Table Of ContentKRITIK PARA ULAMA TERHADAP KONSEP
TEOLOGI IBN ‘ARABÎ
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Oleh:
Arrazy Hasyim
NIM: 104033101047
PROGRAM STUDI AKIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
1430 H./2009 M.
KRITIK PARA ULAMA TERHADAP KONSEP
TEOLOGI IBN ‘ARABÎ
Skripsi
Diajukan ke Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Oleh:
Arrazy Hasyim
NIM: 104033101047
Pembimbing:
Drs. Nanang Tahqiq, MA.
PROGRAM STUDI AKIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
1430 H./2009 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KRITIK PARA ULAMA TERHADAP KONSEP
TEOLOGI IBN ‘ARABÎ telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Maret 2009.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Filsafat
Islam (S.Fil.I.) pada Program Studi Aqidah Filsafat.
Jakarta, 6 Maret 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Dr. M. Amin Nurdin, M.A. Drs. Ramlan A., M.Ag.
NIP: 150232919 NIP: 150254185
Anggota,
Dr. Syamsuri, M.A. Drs. Agus Darmaji, M.Fils.
NIP: 150240089 NIP: 150262447
Drs. Nanang Tahqiq, M.A.
NIP: 150248753
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 23 Februari 2009
Arrazy Hasyim
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
a : ا
b : ب
t : ت
ts : ث
j : ج
h : ح
kh : خ
d : د
dz : ذ
r : ر
z : ز
s : س
sy : ش
sh : ص
dh : ض
th : ط
zh : ظ
‘ : ع
gh : غ
f : ف
q : ق
k : ك
l : ل
m : م
n : ن
w : و
h : ـه
’ : ء
y : ي
â : ــَ
û : $ـُـî : "ـِـ
ABSTRAK
Ibn ‘Arabî merupakan sosok yang multi dimensi. Selain seorang sufi, ia adalah
seorang teolog ulung. Hal ini menjadikan perhatian menarik para ulama semasa dan
setelahnya. Namun memang tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat ungkapan-ungkapan
yang rumit dalam karangan Ibn ‘Arabi. Hal ini menjadi sumber permasalahan yang
melahirkan kecaman dari sebagian ulama Sunnî. Kecaman tersebut berujung kepada
penolakan status keislaman Ibn ‘Arabî. Ia dianggap telah melenceng dari ajaran Islam.
Bahkan muncul wacana mengafirkan siapa saja yang skeptis terhadap status kekafiran
Ibn ‘Arabî. Tokoh terdepan dalam hal ini adalah Ibn Taymiyyah dan al-Baqâ‘î.
Di samping itu, juga terdapat pembelaan dari ulama Sunnî yang lain terhadap
ajaran Ibn ‘Arabî. Ia diyakini sebagai tokoh sufi yang agung, wali yang mulia, imam
yang akbar. Wacana pembelaan tersebut sangat kental pada al-Sya‘rânî dan ‘Abd al-
Ghanî al-Nabilûsî.
Beberapa tema yang menjadi objek kritikan Ibn Taymiyyah adalah tuduhan
bahwa Ibn ‘Arabî berakidah wahdah al-wujûd, ittihâd dan hulûl. Para pengritik
cenderung menyamakan dan mengalamatkan tiga term ini kepada Ibn ‘Arabî
sekaligus. Selain itu, Ibn ‘Arabi dituduh berkeyakinan meyakini keislaman Fir‘awn
ketika tenggelam. Bahkan ia dituduh menegasikan keberadaan wali setelahnya dan
derajat kewalian lebih tinggi daripada kenabian. Tetapi ungkapan-ungkapan Ibn
‘Arabî yang menjadi patokan para pengritik dalam mengafirkannya sering disebabkan
karena misunderstanding yang berlebihan. Hal ini dikarenakan para pengritik, seperti
Ibn Taymiyyah sering mengabaikan konteks pembicaraan Ibn ‘Arabî dalam menulis
suatu ungkapan. Atau faktor lain, seperti ketidakpahaman terhadap terminologi yang
digunakan Ibn ‘Arabî. Sebagai contoh, ketika Ibn ‘Arabî mengatakan bahwa Allah
adalah Haqq, sedangkan hamba juga haqq. Ibn Taymiyyah mengabaikan konteks
"keheranan" atau maqâm hayrah pada ungkapan Ibn ‘Arabî tersebut, sehingga
melahirkan kecaman yang tidak layak bersumber dari seorang tokoh intelektual
Muslim terkenal itu.
Selain membahas kritikan para ulama mengenainya, skripsi ini juga akan
menampilkan beberapa teks-teks Ibn ‘Arabi yang dianggap kontroversial, terutama
mengenai ittihâd dan keimanan Fir‘awn. Di samping itu, teks-teks Ibn ‘Arabi
memang membuka celah untuk menjadi objek perdebatan. Hal ini dikarenakan ada
beberapa ungkapan yang kontroversial dalam tema tertentu. Penulis juga akan
mengemukakan kelemahan-kelemahan para pengritik dengan melakukan komparasi
teks-teks Ibn ‘Arabi.
DAFTAR ISI
i LEMBAR PERSETUJUAN
ii LEMBAR PERNYATAAN
iii LEMBAR PENGESAHAN
iv TRANSLITERASI ARAB-LATIN
v ABSTRAK
vi KATA PENGANTAR
viii DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN BAB I
A. Latar belakang penulisan 1
B. Rumusan dan batasan masalah 6
C. Manfaat penelitian 7
D. Kajian kepustakaan 8
E. Metode penelitian 11
F. Sistematika penulisan 12
14 BAB II BIOGRAFI IBN ‘ARABÎ SEBAGAI SEORANG TEOLOG
14 Perkembangan Intelektual A.
28 Karya Tulis Intelektual B.
32 BAB III TEOLOGI IBN ‘ARABÎ
32 Pengertian Teologi atau Ilmu Kalâm A.
33 Ruang Lingkup Ilmu Kalâm B.
35 Gagasan Hierarki Teologi C.
40 1. Akidah Awam
46 2. Akidah Ahl Al-Rusûm
53 3. Akidah Al-Ikhtishâsh
62 BAB IV STATUS TEOLOGI IBN ‘ARABÎ
A. Perdebatan mengenai Status Teologi Ibn ‘Arabî 62
B. Tuduhan Akidah Ittihâd dan Hulûl terhadap Ibn ‘Arabî 67
73 BAB V KRITIK TEOLOGIS TERHADAP IBN ‘ARABÎ
A. Kritik Ibn Taymiyyah terhadap Status Keimanan Fir‘Awn dalam
Pandangan Ibn ‘Arabî 73
B. Kontroversi Teks Karya Ibn ‘Arabî mengenai Keimanan
Fir‘Awn 75
C. Kritik terhadap Pandangan Ibn ‘Arabî tentang Kenabian dan
Kewalian 84
1. Maqâm Nubuwwah antara Teologis dan Sufistik 86
2. Kritik Ibn Taymiyyah Sebagai Sebuah Kekeliruan 91
97 PENUTUP BAB V
97 Kesimpulan dan Saran
102 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Setengah abad setelah Ibn ‘Arabî wafat, muncul Ibn Taymiyyah
memperdebatkan status teologi yang dianutnya. Namun ironis, tidak ditemui seorang
ulama pun yang melakukan hal serupa di masa hidup Ibn ‘Arabî. Ini dikarenakan
banyak tokoh-tokoh besar semasa dengannya, seperti Fakhr al-Dîn al-Râzî dan Abû
Hafsh al-Suhrawardî (bukan al-Maqtûl) tidak pernah mengritisi Ibn ‘Arabî.
Akan tetapi, Ibn Taymiyyah memulai kritikan terhadap Ibn ‘Arabî dari
pelbagai aspek teologis. Dalam mengritisi Ibn ‘Arabî, Ibn Taymiyyah dengan tegas
mengategorikannya sebagai kafir, zindiq, ilhâd (ateis) dan kata-kata lain yang
dialamatkan kepada para penyeleweng dari jalan kebenaran.
Aspek teologis yang menjadi sasaran kritikan Ibn Taymiyyah meliputi
masalah eksistensi Tuhan dan hamba, status keimanan Fir‘awn, kenabian, dan
kewalian. Kritikan tersebut banyak diungkapkan Ibn Taymiyyah dalam al-Majmû‘ al-
Fatâwâ dan risalah khusus yang berjudul Jâmi‘ al-Rasâ’il fî Radd ‘alâ Ibn ‘Arabî.
Dari kritikan tersebut, Ibn Taymiyyah melahirkan istilah baru dalam
pemikiran teologis Ibn ‘Arabî. Ia dengan tegas menyatakan bahwa Ibn ‘Arabî
menganut paham wahdah al-wujûd (kesatuan wujud),1 walaupun istilah ini tidak
pernah ditemui sebelumnya dalam literatur Ibn ‘Arabî. Hal ini sebagaimana diakui
William C. Chittick bahwa Ibn ‘Arabî sendiri tidak pernah menggunakan kata
1 Ibn Taymiyyah, al-Majmû‘ al-Fatâwâ, (Riyâdh: Majma‘ al-Malik Fahd, 1995), v. 2, h. 64.
tersebut.2 Namun, konklusi yang diperoleh oleh Ibn Taymiyyah mampu membakukan
istilah tersebut, sehingga menjadi populer pada generasi setelahnya sampai sekarang.
Di samping itu, Ibn Taymiyyah lebih cenderung menyamakan status
pemikiran wahdah al-wujûd Ibn ‘Arabî dengan hulul dan ittihâd. Oleh karena itu, Ibn
‘Arabî dan tokoh tasawuf falsafi lain dianggap sebagai penganut ateisme (ahl al-
ilhâd). Sikap penyamaan wahdah al-wujûd ini juga diikuti oleh Ibn al-Qayyim. Ia
menegaskan bahwa kelompok penganut itthâd merupakan kaum sufi yang berpaham
wahdah al-wujûd.3 Menurut Ibn al-Qayyim, paham ini berpandangan bahwa Tuhan
tidak berbeda dan tidak terpisah dari alam ini. Pandangan ini, ungkap Ibn al-Qayyim,
merupakan perkataan manusia yang paling kufur.4
Selain itu, Ibn Taymiyyah menuduh Ibn ‘Arabî berkeyakinan bahwa martabat
kewalian lebih tinggi daripada kenabian.5 Bahkan, ketika pengikut Ibn ‘Arabî
memberikan interpretasi bahwa ia hanya meyakini kewalian seorang nabi lebih utama
daripada martabat kenabiannya atau interpretasi lain yang senada, namun Ibn
Taymiyyah tetap saja menganggap hal tersebut sebagai kejahilan yang berlebihan.6
Sisi lain yang menjadi objek kritikan keras dari Ibn Taymiyyah terhadap Ibn
‘Arabî adalah mengenai status keimanan Fir‘awn. Dalam hal ini, Ibn Taymiyyah
menegaskan bahwa siapa saja yang tawaqquf (tidak berpendirian) terhadap status
kafir Fir‘awn, maka ia mesti diistitâbah (diadili agar bertobat), jika tidak bertobat
maka wajib dihukum mati. Apalagi terhadap Ibn ‘Arabî yang berkeyakinan bahwa
Fir‘awn mati dalam kadaan beriman.7
2 William C. Chittick, The Sufi Path of Sufi, (New York: State University of New York Press,
1989), h. 78.
3 Ibn al-Qayyim, al-Shawâ‘iq al-Muharriqah, (Riyâdh: Dâr al-‘Âshimah, 1998), v. 2 h. 791.
4 Ibn al-Qayyim, al-Shawâ‘iq, v. 1 h. 294.
5 Ibn Taymiyyah, Minhâj al-Sunnah, (Kairo: Muassasah Qurthûbah, 1406), v. 5 h. 335.
6 Ibn Taymiyyah, al-Majmû‘ al-Fatâwâ, v. 4 h. 171.
7 Ibn Taymiyyah, Jâmi‘ al-Rasâ`il fi Radd ‘alâ Ibn ‘Arabî, (Kairo: Maktabah al-Turâts al-
Islâmî, t.t.), h. 204.
Description:Diajukan ke Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Maret 2009. با ﺹو ﺹ ا ﺏ.