Table Of ContentMateri NDP
1. Sejarah NDP HMI
1.1 Pengertian NDP HMI
Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI yang kemudian lebih dikenal
dengan NDP HMI adalah dokumen resmi organisasi Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) yang telah diresmikan pada kongres ke X di
Palembang, memegang peranan penting sebagai pedoman dan penjelasan
tentang peran HMI sebagai organisasi perjuangan.NDP merupakan
perumusan tentang ajaran-ajaran pokok agama Islam, yaitu nilai-nilai
dasarnya sebagaimana tercantum dalam Al Qur‘an dan As Sunnah. Islam
sebagai ideologi HMI, telah menjadi sumber motivasi, pembenaran dan
ukuran gerak, bagi langkah perjuangan organisasi ini dalam menunaikan
misi ke-ummatan dan kebangsaannya.
1.2 Sejarah Perumusan NDP HMI
Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI (NDP HMI) pada awalnya
dirumuskan dari kesimpulan perjalanan Nurcholis Madjid berkunjung ke
Amerika yang kemudian dilanjutkan ke Timur Tengah. Sebenarnya
perjalanan ke Timur Tengah lah yang memberikan inspirasi beliau dalam
pemikiran dan pemahamannya terhadap Islam sehingga muncullah NDP
ini. Sebetulnya kesimpulan perjalanan itu akan diberikan nama Nilai-nilai
Dasar Islam tetapi itu terlalu besar dan moralis, seakan-akan kita
mngklaim bahwa inilah Nilai-nilai Dasar Islam. Sehingga nama yang pas
itu adalah Nilai-nilai Dasar Perjuangan, kata perjuangan ini sebagai
simbol semangat dan peran seorang mahasiswa/pemuda yang harus tetap
berjuang dalam kebenaran. NDP dipresentasikan dalam bentuk draft pada
Kongres ke IX di Malang tahun 1969 dan diberikan kekuasaan pada
perumusnya yakni, Nurcholis Madjid, Endang Syaifudin Anshori, dan
Syakib Machmud.
Narasi singkat lahirnya NDP HMI adalah sebagai berikut:
1) Berawal dari Kertas Kerja PB HMI (1966 - 1969), disusun oleh CAK
NUR – Nurcholish Madjid, Ketum PB HMI saat itu.
0
2) Awalnya, Cak Nur mendapat Beasiswa ―Council for Leader &
Specialist‖ (1968) ke USA.
3) Di Washington, Cak Nur melakukan dialog2 & mengamati dunia
mahasiswa.
4) Lalu berpetualang ke Timur tengah.
5) Cak Nur melihat dua kondisi mahasiswa yg berbeda (Amerika &
Timur Tengah).
6) Hal tsb memberi inspirasi terhadap ide & sikap.
7) Maka lahirlah Draft NDP.
8) Draft tsb di presentasikan pd Kongres IX Malang, Th.1969.
9) Setelah itu dibentuk ―Komisi Khusus NDP‖ dg tiga (3) orang
pengkaji: Cak Nur, Endang Saifuddin Anshari, Sakib Mahmud.
10) Draft NDP hasil kajian tersebut dipresentasikan pada ―Seminar
Kader‖, Pekalongan Th.1970.
11) NDP kemudian disahkan pd Kongres X Palembang Th.1972, sbg
Dokumen & Acuan Gerak Organisasi.
12) Lalu NDP disosialisasikan secara luas oleh PB HMI.
1.3 NDP sebagai kerangka pemikiran Ke-Islaman dan Ke- Indonesiaan HMI
Pada mulanya perjalanan Nurcholis Madjid ke timur Tengah
adalah atas dasar perkembangan Islam di Indonesia. Dan dari sana Ia
mendapatkan jawaban bahwa Islam di Indonesia memang berbeda dan
paling sedikit ter-arab-kan. Bisa kita lihat di berbagai Negara Muslim
terbesar mereka menggunakan budaya arab, salah satu contohnya
menggunakan bahasa arab, lain dari Indonesia Negara Muslin terbesar
tetapi menggunakan bahasa dan tulisan latin. Selain itu Negara di Eropa
seperti Romawi, Yunani, dan Spanyol yang menggunakan tulisan latin.
Ini yang menjadi Semangat keislaman yang menyertai suasana kelahiran
HMI, mengharuskan HMI menjadikan islam sebagai roh dan karakternya.
Semangat kesejarahan ini memberikan pengertian bahwa dalam
keadaan bagaimanapun HMI tidak dapat melepaskan keterikatannya pada
ajaran-ajaran dan nilai-nilai islam. Islam telah menjadi kodrat dan fitrah
1
HMI sejak awal kelahirannya. Bagi HMI, islam diyakini sebagai
kebenaran yang baik dan haq, tidak ada lagi kebenaran selain islam.
1.4 Hubungan antara NDP dan Mission HMI
Islam merupakan identitas HMI yang menjadi pegangan dan
sandaran kader dalam berucap, bertindak, dan bersikap dalam perjuangan
HMI. Islam sebagai ideologi HMI berisi tentang misi-misi perjuangan
HMI baik dari sisi organisasi dan personal kader HMI. Misi-misi tersebut
menjadi kewajiban kader untuk di perjuangkan dan di realisasikan, karena
HMI merupakan organisasi masa depan yang mencetak sumber daya
manusia sesuai dengan ajaran Islam. Misi dan perjuangan HMI tidak lain
yakni melepaskan belenggu kaum-kaum mustadh‘afin (orang-orang
lemah).
Mission HMI adalah sebuah modalitas dan dasar yang harus
dicapai oleh organisasi HMI dalam memperjuangkan asas, tujuan, usaha,
sifat, peran, fungsi dan kedudukanya sedangkan NDP HMI sebagai jalan
untuk menuju itu semuanya. Dalam proses pencapaian misi HMI, NDP
menjadi pegangan dan arah organisasi dalam mewujudkan cita-cita HMI.
Untuk itu, hubungan NDP dengan Mission HMI sangatlah berkaitan,
Mission adalah cita yang akan dicapai sedangkan NDP adalah jalan
menuju cita HMI.
2. NDP HMI
2.1. Dasar-dasar Kepercayaan
Kepercayaan adalah sebuah kebutuhan yang mendasar bagi
manusia. Di samping kepercayaan merupakan fitrah manusia untuk
tunduk dan patuh kepada sesuatu yang mutlak dan absolute (hanifan
musliman), kepercayaan juga merupakan sandaran nilai.1
Rudolf Otto, seorang yang berkebangsaan Jerman yang ahli
dalam bidang sejarah agama-agama yang menulis buku The Id of the
Holy (1971), meyakini bahwa setiap manusia memiliki apa yang
disebutnya dengan nominus yang juga menjadi dasar dalam setiap
1 Azhari Ahmad Tarigan, ―Islam Mazhab HMI‖, 2007, hlm. 42
2
agama. Yang dimaksud dengan ―nominus‖ adalah perasaan dan
keyakinan seseorang terhadap adanya yang Maha Kuasa yang lebih
besar dan tinggi yang tidak bisa dijangkau dan dikuasai oleh manusia.
Kekuatan nominus ini kemudian diyakini oleh umat manusia dengan
berbagai cara yang berbeda-beda kadang-kadang ia diinspirasikan
dengan suatu kebiasaan yang menyeramkan dan menakutkan, dan
kadang-kadang pula dengan sesuatukekuatan yang misterius.2
Dalam realitanya masyarakat yang beraneka ragam tumbuh
dengan perbedaan menimbulkan banyaknya bentuk-bentuk
kepercayaan yang tercipta. Karena bentuk-bentuk kepercayaan itu
berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua
kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya
yang benar.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu :
Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan
dan pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala
bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah"
memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Dengan
peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari
belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan
dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk
pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai, itu
berarti tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala
yang ada termasuk manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.3
Orang bijak menagatakan:
Barang siapa yang menyambah Allah bukan subtansinya, itu
sama dengan kafir.
Barang siapa yang menyembah Allah dan subtansinya, itu
adalah syirik.
Barang siapa yang menyembah Allah, melainkan subtansinya
itu tauhid yang sejati.
2 Azhari Ahmad Tarigan, ―Islam Mazhab HMI‖, 2007, hlm. 42
3 Ibid. hlm. 20
3
Surat An-Naml Ayat 9
“Wahai Musa, sesungguhnya Akulah Allah Yang Maha Kuasa, lagi
Maha Bijaksana.”
Surat Al-Ikhlas;
(4) ) 3) ) 2) ) 1)
1). Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
2.2. Pengertian-pengertian Dasar Tentang Kemanusiaan
Manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk yang
tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat
manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau
kegiatan yang ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan
sebagai sifat-sifat dan kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki
manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah membuat manusia berkeinginan suci
dan secara kodrati cenderung kepada kebenaran (Hanief).4
Dalam kenyataan historis, perjuangan memperoleh dan
memperjuangkan harkat dan martabat kemanusiaan merupakan ciri
dominan deretan pengaalaman hidup manusia sebagai makhluk sosial.
Sebab dalam kenayataan, manusia lebih banyak mengalami
kehilangan fitrah dan kebahagiaan daripada sebalikny. Dan dari sudut
pengihatan inilah kita juga dapat menafsirkan kedatangan rasul-rasul
dan nabi-nabi, yaitu untuk memimpin umat manusia melawan
kejatuhannya sendiri dan mengemansipasi harkat dan martabatnya
dari kejatuhan itu.
4 Ibid, hlm. 28
4
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”(QS.
Al-Baqarah: 30)
Kejatuhan manusia itu terlambangkan dalam terusirnya Adam
dan Hawa dari surga (hubuth, jatuh, turun) karena melanggar laragan
Tuhan. Adam dan Hawa terangkat (teremansipasi) hanya setelah
menerima pengajaran Tuhan dan bertaubat, yaitu pengajaran tentang
beriman dan beramal saleh.5
Seperti menurut Dr. M. Ratib an-Nabulsi (2010 : 75)
mengatakan bahwa Di dalam ruang pikiran dan ke dalam nurani,
Allah menciptakan sesuatu yang dengannya Anda bisa mengetahui
akhlak terpuji dan akhlak tercela. Sesuatu inilah yang menjadikan
manusia menganggap buruk perbuatan buruk lalu menghindarinya,
dan menganggap baik perbuatan baik sehingga mersa nyaman
dengannya. Pada gilirannya, ia memuji pelaku kebaikan dan mencela
pelaku keburukan.6
”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Surat Az-Zariyat: 56)‖
Pada dasarnya manusia memiliki kekhususan dalam
penciptannya, Allah meletakkan diri-Nya dalam nurani manusia
sehingga tidak apapun yang bisa masuk dalam ruang itu, sehingga
dalam diri manusia mempunyai nurani yang bersih dan benar. Seperti
dalam Firman Allah Surat Ar-rum ayat 30 :
5 Nurcholish Madjid, ―Islam Doktrin Peradaban‖, 2015, hlm. 94
6 M. Ratib an-Nabulsi, ―7 Pilar Kehidupan‖, 2010, hlm. 75
5
Artinya :“Maka hadapkanlah wajahmu lurus kepada gama Allah,
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.”
Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam
fitrahnya dan menjadi manusia sejati (insan kamil). Hidup fitrah ialah
bekerja secara ikhlas yang memancar dari hati nurani yang hanief atau
suci.7 Hal tersebut terjadi karena manusia diberi akal dan hawa nafsu
sebagai penguji mana yang paling baik perbuatanya.
2.3. Kemerdekaan Manusia (ikhtiar) dan Keharusan Universal (Taqdir)
Apakah manusia memiliki kebebasan yang disebut
kemerdekaan dalam mewujudkan keinginan dan perbuatannya atau
tidak, sebagai upaya menjemput takdirnya.
Dr. M. Ratib an-Nabulsi mengatakan bahwa hal terpenting di
dalam agama adalah akidah. Bila akidah benar maka benar pula amal
perbuatannya, dan bila amal perbuatan benar maka akan sampai pada
cita-citanya. Tidak ada satupun akidah yang rusak kecuali ia
melumpuhkan gerak manusia secara total dan menjadikannya duduk
berpangku tangan, pasrah terhadap masa depan kelam yang
menantinya.8 Aqidah adalah modal dan pondasi dasar manusia untuk
berjuang dan berkeyakinan agar kehidupan manusia lebih terarah.
Berbicara mengenai takdir, Drs. Azhari Akmal Tarigan
menjelaskan makna kata takdir (taqdir) yang berasal dari kata qaddara
yang berarti mengukur, member, kadar atau ukuran. Jika dikatakan
bahwa Allah telah menakdirkan seseuatu, harus dipahami dalam
makna Allah telah menetapkan ukuran, kadar, batas tertentu terhadap
sesuatu itu.9
7 Hasil-hasil Kongres HMI XXIX, op cit, hlm. 146
8 M. Ratib an-nabulsi, op cit, hlm. 185
9 Azhari Akmal Tarigan, ―Islam Mazhab HMI‖, 2007, hlm. 114
6
Kehidupan manusia mengenal dua aspek, yaitu yang temporer
berupa kehidupan sekarang di dunia, dan yang abadi (eternal) berupa
kehidupan kelak sesudah mati di akhirat. Dalam hal ini manusia
mempunyai kebebasan memilih termasuk beban yang telah
diamanahkan. Hal ini berkaitan erat dengan manusia yang dilahirkan
sebagai individu yang mempunyai hak asasi kemerdekaannya. Tetapi
manusia hidup sebagai makhluk social dalam suatu bentuk hubungan
tertantu baik dengan alam maupun manusia sekitarnya. Dari segi ini
manusia adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu
kesatuan.
ََ وزُ ََ نُْي ْْ ُُ لََوَ لٌ ْدعَ بهَ نْمِ ُذخَ ؤْ ُي لََوَ ٌةعَ بَفشَ بهَ نْمِ مُ َبقُْي لََوَ بًئيْشَ سٍ فَْن نْ عَ سٌ فْنَ يزِ جْ َت لََ بمً ىَْي اىُقَّتاوَ
Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu)
seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan
(begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan
tidaklah mereka akan ditolong.(QS. Al-Baqarah: 48)
Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan
sebagai individu dalam konteks hidup ditengah alam raya dan
masyarakatnya tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja
merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu
kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum
yang pasti dan tetap menguasai alam hokum yang tidak tunduk dan
tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu
mengakibatkan adanya "keharusan universal" atau "kepastian
umum" dan ―takdir”. 10
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu
kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
10 Hasil-hasil Kongres XXIX, ―Nilai-nilai Dasar Perjuangan‖, 2016, hlm. 148
7
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.(QS. Surat Ar-Ra’d: 11)
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
(QS. Al-Hadid: 23)
2.4. Ketuhanan Yang Maha Esa dan Prikemanusiaan
Telah jelas bahwa hubungan yang benar antara individu
manusia dengan dunia sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab
penyerahan meniadakan kemerdekaan dan keikhklasan dan
kemanusiaan. Tetapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup merdeka
dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun
tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun
manusia merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Karena
menjadikan sesuatu sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-
Nya.11
Dalam kajian keagamaan yang bersifat historis-kritis
kebenaran mutlak itu "Tuhan", sebagaimana yang telah uraian Bab I,
Tuhan itu menyatakan diri kepada manusia sebagai Allah (27:9).
Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pencaaian yang maha
benar adalah pada hakikatnya Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh sebab itu seseorang manusia merdeka ialah yang ber-
ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan tiada lain adalah kegiatan yang
dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan YME, yaitu
kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau "ridho"
11 Ibid, hlm. 38
8
daripada-Nya. Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya
kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya tujuan kepada
Tuhan semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup
dilakukan hanyalah karena nilai kebenaran itu yang terkandung
didalamnya guna mendapat pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak.
Dan hanya pekerjaan "karena Allah" itulah yang bakal memberikan
rewarding bagi kemanusiaan (92:19-21).12
Iman (bahasa Yunani: πίστιν— pisti) adalah rasa percaya
kepada Tuhan. Iman sering dimaknai "percaya" (kata sifat) dan tidak
jarang juga diartikan sebagai kepercayaan (kata benda). Menurut
Alkitab "Iman‖ adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan
dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibrani 11:1).
Dalam maknanya yang lengkap kata ―iman berasal dari akar kata
yang sama dengan perkataan ―aman (Arab: ,yakni kesejahteraan
dan kesentosaan) dan ―amanat (Arab: , yakni keadaan bisa
dipercaya atau diandalkan [Inggris: trust-worthiness], lawan dari
khianat). Karena itu ―imanl yang membawa rasa ―aman dan
membuat orang mempunyai ―amanat itu tentu lebih daripada hanya
―percaya.
Maka menengahi antara iman dan amal-perbuatan yang
konkret itu ialah ibadat-ibadat. Dalam ibadat, seorang hamba Tuhan
atau „abd-u „l-Lâh merasakan kehampiran spiritual kepada Khâliq-
nya. Kecenderung bahwa rasa keagamaan harus selalu berdimensi
esoteris, dengan penegasan bahwa setiap tingkah laku eksoteris
[lahiriah] absah hanya jika menghantar seseorang kepada pengalaman
esoteris [batiniah] ini, pedekatan secara keruhanian ini dapat disebut
sebagai inti rasa keagamaan atau relijiusitas.
Tetapi, di samping makna intrinsiknya, ibadat juga mengan-
dung makna instrumental, karena ia bisa dilihat sebagai usaha
pendidikan pribadi dan kelompok (jamâ„ah) ke arah komitmen atau
pengikatan batin kepada tingkah laku bermoral. Asumsinya, melalui
12 Hasil-hasil Kongres XXIX, ―Nilai-nilai Dasar Perjuangan‖, 2016, hlm. 148
9
Description:pemikiran dan pemahamannya terhadap Islam sehingga muncullah NDP ini. dicapai oleh organisasi HMI dalam memperjuangkan asas, tujuan, usaha, . 185. 9 Azhari Akmal Tarigan, ―Islam Mazhab HMI‖, 2007, hlm. 114 .. hubungan ekonomiyang didasrkan pada prisp-prinsp etika, prinsip-.