Table Of ContentJurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
Keragaan Fenotipe Berdasarkan Karakter Agronomi Pada Generasi F
2
Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max L. Merril.)
The Phenotypic Diversity Based on Agronomic Character of Soybean Varieties
in the F Generation
2
Dini Rizkita Pulungan, Diana Sofia Hanafiah*, Revandy I. M. Damanik
Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU, Medan, 20155.
*Corresponding author: [email protected]
ABSTRACT
The research was purposed to find the phenotypic diversity based on agronomic
character and maternal inheritance of the female elders in reciprocal crosses of
soybean varieties in the F generation. This research was held at experiment field
2
Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara, Medan was began from June
until September 2015 with genotypes crossing between V1 : Anjasmoro, V2 :
Detam II, V3 : Grobogan as parent with four crossing combination G1 :
Anjasmoro x Detam II, G2 : Detam II x Anjasmoro, G3 : Detam II x Grobogan,
G4 : Grobogan x Detam II. The result were analyzed with t-test, Normal Curve,
and Heritability. The parameters observed were the days of flowering, plant
height, number of primer branches, harvesting time, number of pods one seed,
number of pods two seed, number of pods three seed, number of pods, number of
empty pods, number of seed pods one, number of seed pods two, number of seed
pods three, seed weight, 100-seed weight. The result F and female elders t-test
2
showed that the genotype crossed between G1, G2, G3, and G4 significantly
different for number of primer branches, harvesting time, number of pods one
seed, number of pods three seed, number of pods, number of seed pods one,
number of seed pods three, number of seeds, and seed weight. The result F and F
1 2
t-test showed that significantly different for the days of flowering, number of
primer branches, harvesting time, number of pods two seed, number of pods three
seed, number of pods, number of seed pods two, number of seed pods three,
number of seeds, seed weight, and 100-seed weight. The frequency distribution of
agronomic character showed no normal distribution curve that means the highest
segregation occurs at F .
2
Keywords: agronomic character, F generations, soybean.
2
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaan fenotipe berdasarkan karakter
agronomi dan pewarisan maternal dari tetua betina pada persilangan resiprokal
generasi F beberapa varietas kedelai. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan
2
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, dimulai Juni 2015 sampai
September 2015 menggunakan hasil persilangan kombinasi antara varietas V1 :
Anjasmoro, V2 : Detam II, V3 : Grobogan sebagai tetua dengan empat kombinasi
persilangan G1 : Anjasmoro x Detam II, G2 : Detam II x Anjasmoro, G3 : Detam
II x Grobogan, G4 : Grobogan x Detam II dengan uji t. Data dianalisis dengan Uji
Sebaran Normalitas dan Heritabilitas. Parameter diamati adalah umur berbunga,
2090
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
tinggi tanaman, jumlah cabang primer, umur panen, jumlah polong berbiji 1,
jumlah polong berbiji 2, jumlah polong berbiji 3, jumlah polong berisi per
tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, jumlah biji polong berbiji 1, jumlah
biji polong berbiji 2, jumlah biji polong berbiji 3, jumlah biji per tanaman, bobot
biji per tanaman dan bobot 100 biji. Hasil uji t F dan tetua betina menunjukkan
2
genotipe persilangan G1, G2, G3, dan G4 berbeda nyata terhadap jumlah cabang
primer, umur panen, jumlah polong berbiji 1, jumlah polong berbiji 3, jumlah polong
berisi per tanaman, jumlah biji polong berisi 1, jumlah biji polong berisi 3, jumlah biji per
tanaman, dan bobot biji per tanaman.. Uji t F dan F menunjukkan berbeda nyata
1 2
terhadap umur berbunga, jumlah cabang primer, umur panen, jumlah polong berbiji 2,
jumlah polong berbiji 3, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah biji polong berisi 2,
jumlah biji polong berisi 3, jumlah biji per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot
100 biji. Sebaran frekuensi karakter agronomis menunjukkan kurva tidak
berdistribusi normal karena segregasi tertinggi terjadi pada F .
2
Kata Kunci : karakter agronomi, generasi F , kedelai.
2
PENDAHULUAN Penurunan produksi menurut
pendataan BPS, terjadi karena luas
Kedelai (Glycine max (L.) panen tanaman kedelai pada tahun
Merill.) merupakan komoditi yang 2010 tercatat 660.823 hektar
memiliki nilai komersil dan prospek berkurang menjadi 631.425 hektar
yang baik untuk dikembangkan pada 2011. Sementara produksi
karena sangat dibutuhkan oleh kedelai Sumatera Utara tahun 2012
penduduk Indonesia sebagai sumber sebesar 843,15 ribu ton biji kering,
protein nabati. Standar protein yang turun 8,3 ribu ton atau 0,96 % dari
dibutuhkan penduduk Indonesia per produksi tahun 2011. Produksi
hari adalah 46 g protein per orang kedelai pada tahun 2013 diperkirakan
dan baru bisa terpenuhi sekitar 37-39 847,16 ribu ton biji kering atau
g. Biji kedelai mengandung protein mengalami peningkatan sebesar 4,00
(34,9 g), lemak (18,1 g), karbohidrat ribu ton (0,47 %) dibandingkan tahun
(34,8 g), Ca (227 mg), P (585 mg), 2012. Peningkatan produksi ini
Fe (8,0 mg), vitamin A dan thiamine diperkirakan terjadi karena kenaikan
dalam 100 g (Zahrah, 2011). luas panen seluas 3,94 ribu hektar
Kebutuhan kedelai setiap (0,69 %) meskipun produktivitas
tahun terus meningkat seiring dengan diperkirakan mengalami penurunan
pertambahan penduduk dan sebesar 3 ton/ha (0,20 %)
perbaikan pendapatan perkapita. (BPS, 2014).
Oleh karena itu, diperlukan suplai Produktivitas dapat
kedelai tambahan yang harus diimpor ditingkatkan dengan penggunaan
karena produksi dalam negeri belum varietas unggul baru. Varietas unggul
dapat mencukupi kebutuhan tersebut. baru diharapkan dapat merubah
Lahan budidaya kedelai pun karakter-karakter morfologis dan
diperluas dan produktivitasnya hasil pada populasi dasar. Untuk
ditingkatkan. Untuk pencapaian mendapatkan varietas unggul baru
usaha tersebut, diperlukan dilakukan dengan cara persilangan
pengenalan mengenai tanaman buatan antara varietas yang telah ada
kedelai yang lebih mendalam sebelumnya (Alia dan Wilia, 2010).
(Irwan, 2006).
2091
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
Berdasarkan uraian diatas, G1 = ♀Anjasmoro x ♂Detam II
penulis tertarik untuk melakukan G2 = ♀Detam II x ♂Anjasmoro
penelitian mengenai keragaan G3 = ♀Detam II x ♂Grobogan
fenotipe berdasarkan karakter G4 = ♀Grobogan x ♂Detam II
agronomi pada generasi F benih Sebaran frekuensi populasi F
2 2
kedelai varietas Anjasmoro, Detam pada masing-masing kelompok dan
II, dan Grobogan untuk mendapatkan total populasi F akan diuji untuk
2
nilai heritabilitas tinggi. masing-masing karakter dengan
Penelitian bertujuan untuk menggunakan uji kenormalan
mengetahui keragaan fenotipe Shapiro-Wilk serta dibandingkan
berdasarkan karakter agronomi pada dengan nilai tengah kedua tetuanya.
generasi F beberapa varietas kedelai Nilai ragam dan nilai tengah kedua
2
dan untuk mengetahui pewarisan tetua dibandingkan dengan
maternal dari tetua betina pada menggunakan uji t pad taraf 5 %.
persilangan resiprokal generasi F Pengujian menggunakan perangkat
2
beberapa varietas kedelai. lunak statistika Microsoft Excel dan
MINITAB versi 16.1.1.0.
BAHAN DAN METODE Uji t untuk varian yang
berbeda (unequal variance)
Penelitian dilaksanakan di menggunakan rumus Separated
lahan penelitian Fakultas Pertanian Varians (Walpole, 1995) :
Universitas Sumatera Utara, Medan
dengan ketinggian tempat ± 25 m
diatas permukaan laut. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni sampai t. hitung =
dengan September 2015. Bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah
Keterangan :
benih kedelai F2 Resiprokal varietas S 2 = ragam F
1 1
Anjasmoro, Detam II dan Grobogan S 2 = ragam F
2 2
sebagai tetua, topsoil sebagai media
n = jumlah individu F
1 1
tanam, pupuk urea, TSP dan KCl
n = jumlah individu F
2 2
untuk pemupukan dasar, fungisida
= rata-rata F
1
untuk mengendalikan jamur,
= rata-rata F
2
insektisida untuk mengendalikan
Rumus kemiringan
hama, air untuk menyiram tanaman,
(skewness) untuk mengetahui derajat
dan label untuk memberi tanda pada
taksimetri sebuah model
perlakuan. Alat yang digunakan
(Sudjana, 2002) :
dalam penelitian ini adalah meteran,
pacak, timbangan, gembor dan
spidol/pensil.
Penelitian ini menggunakan
hasil persilangan kombinasi antara
Keterangan : = rata-rata
varietas Anjasmoro, Detam II, dan
s = simpangan baku
Grobogan sebagai tetua, V1 =
Salah satu ukuran kurtosis
Anjasmoro, V2 = Detam II, dan V3 =
ialah koefisien kurtosis, diberi
Grobogan. Pada penelitian ini
simbol a , ditentukan oleh rumus
menggunakan empat kombinasi 4
(Sudjana, 2002) :
persilangan sebagai berikut :
2092
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
Kurtosis < 3 bentuk grafik sebaran
= karakter dikendalikan oleh
Keterangan : = koefisien kurtosis
platykurtik banyak gen
= momen F2 Kurtosis > 3 bentuk grafik sebaran
= s2 = ragam F = karakter dikendalikan oleh
2
Pendugaan nilai ragam leptokurtik sedikit gen.
lingkungan menggunakan formula Pelaksanaan penelitian
yang dijelaskan oleh Mahmud dan dimulai dari seleksi benih yang
Kramer (1951), yaitu akar pangkat digunakan adalah benih F2 dari hasil
dua dari perkalian kedua ragam tetua. persilangan beberapa varietas kedelai
Ragam genetik populasi diperoleh dan benih yang memiliki bentuk dan
dengan mengurangi ragam total ukuran yang terbaik serta bebas dari
populasi F dengan ragam bibit penyakit. Areal yang
2
lingkungan. dibutuhkan untuk penelitian terlebih
dahulu diukur sesuai dengan
σ2e = σ2P x σ2P kebutuhan, lalu dibersihkan gulma-
1 2
σ2g = σ2p - σ2e gulma yang ada. Kemudian dibentuk
Nilai heritabilitas arti luas parit sebagai drainase aerasi pada
dihitung sebagai perbandingan nilai lahan. Jarak antar plot 50 cm dan
ragam genetik dan ragam total jarak antar blok 50 cm. Penanaman
populasi F (Allard, 1960). dilakukan dengan membuat lubang
2
h2 = σ2g / σ2p tanam pada areal tanam dengan
Keterangan : kedalaman ± 2 cm, kemudian
σ2p = Ragam fenotipe dimasukkan 1 benih per areal tanam
σ2g = Ragam genotype dan kemudian ditutup kembali
σ2e = Ragam lingkungan dengan tanah. Jarak tanam 40 cm x
Kriteria nilai heritabilitas 20 cm. Setiap baris terdiri dari 20
dalam arti luas mengikuti tanaman masing-masing tetua terdiri
Masnenah, et al. (1997) dengan dari tiga baris, sedangkan generasi F2
ketentuan sebagai berikut: terdiri dari 29 baris untuk
H < 0,20 = Heritablitas rendah persilangan Anjasmoro dan Detam
H 0,20<H<0,50 = Heritabilitas II, 13 baris untuk persilangan Detam
sedang II dan Anjasmoro, 17 baris untuk
H > 0,50 = Heritabilitas tinggi persilangan Detam II dan Grobogan,
Menurut Roy (2000), apabila dan 26 baris untuk persilangan
nilai skewness dan kurtosis yang Grobogan dan Detam II. Pemupukan
diperoleh : dilakukan pada saat penanaman
Skewness = 0 sebaran normal = aksi sesuai dosis anjuran kebutuhan
gen aditif pupuk kedelai yaitu 100 kg urea/ha
Skewness < 0 terdapat kemenjuluran (0,625 g/polybag), 200 kg TSP/ha
= aksi gen aditif dengan atau sebaran (1,25 g/polybag) dan 100 kg KCl/ha
tidak normal pengaruh epistasis (0,625 g/polybag).
duplikat Pemeliharaan tanaman
Skewness > 0 = aksi gen aditif meliputi penyiraman dilakukan
dengan pengaruh epistasis setiap hari pada pagi atau sore hari
komplementer hingga tanah dalam keadaan
Kurtosis =3bentuk grafik mesokurtik kapasitas lapang dan disesuaikan
dengan kondisi tanah. Penyiangan
2093
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
gulma dilakukan secara manual dengan menggunakan Dhitane M-
dengan mencabut gulma yang ada 45 dengan dosis 2 cc/liter.
didalam areal tanam untuk Pengendalian disesuaikan dengan
menghindari persaingan dalam kondisi di lapangan. Panen dilakukan
mendapatkan unsur hara dari dalam dengan cara memetik polong satu
tanah. Penyiangan dilakukan sesuai persatu dengan menggunakan tangan.
dengan kondisi di lapangan. Kriteria panen kedelai ditandai
Pengendalian hama dilakukan jika dengan kulit polong sudah berwarna
terjadi serangan, dengan kuning kecoklatan sebanyak 95%
menyemprotkan Decis 2,5 EC dan daun sudah berguguran tetapi
dengan konsentrasi 2 cc/liter air. bukan karena adanya serangan hama
Sedangkan pengendalian penyakit dan penyakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji t F dan Tetua Betina
2
Tabel 1. Uji t hasil persilangan G1 (Anjasmoro x Detam II) terhadap tetua betina.
Rataan
Parameter Tetua Betina t-value
F
2 (Anjasmoro)
Umur Berbunga (hari) 30.58 30.40 1.10tn
Tinggi Tanaman (cm) 68.74 58.88 1.89tn
Jumlah Cabang Primer (cabang) 3.75 3.07 2.23*
Umur Panen (hari) 96.25 87.73 0.77tn
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 18.92 12.33 2.22*
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 26.58 18.67 1.57tn
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 7.67 3.80 2.79*
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 53.17 34.80 2.25*
Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) 12.42 12.00 0.10tn
Jumlah Biji Polong Berisi 1 (biji) 18.92 12.33 2.22*
Jumlah Biji Polong Berisi 2 (biji) 53.17 37.33 1.57tn
Jumlah Biji Polong Berisi 3 (biji) 23.00 10.80 3.02*
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 95.08 60.47 2.33*
Bobot Biji per Tanaman (g) 14.87 8.83 3.03*
Bobot 100 Biji (g) 15.80 15.50 0.31tn
Hasil uji t pada hasil tanaman, dan bobot biji per tanaman.
persilangan G1 terhadap tetua betina Hal ini menunjukkan bahwa
menunjukkan perbedaan nyata karakter-karakter tersebut termasuk
terhadap karakter jumlah cabang dalam efek maternal karena ekspresi
primer, jumlah polong berbiji 1, karakter muncul dari genotipe tetua
jumlah polong berbiji 3, jumlah betinanya, bukan genotipenya
polong berisi per tanaman, jumlah sendiri. Efek maternal yang
biji polong berbiji 1, jumlah biji diteruskan hanya untuk satu generasi
polong berbiji 3, jumlah biji per karena dalam generasi berikutnya
2094
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
akan dibentuk berdasarkan genotipe bahwa pengaruh maternal ditentukan
induk betina yang baru. Hal ini oleh gen yang berada di inti sel tetua
sesuai dengan literatur Sobir dan betina.
Syukur (2015) yang menyatakan
Tabel 2. Uji t hasil persilangan G3 (Detam II x Grobogan) terhadap tetua betina.
Rataan
Parameter Tetua Betina t-value
F
2 (Detam II)
Umur Berbunga (hari) 30.88 30.55 2.31tn
Tinggi Tanaman (cm) 40.95 31.18 3.24tn
Jumlah Cabang Primer (cabang) 3.23 2.05 4.03*
Umur Panen (hari) 78.15 82.50 3.25*
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 8.19 5.90 1.85tn
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 13.94 9.75 2.54tn
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 8.17 4.70 2.87tn
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 30.37 20.35 3.02*
Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) 1.42 3.85 1.52tn
Jumlah Biji Polong Berisi 1 (biji) 8.19 5.90 1.85tn
Jumlah Biji Polong Berisi 2 (biji) 27.88 19.50 2.54*
Jumlah Biji Polong Berisi 3 (biji) 24.52 14.10 2.87*
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 60.83 39.50 3.07*
Bobot Biji per Tanaman (g) 12.13 8.20 2.64*
Bobot 100 Biji (g) 19.36 21.03 1.39tn
Hasil uji t pada hasil Syukur (2015) yang menyatakan
persilangan G3 (Detam II x bahwa pengaruh maternal ditentukan
Grobogan) terhadap tetua betina oleh gen yang berada di inti sel tetua
menunjukkan perbedaan nyata betina.
terhadap karakter jumlah cabang Hasil uji t pada hasil
primer, umur panen, jumlah polong persilangan G4 (Grobogan x Detam
berisi per tanaman, jumlah biji II) terhadap tetua betina
polong berbiji 2, jumlah biji polong menunjukkan perbedaan nyata
berbiji 3, jumlah biji per tanaman, terhadap karakter jumlah polong
dan bobot biji per tanaman. Hal ini berbiji 1, jumlah polong berbiji 3,
menunjukkan bahwa karakter- jumlah polong berisi per tanaman,
karakter tersebut termasuk dalam jumlah biji polong berbiji 1, jumlah
efek maternal karena ekspresi biji polong berbiji 3, dan jumlah biji
karakter muncul dari genotipe tetua per tanaman. Hal ini menunjukkan
betinanya, bukan genotipenya bahwa karakter-karakter tersebut
sendiri. Efek maternal yang termasuk dalam efek maternal karena
diteruskan hanya untuk satu generasi ekspresi karakter muncul dari
karena dalam generasi berikutnya genotipe tetua betinanya, bukan
akan dibentuk berdasarkan genotipe genotipenya sendiri. Efek maternal
induk betina yang baru. Hal ini yang diteruskan hanya untuk satu
sesuai dengan literatur Sobir dan generasi karena dalam generasi
2095
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
berikutnya akan dibentuk yang menyatakan bahwa pengaruh
berdasarkan genotipe induk betina maternal ditentukan oleh gen yang
yang baru. Hal ini sesuai dengan berada di inti sel tetua betina.
literatur Sobir dan Syukur (2015)
Tabel 3. Uji t hasil persilangan G4 (Grobogan x Detam II) terhadap tetua betina.
Rataan
Parameter Tetua Betina t-value
F
2 (Grobogan)
Umur Berbunga (hari) 30.47 30.40 0.39tn
Tinggi Tanaman (cm) 52.25 58.88 1.47tn
Jumlah Cabang Primer (cabang) 2.94 3.07 0.34tn
Umur Panen (hari) 92.41 87.73 2.45tn
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 22.24 12.33 3.06*
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 24.24 18.67 1.12tn
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 8.18 3.80 3.04*
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 54.76 34.80 2.25*
Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) 9.06 12.00 0.76tn
Jumlah Biji Polong Berisi 1 (biji) 22.24 12.33 3.06*
Jumlah Biji Polong Berisi 2 (biji) 48.47 37.33 1.12tn
Jumlah Biji Polong Berisi 3 (biji) 24.53 10.80 3.27*
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 95.71 60.47 2.25*
Bobot Biji per Tanaman (g) 12.35 8.83 1.78tn
Bobot 100 Biji (g) 13.15 15.50 2.58tn
Uji t F dan F
1 2
Hasil uji t pada hasil yang muncul merupakan karakter
persilangan G1 (Anjasmoro x Detam yang lebih baik dari tetuanya. Hal ini
II) keturunan F terhadap F sesuai dengan literatur Sobir dan
2 1
menunjukkan bahwa perbedaan Syukur (2015) yang menyatakan
nyata terjadi pada peubah amatan bahwa efek heterosis terjadi karena
umur berbunga. Hal ini menunjukkan adanya gen-gen dominan dan
bahwa populasi F terjadi kombinasi sebagian lagi oleh adanya gen
2
gen pembawa sifat unggul dari tetua overdominan.
betina dan jantan sehingga karakter
2096
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
Tabel 4. Uji t F dan F pada persilangan G1 (Anjasmoro x Detam II)
1 2
Rataan
Parameter t-value
F F
1 2
Umur Berbunga (hari) 36.60 30.58 22,69*
Tinggi Tanaman (cm) 22.60 68.74 10,63tn
Jumlah Cabang Primer (cabang) 5.02 3.75 0,43tn
Umur Panen (hari) 98.55 96.25 0,44tn
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 3.20 18.92 6,78tn
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 13.80 26.58 2,61tn
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 5.00 7.67 1,40tn
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 22.00 53.17 3,99tn
Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) 1.40 12.42 3,87tn
Jumlah Biji Polong Berisi 1 (biji) 3.20 18.92 6,78tn
Jumlah Biji Polong Berisi 2 (biji) 24.00 53.17 2,99tn
Jumlah Biji Polong Berisi 3 (biji) 14.00 23.00 1,53tn
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 41.20 95.08 3,42tn
Bobot Biji per Tanaman (g) 6.62 14.87 3,79tn
Bobot 100 Biji (g) 16.22 15.80 0,55tn
Tabel 5. Uji t F dan F pada persilangan G2 (Detam II x Anjasmoro)
1 2
Rataan
Parameter t-value
F F
1 2
Umur Berbunga (hari) 35.01 30.52 34,38*
Tinggi Tanaman (cm) 37.14 65.35 12,27tn
Jumlah Cabang Primer (cabang) 5.02 3.61 4,07*
Umur Panen (hari) 98.55 90.61 11,72*
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 5.78 10.15 4,18tn
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 47.13 11.59 9,79*
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 19.39 3.11 6,44*
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 72.28 24.87 8,91*
Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) 2.59 3.98 2,41tn
Jumlah Biji Polong Berisi 1 (biji) 5.78 10.15 4,18tn
Jumlah Biji Polong Berisi 2 (biji) 90.57 23.17 9,36*
Jumlah Biji Polong Berisi 3 (biji) 45.55 9.33 7,38*
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 141.91 42.74 9,21*
Bobot Biji per Tanaman (g) 20.92 7.53 7,69*
Bobot 100 Biji (g) 14.75 17.59 8,95tn
Hasil uji t pada hasil primer, umur panen, jumlah polong
persilangan G2 (Detam II x berbiji 2, jumlah polong berbiji 3,
Anjasmoro) keturunan F terhadap F jumlah polong berisi per tanaman,
2 1
menunjukkan bahwa perbedaan jumlah biji polong berbiji 2, jumlah
nyata terjadi pada peubah amatan biji polong berbiji 3, jumlah biji per
umur berbunga, jumlah cabang tanaman, dan bobot biji per tanaman.
2097
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
Hal ini menunjukkan bahwa populasi primer, umur panen, jumlah polong
F terjadi kombinasi gen pembawa berbiji 2, jumlah polong berbiji 3,
2
sifat unggul dari tetua betina dan jumlah polong berisi per tanaman,
jantan sehingga karakter yang jumlah biji polong berbiji 2, jumlah
muncul merupakan karakter yang biji polong berbiji 3, jumlah biji per
lebih baik dari tetuanya. Hal ini tanaman, dan bobot biji per tanaman.
sesuai dengan literatur Sobir dan Hal ini menunjukkan bahwa populasi
Syukur (2015) yang menyatakan F terjadi kombinasi gen pembawa
2
bahwa efek heterosis terjadi karena sifat unggul dari tetua betina dan
adanya gen-gen dominan dan jantan sehingga karakter yang
sebagian lagi oleh adanya gen muncul merupakan karakter yang
overdominan. lebih baik dari tetuanya. Hal ini
Hasil uji t pada hasil sesuai dengan literatur Sobir dan
persilangan G3 (Detam II x Syukur (2015) yang menyatakan
Grobogan) keturunan F terhadap F bahwa efek heterosis terjadi karena
2 1
menunjukkan bahwa perbedaan adanya gen-gen dominan dan
nyata terjadi pada peubah amatan sebagian lagi oleh adanya gen
umur berbunga, jumlah cabang overdominan.
Tabel 6. Uji t F dan F pada persilangan G3 (Detam II x Grobogan)
1 2
Rataan
Parameter t-value
F F
1 2
Umur Berbunga (hari) 37.05 30.88 38,53*
Tinggi Tanaman (cm) 27.68 40.95 6,75tn
Jumlah Cabang Primer (cabang) 4.82 3.23 3,96*
Umur Panen (hari) 104.82 78.15 23,06*
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 4.18 8.19 4,16tn
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 36.06 13.94 4,79*
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 18.23 8.17 2,98*
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 58.82 30.37 4,66*
Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) 1.12 1.42 0,74tn
Jumlah Biji Polong Berisi 1 (biji) 4.18 8.19 4,16tn
Jumlah Biji Polong Berisi 2 (biji) 65.47 27.88 4,25*
Jumlah Biji Polong Berisi 3 (biji) 44.47 24.52 2,52*
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 114.29 60.83 4,30*
Bobot Biji per Tanaman (g) 19.06 12.13 3,24*
Bobot 100 Biji (g) 16.82 19.36 5,50tn
Hasil uji t pada hasil jumlah biji polong berbiji 2, jumlah
persilangan G3 (Detam II x biji polong berbiji 3, jumlah biji per
Grobogan) keturunan F terhadap F tanaman, dan bobot biji per tanaman.
2 1
menunjukkan bahwa perbedaan Hal ini menunjukkan bahwa populasi
nyata terjadi pada peubah amatan F terjadi kombinasi gen pembawa
2
umur berbunga, jumlah cabang sifat unggul dari tetua betina dan
primer, umur panen, jumlah polong jantan sehingga karakter yang
berbiji 2, jumlah polong berbiji 3, muncul merupakan karakter yang
jumlah polong berisi per tanaman, lebih baik dari tetuanya. Hal ini
2098
Jurnal Agroekoteknologi . E-ISSN No. 2337- 6597
Vol.4. No.3, Juni 2016. (606) :2090 - 2103
sesuai dengan literatur Sobir dan Hal ini menunjukkan bahwa populasi
Syukur (2015) yang menyatakan F terjadi kombinasi gen pembawa
2
bahwa efek heterosis terjadi karena sifat unggul dari tetua betina dan
adanya gen-gen dominan dan jantan sehingga karakter yang
sebagian lagi oleh adanya gen muncul merupakan karakter yang
overdominan. lebih baik dari tetuanya. Hal ini
Hasil uji t pada hasil sesuai dengan literatur Sobir dan
persilangan G4 (Grobogan x Detam Syukur (2015) yang menyatakan
II) keturunan F terhadap F bahwa efek heterosis terjadi karena
2 1
menunjukkan bahwa perbedaan adanya gen-gen dominan dan
nyata terjadi pada peubah amatan sebagian lagi oleh adanya gen
umur berbunga dan bobot 100 biji. overdominan.
Tabel 7. Uji t F dan F pada persilangan G4 (Grobogan x Detam II)
1 2
Rataan
Parameter t-value
F F
1 2
Umur Berbunga (hari) 33.87 30.47 10,62*
Tinggi Tanaman (cm) 28.44 52.25 8,49tn
Jumlah Cabang Primer (cabang) 2.12 2.94 1,89tn
Umur Panen (hari) 91.62 92.41 0,52tn
Jumlah Polong Berbiji 1 (polong) 4.12 22.24 6,50tn
Jumlah Polong Berbiji 2 (polong) 14.00 24.24 2,75tn
Jumlah Polong Berbiji 3 (polong) 4.25 8.18 2,90tn
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong) 22.50 54.76 4,68tn
Jumlah Polong Hampa per Tanaman (polong) 1.75 9.06 3,27tn
Jumlah Biji Polong Berisi 1 (biji) 4.12 22.24 6,50tn
Jumlah Biji Polong Berisi 2 (biji) 25.37 48.47 3,33tn
Jumlah Biji Polong Berisi 3 (biji) 10.37 24.53 3,58tn
Jumlah Biji per Tanaman (biji) 40.37 95.71 4,66tn
Bobot Biji per Tanaman (g) 7.72 12.35 2,61tn
Bobot 100 Biji (g) 18.77 13.15 4,06*
Heritabilitas
Nilai duga heritabilitas (h2) terlalu rendah (hampir mendekati
pada persilangan G1 dapat dilihat nol), berarti tidak akan banyak
bahwa 3 (tiga) karakter yang berguna bagi pekerjaan seleksi
mempunyai heritabilitas rendah dan tersebut. Menurut Makmur (1985),
12 (dua belas) yang mempunyai besaran nilai heritabilitas dapat
heritabilitas sedang. Populasi digunakan untuk menentukan apakah
tanaman dengan sifat-sifat seleksi yang dilakukan terhadap
heritabilitas tinggi memungkinkan suatu sifat dari populasi tanaman
dilakukan seleksi, sebaliknya dengan pada lingkungan tertentu mengalami
heritabilitas rendah masih harus kemajuan genetik atau tidak.
dilihat tingkat rendahnya, yakni bila
2099
Description:The Phenotypic Diversity Based on Agronomic Character of Soybean Varieties in the F2 Generation .. dalam efek maternal karena ekspresi karakter