawan membunuh jarang dilakukan perseorangan seperti
rekannya Hang Jebat, yang dilakukan awal kedatangan kolonial. Istilah yang
dengan cara mengamuk. Hikayat ini paling dikenal adalah ”amuk massa”.
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3
6 PemimPin redaksi
Dalam studinya, Van Dijk melihat bahwa ’agama’ masyarakat adat. Akan tetapi
mengamuk identik dengan tiga tindakan di sisi lain beberapa perseteruan
yakni kasar, kejam (brutal) dan nekad antarkelompok agama juga hadir secara
(reckless). Tindakan ini terjadi ketika bersamaan. Ini membuktikan bahwa
ada insiden kerusuhan, penjarahan dan kultur keindonesiaan sedang mengalami
konflik sehingga menyebabkan rusaknya ujian menuju sebuah eksistensi besar
berbagai infrastruktur, banyak korban sebagai bangsa dan negara. Berbagai
luka atau juga meninggal. Tindakan cara dan strategi selalu diupayakan
amuk kebanyakan dilakukan oleh para untuk meredam amuk, mulai dari tingkat
pemuda (Browne, 2001: 132; Van Dijk, individu, keluarga, masyarakat, hingga
2002: 291). Dari sini pula sebenarnya negara. Berbagai cara pula dilakukan
kita bisa menelusuri gerakan-gerakan untuk melestarikan hidup rukun yang
yang cenderung radikal dan mungkin melembaga. Di sinilah pentingnya
melakukan tindakan merusak. Tetapi memahami realitas Indonesia kekinian
penelusuran ini jarang dilakukan, karena dengan basis agama dan budaya.
basisnya selalu ideologis.
Redaksi HARMONI kali ini
Tentu konsep amuk ini memiliki menyajikan serangkaian artikel yang
nuansa yang dapat menjadi cara intinya bagaimana antara amuk dengan
merefleksikan diri untuk peristiwa- rukun sedang dioposisibinerkan secara
peristiwa yang berdimensi konflik, tegas dalam tatanan masyarakat Indonesia
baik konflik agama ataupun konflik- yang sedang ’belajar’untuk hidup lebih
konflik lain yang terjadi akhir-akhir demokratis. Artikel tentang Paham Ahlu
ini di Indonesia. Bahkan konsep ini Sunnah Wal Jamaah, Deradikalisasi di
juga bisa dioposisibinerkan dengan Indonesia, kemudian penelitian tentang
konsep damai, rukun, atau harmoni model Politik Kerukunan Beragama di
dalam tradisi kehidupan beragama dan Indonesia, Radikalisme di Kalangan
bermasyarakat di Indonesia. Dengan Mahasisiwa, dan Studi Kasus Ahmadiyah
cara yang sama, kehidupan sosial- di Kudus merupakan cara pandang
budaya kita saat ini sedang mengalami yang melihat bagaimana persoalan-
dua sisi yang saling berhadap-hadapan, persoalan beda pandangan seringkali
melahirkan amuk, meskipun di dalam
amuk di satu sisi dan rukun di sisi
artikel dan hasil penelitian tersebut,
yang lain. Upaya-upaya deradikalisasi
tidak luput pula disorot ruang-ruang
misalnya, dapat dihadapkan dengan
yang mampu memberi peluang hidup
tradisi kerukunan di beberapa tempat
rukun. Kemudian hasil penelitian tentang
dalam kultur keindonesiaan. Kultur
Kampung Dukuh, Kasepuhan Ciptagelar,
keindonesiaan berarti sebuah tatanan
Kearifan Lokal di Kabupaten Bima,
nilai yang mengakar dan telah menjadi
Wawasan Kebangsaan di Kalangan FUI,
pedoman berperilaku. Oleh sebab itu,
dan Kelompok Keagamaan di Kabupaten
dimensi amuk dan rukun bukan saja
Badung merupakan cermin bagaimana
sebuah situasi yang oposisi biner, namun
rukun menjadi persoalan yang harus
dua situasi ini benar-benar sedang hidup
dilestarikan dan terlembaga. Dua
bersama dalam sebuah ruang budaya kita
penelitian lain, yakni tentang Penyuluh
yang sedang berubah.
Agama dan Perkawinan di Bawah Umur
Di beberapa tempat nilai-nilai lokal dimuat karena masih dalam perbincangan
yang menjaga hidup rukun menjelma di kalangan Kementerian Agama.
dalam berbagai bentuk, bahkan
Selamat membaca dan berefleksi
beberapa di antaranya merupakan
akademis.
HARMONI September - Desember 2013
Pengantar redaksi 7
Pustaka
Browne, Kevin, 2001. “(Ng)amuk Revisited: Emotional Expression and Mental Illness in
Central Java, Indonesia” dalam Transcultural Psychiatry Journal, Vol 38 (2): 147–
165, 2001, McGill University.
Colombijn, Freek. 2002, “Maling-Maling! The lynching of petty criminals” dalam
Colombijn, Freek dan Lindblad, Thomas (ed), Roots of Violence in Indonesia. KITLV
Press.
Geertz, Clifford, 1960. The Religion of Java. Glencoe: The Free Press.
Pemberton, John, 1994.. On the Subject of “Java”. Cornell University Press.
Siegel, James T., 2000. Penjahat Gaya (Orde) Baru, Eksplorasi Politik dan Kriminalitas.
Yogyakarta: LKiS.
Van Dijk, 2002, “The Good, the bad and the ugly. Explaining the unexplainable: amuk
massa in Indonesia” dalam Colombijn, Freek dan Lindblad, Thimas (ed), Roots of
Violence in Indonesia. KITLV Press.
Winzeler, Robert. 1990, “Amok: Historical, Psychological, and Cultural Perspectives”,
dalam Jahan Karim, Wazir. Emotions of Culture. A Malay Perspective. Oxford
University Press.

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 12 No. 3
g u
agasan tama
8 ahmad syafi’i mufid
Paham Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dan Tantangan
Kontemporer dalam Pemikiran dan Gerakan Islam
di Indonesia
Ahmad Syafi’i Mufid
Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Penelitan Pengembangan dan Pendidikan dan Latihan
Kementerian Agama RI
Naskah diterima redaksi, 5 Agustus 2013
Abstract Abstrak
Literally , Ahlussunnah wal Jamaah are Secara harfiyah, ahlu sunnah wal jama’ah
adherents of tradition and custom done by adalah penganut tradisi atau kebiasaan yang
the Prophet Muhammad and the consensus
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
of the scholars . Ahlussunnah wal Jamaah
dan kesepakatan para ulama. Paham Ahlu
are the majority of Indonesian moslem.
Sunnah Wal Jama’ah merupakan faham
The character of moderation ( washatiyah )
yang dianut oleh mayoritas umat Islam
owned by this school of thought, wheather
Indonesia. Watak moderasi (washatiyah)
the belief system (Aqeedah), Shari’ah and
yang dimiliki oleh faham ini baik dalam
practice of moral / Sufism are in accordance
with the pattern cultural patterns of sistem keyakinan (aqidah), syari’ah maupun
Indonesian society . The dynamic of praktik akhlak/tasawuf sesuai dengan
Ahlussunnah wal Jamaah development , corak kebudayaan masyarakat Indonesia.
initially assessed accommodative to the Dinamika perkembangan Aswaja, awalnya
old traditions ( local tradition ) , but then
dinilai akomodatif terhadap tradisi lama
following the trend of puritanical style
(local tradition), kemudian berkembang
then Islamic character looks more pure .
mengikuti trend puritanis sehingga corak
Purification of Ahlussunnah wal Jamaah
Islam terlihat semakin murni. Pemurnian
teachings from the local element and old
ajaran ASWAJA dari anasir lokal dan tradisi
traditions causing the birth of the modernist
lama melahirkan gerakan modernis tetap
movement rests on the principles of
thinking or istimbat al hukmi prevailing bersandar pada kaidah berfikir atau istimbat
in these schools of thought. Social change al hukmi yang berlaku dalam madzhab ini.
as a result of development and encounters Perubahan sosial akibat pembangunan dan
with various global thinking , Ahlussunnah perjumpaan dengan berbagai pemikiran
wal Jamaah facing the challenges both global, Aswaja menghadapi tantangan
internal and external. Could Ahlussunnah
internal maupun eksternal. Mungkinkah
wal Jamaah able to put themselves in the
Aswaja mampu menempatkan diri pada
position of moderate ( washatiyah ) in
posisi moderat (washatiyah) di tengah-
the midst of the onslaught of radicalism ,
tengah gempuran radikalisme, liberaisme
liberalism and misguided thought (cult)?
dan sesat pikir (aliran sesat)?
Key concept: Faham, Ahlu Sunnah wal
Kata Kunci: Faham, Ahlu Sunnah wal
Jama’ah, Wahabi, Salafi, radikal, liberal
dan aliran sesat. Jama’ah, Wahabi, Salafi, radikal, liberal
dan aliran sesat.
HARMONI September - Desember 2013