Kajian Enveronmental Justice dalam Konflik Rohingya

15 Pages·2017·0.26 MB·English

Kajian Enveronmental Justice dalam Konflik Rohingya

Amrizarois Ismail
Magister Lingkungan Perkotaan UNIKA Soegijapranata

Hotmauly Sidabalok
Magister Lingkungan Perkotaan UNIKA Soegijapranata
[email protected]

Abstract
Conflict in Rakhine Myanmar involving local majority ethnic minorities has seized the world's
attention. Mainstream media generally preach this conflict as a racial conflict dilator dilakangi
by history, politics and trust. However, when further examined under the Environmental
Governance study, the conflict is also not separated from the natural resource management
dispute which is suspected to start from the state policy to open the door of foreign investment.
Included in Libraryan Reaserch, this study uses research methods that refer to library research,
which is data collection based on written sources of scientific journals, mainstream media,
books and other scientific sources. In addition, this research uses descriptive data analysis
method. In writing this scientific paper the authors use the Environmental Governance
approach focused on the study of Environmental Justice to analyze data that is not numerical.
In explaining the factors causing the Rakhine and Rohingya ethnic conflicts in Myanmar in
2012, the authors use John Rawls about Justice, that justice is needed when ther is cracuty
“Scarcity of material”. The results show that Rohingya and Rakhine ethnic conflicts can not be
separated from the problem of environmental injustice. the factors causing the conflict are seen
from the structural factors of the state policy on the investment of natural resources by foreign
and ethnic geography, by conducting space politics "Place and Space politics", the government
issued a policy of citizenship in the Citizenship Act which ultimately makes the state seem to
have no legitimacy in granting civil rights to the Rohingyas. in the form of political
discrimination, political elites controlled by the military junta with the omission and
provocation by utilizing racial and religious sentiment with the aim of modernizing Rakhine
Province with the existence of the Shwe gas exploration project. In addition, a massive exodus
of the Rohingyas from Rakhine emerged, until the last armed movement called Arakan Rohingya
Salvation Army (ARSA) emerged as a response of ethnic spirits as a crisis response.

KeyWord: Rohingya, Rakhine, Governace, Environmental, Place and Space Politics, ARSA

93
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
Abstrak
Konflik di Rakhine Myanmar yang melibatkan Etnis Mayoritas lokal dengan minoritas telah
menyita perhatian dunia. Media mainstream umumnya memberitakan konflik ini sebagai
konflik Rasial yang dilatar belakangi oleh sejarah, politik dan kepercayaan. Namun, apabila
ditelaah lebih lanjut berdasarkan studi Governance Lingkungan ternyata konflik ini juga tidak
lepas dari sengketa pengelolaan sumberdaya alam. Konflik ini ditengarai bermula dari kebijakan
negara untuk membuka pintu investasi asing. Termasuk dalam Libraryan Reaserch, penelitian
ini menggunakan metode penelitian yang mengacu pada penelitian pustaka, yang mana
pengumpulan data berbasis pada sumber-sumber tertulis berupa jurnal ilmiah, pemberitaan
media mainstream, buku dan sumber ilmiah lainya. Selain itu, penelitian ini menggunakan
metode analisa data yang bersifat deskriptif. Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis
menggunakan pendekatan Governance Lingkungan yang terfokus pada kajian Environmental
Justiceuntuk menganalisis data yang bukan berbentuk numerik. Dalam menjelaskan faktor-
faktor penyebab konflik etnis Rakhine dan Rohingya di Myanmar tahun 2012, penulis
menggunakan kerangka pemikiran John Rawls tentang keadilan, bahwa sanya keadilan
diperlukan saat timbul kelangkaan “Scarcity of material”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konflik etnis Rohingya dan Rakhine tidak lepas dari persoalan ketidak adilan lingkungan.
faktor-faktor penyebab konflik ini dilihat dari faktor struktural yaitu factor Krisis Ekonomi yang
mendorong kebijakan negara akan investasi sumberdaya alam oleh asing dan geografi etnis,
dengan melakukan politik ruang “Place and Space politics”, pemerintah mengeluarkan
kebijakan kewarganagaraan dalam UU Kewarganegaraan yang akhirnya menjadikan negara
seolah tidak memiliki legitimasi dalam memberikan hak sipil pada etnis Rohingya. berupa
diskriminasi politik, elit politik yang dikuasai oleh junta militer dengan adanya pembiaran dan
provokasi dengan memanfaatkan sentiment rasial dan agama dengan tujuan modernisasi
Provinsi Rakhine dengan adanya proyek eksplorasi gas Shwe. Selain itu muncul gerakan
eksodus besar-besaran etnis Rohingya dari Rakhine, hingga yang terakhir muncul gerakan
bersenjata yang bernama Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) sebagai bentuk Resistensi
etnis rohingya sebagai respon krisis yang ada.

Kata Kunci : Rohingya, Rakhine, Governace, Environmental, Politik Ruang, ARSA

94
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
Pendahuluan oleh berbagai kekecewaan berlarut-larut di
Pandangan media mainstream global dalam negara nasionalnya sehingga
dalam menganalisa krisis Rohingya di muncul gerakan-gerakan etnis yang
Myanmar disebabkan oleh kebencian mengajukan beraneka ragam tuntutan
agama antara mayoritas Buddha terhadap politik, minimal untuk mendapatkan
minoritas Muslim. Sejatinya konflik ini perhatian dan otonomi, maksimal untuk
mulai muncul sejak UU Kewarganegaraan mendirikan negara berdasar pada
1982 diberlakukan di Myanmar, etnis kelompok etnisnya. Perbedaan-perbedaan
yang diakui sebagai warga negara adalah yang berhubungan dengan etnis dan
etnis yang telah lama berada di Myanmar agama merupakan masalah yang sangat
sebelum pendudukan kolonial Inggris sensitif dan mudah menyulut konflik-
tahun 1824. Tercatat ada 135 etnis namun konflik terbuka bahkan dapat mencapai
warga Rohingya etnis Bengali tidak tingkat intensitas kekerasan yang tinggi,
termasuk didalamnya. Seperti dilansir menelan banyak korban jiwa seperti
Aljazirah, saat itu, ada harapan tinggi konflik etnis Rakhine yang beragama
bahwa kemenangan elit partai Aung San Buddha dengan Rohingya yang beragama
Suu Kyi pada November 2015 akan Islam di Provinsi Rakhine, Myanmar
membawa keadilan.Namun, rupanya Suu Barat.
Kyi malah meminta agar AS tidak
menggunakan kata Rohingya. Menurut Bukan hanya dilatarbelakangi hal
juru bicara Suu Kyi, istilah Rohingya tak yang disebutkan di atas saja yang
berguna dalam proses rekonsiliasi menyebabkan konflik antar etnis,
nasional. Hal tersebut menunjukan melainkan juga adanya permasalahan
Kegagalan pemerintah dalam keadilan lingkungan (Environmental
mewujudkan keadilan ditengarai menjadi Justice). Environmental Justice biasa
faktor pemicu konflik besar yang berujung disebut juga environmental equity ini
pada bencana berdarah(Dyah Ratna Meta diartikan sebagai hak untuk mendapatkan
Novia, 2018). perlindungan dari bahaya lingkungan
secara adil bagi individu,kelompok, atau
Selain heterogenitas, sejarah dan masyarakat tanpa membedakan ras,
politik umumnya menjadi latarbelakang bangsa, atau status ekonomi(Mohai,
berberapa konflik bernuansa etnis. Pada Pellow, & Roberts, 2009).Konflik
umumnya konflik etnis ini pecah didorong rohingya di Myanmar ini apabila ditelisik
95
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
lebih lanjut ternyata sangat kental Metode Penelitian
kaitannya dengan persoalan
Termasuk dalam Libraryan Reaserch,
Environmental Justice terutama ketika
penelitian ini menggunakan metode
memandang kebijakan pemerintah terkait
penelitian yang mengacu pada penelitian
penyediaan lahan untuk investasi yang
pustaka, yang mana pengumpulan data
ditengarai sebagai scenario politik ruang
berbasis pada sumber-sumber tertulis baik
(Place and Space Politic) melalui aksi
yang berasal dari jurnal, koran on-line,
pembiaran dan provokasi sehingga turut
artikel ilmiah, majalah politik maupun
menyulut meletusnya konflik berdarah di
buku terbitan yang berhubungan dengan
Rakhine yang memaksa etnis Rohingya
penulisan karya ilmiah ini.
terusir dari lingkungannya. Hal tersebut
Metode analisis data penulisan jurnal
merupakan implikasi dari adanya
ini menggunakan analisis kualitatif
kelangkaan (Scarcity of material). John
deskriptif, yaitu analisis mendalam yang
Rawls sendiri mengemukakan
menggambarkan dan menjelaskan faktor-
bahwasanya keadilan diperlukan saat
faktor Keadilan Lingkungan
timbul kelangkaan “Scarcity of material”,
”Environmental Justice” penyebab
hal tersebut menunjukan bahwa
konflik antar etnis di Provinsi Rakhine.
kelangkaan merupakan faktor penting
Analisis Kualitatif deskriptif sendiri dapat
yang mampu menimbulkan permasalahan
tersusun dari 1. Hasil pengamatan: uraian
dan ketidak adilan(Kaika, 2003; Wouters
rinci tentang situasi, kejadian, interaksi,
& Bol, 2009).
dan tingkah laku yang diamati di

lapangan. 2. Hasil pembicaraan: kutipan
Permasalahan di atas menunjukan
langsung dari pernyataan orang-orang
bahwa yang terjadi dalam konflik
tentang pengalaman, sikap, keyakinan,
Rohingya merupakan akibat dari
dan pemikiran mereka dalam kesempatan
kelangkaan akan tempat/lahan dalam
wawancara mendalam 3. Bahan tertulis:
memenuhi kebutuhan investasi
petikan atau keseluruhan dokumen, surat-
pengelolaan sumber daya alam dan
menyurat, rekaman, dan kasus
persoalan Geograpycal Etnic(Charlier &
sejarah(Agusta, 2003).
Ngo, 2012).
Dasar pola berpikir menggunakan

teknik observasi untuk mendapatkan

informasi secara sistematis, terarah, dan

konsisten. Pengumpulan data dilakukan
96
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
dengan mencari literatur yang kemasyarakatan dan pembangunan(Euis
berhubungan dengan kasus-kasus Amalia, 2011).
mengenai kekerasan yang dilakukan oleh Krisis ekonomi Pada masa
pemerintahan junta militer Myanmar dan pemerintahan Than Shwe, junta militer
etnis Rakhine terhadap etnis minoritas telah melakukan pengalihan sumber
Muslim Rohignya. pendapatan dan mengatur kesempatan
kerja agar lebih merata kepada
masyarakat, peningkatan pelayanan
Pembahasan
masyarakat kelas bawah, melakukan
Faktor-Faktor Environmental Justice
Penyebab Konflik Rohingya
reformasi tanah dan kredit yang bersifat
Faktor yang mendorong konflik liberal kepada petani, menaikkan tingkat
bernuansa etnis antara Rohingya dengan gaji minimum, memperluas jaminan
Rakhine di Myanmar lebih banyak sosial, kesehatan, rencana pendidikan,
dikarenakan diskriminasi ekonomi, menarik perusahaan swasta menjadi milik
geografis etnis dan pengelolaan negara, menarik pajak secara merata dan
sumberdaya alam. Hal tersebut erat dikelola oleh negara. Namun, kebijakan
kaitanya dengan persoalan keadilan pemerintah tidak kunjung memperbaiki
lingkungan “Environmental Justice” yang perekonomian nasional khususnya
dialami etnis Rohingya sehingga Provinsi Arakan/Rakhine yang tingkat
menimbulkan chaos di Provinsi Rakhine. perekonomiannya jauh lebih terbelakang.
Belakangan konflik ini berkembang dan Hal itu dikarenakan kebijakan sangat
meruncing menjadi konflik berdarah yang lemah, peraturan resmi yang tidak
menyita perhatian dunia. memberikan sanksi tegas bagi yang
melanggarnya terutama bagi pihak junta
Krisis Ekonomi militer sendiri, inflasi tinggi yang
termasuk dalam kategori 51,5% (estimasi
Krisis ekonomi merupakan bentuk
1997) telah mempengaruhi nilai tukar
kelangkaan yang menjadi cikal bakal
Kyatt yaitu pada tahun 1997, nilai tukar
munculnya konflik Rohingya.
resmi berada pada kisaran 6,7 Kyatt
Sebagaimana diungkapkan John Rowsl
perdolar AS sedangkan dipasar gelap
bahwa keadilan diperlukan ketika
dijual senilai 400 Kyatt kemudian pada
kelangkaan muncul. Rawsl berpendapat
tahun 2003 nilai Kyatt terus melemah
bahwa akan ada kelompok masyarakat
yang paling dirugikan dalam proses
97
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
mencapai 900 Kyatt perdollar naik sepanjang tahun tercatat sebesar
AS(Revolusi, 2013). 6$miliar pada tahun 2012. Hutang yang
begitu besar ini kemudian mendorong
Merosotnya penghasilan riil telah negara untuk menggenjot penghasilan
membuat Myanmar jatuh pada kekacauan negara dengan cara memaksimalkan
ekonomi yang secara tidak langsung pendapatan dari eksploitasi sumberdaya
berpengaruh pula di Provinsi Arakan. alam melalui jalur investasi
Sejak saat itu, etnis Rohingya tidak asing(Revolusi, 2013).
mempunyai kesempatan ekonomi yang
memadai, mereka sering mengalami Investasi industry
diskriminasi dibidang ekonomi oleh junta
Investasi Industrisumber daya alam
militer.
oleh asing selanjutnya ditengarai menjadi

salah satu faktor pemicu konflik. Adanya
Kebijakan pemerintah secara
latarbelakang politik ruang juga ditengarai
menyeluruh atas lahan, yang membatalkan
menjadi faktoryang memicu terjadinya
hak milik atas tanah serta kebijakan
konflik berdarah di Rakhine Myanmar.
negara yang menguasai lahan pertanian
Pengusiran kelompok minoritas dalam hal
dalam perundangan Settlement & Land
ini etnis Rohingya dari tempat tinggalnya
Record Department (SLRD) dibawah
tak hanya disebabkan oleh masalah
kementerian pertanian dan irigasi telah
agama. Ada perampasan tanah yang diam-
menyebabkan sebagian besar etnis
diam diabaikan(Dyah Ratna Meta Novia,
Rohingya kehilangan tanah pertanian
2018; Robinson, 2009).
mereka seluas 5 hektar, di sisi lain Junta
memberikan kepercayaan etnis Rakhine Sebenarnya, militer telah mengambil
untuk mengolah lahan pertanian yang alih tanah dari petani Budha dan
belum digunakan secara optimal padahal kelompok lainnya pada 1990an. Namun,
sebelumnya adalah milik etnis Rohingya. pada 2012 terjadi perubahan undang-
Hal inilah yang menimbulkan konflik undang yang meluas dan secara formal
antara etnis Rohingya dengan etnis membuka negara kepada investor asing.
Rakhine. Selain itu, junta Myanmar tidak Pada tanggal 30 Maret 2012, majelis
mampu pula melepaskan ketergantungan tinggi dan majelis rendah parlemen
pada negara-negara industri sehingga menyetujui revisi dua undang-undang
utang luar negeri mereka terus merangkak pertanahan, Undang-undang Pertanian dan
98
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
Undang-undang Lahan Kosong. Ini adalah Negara bagian Rakhine itu sendiri
Undang-Undang Penanaman Modal Asing kaya akan sumber daya alam, antara lain
baru yang mengizinkan 100% modal cadangan minyak dan gas bumi. Wilayah
asing, dan masa sewa sampai 70 tahun. ini juga memiliki sungai, danau dan laut
yang terhubung langsung dengan
Dibandingkan dengan pertambangan,
samudera luas. Hal ini menyebabkan
sektor pertanian masih memiliki beberapa
prospek bisnis di Rakhine cukup
batasan dalam investasi asing karena
potensial. Begitulah hasil kajian dari
pemerintah mempromosikan usaha
sejumlah lembaga ekonomi dan riset
patungan dengan pengusaha lokal.
Komisi Penasihat untuk Rakhine
Namun, perusahaan asing sering
pimpinan mantan Sekjen PBB Kofi
menggunakan perusahaan lokal sebagai
Annan. Dikutip dari consult-
alat untuk investasi.
myanmar.com, di Rakhine ada sejumlah
potensi bisnis yang bisa dikembangkan.
Saat ini era ekonomi baru
Di sektor energy sendiri, berdasar data
pertambangan, kayu, proyek panas bumi.
Forbes, Rakhine memiliki kandungan
Pembangunan ekonomi mungkin
cadangan minyak dan gas sebesar 11
memerlukan ini semua. Pembangunan ini
triliun dan 23 triliun kaki kubik. Rakhine
membutuhkan banyak lahan. Ini berarti
memiliki sejumlah ladang gas lepas
jutaan petani kecil harus kehilangan
pantai. Ada juga eksplorasi minyak lepas
tempat tinggal dan tidak pernah diberi
pantai. Selain itu potensi dalam bidang
kompensasi.
industry juga menjadi daya tarik tersendiri
Investasi langsung asing sekarang bagi investasi asing(Dariyanto, 2017).
terkonsentrasi di sektor ekstraktif dan
Sejak investor asing memasuki negara
pembangkit tenaga listrik. Tidak banyak
tersebut, permintaan atas
investasi baru yang masuk ke sektor
ketersediaanlahan eksplorasi dan industri
seperti manufaktur yang bisa
telah menjadi faktor utama dalam konflik
menghasilkan kelas pekerja yang kuat dan
Myanmar. Selain Myanmar jadi
kelas menengah yang sederhana.
perbatasan Asia terakhir untuk
Misalnya, proyek pipa Yadana di
pembangunan perkebunan pertanian,
Myanmar memerlukan investasi lebih dari
pertambangan, dan ekstraksi air. Myanmar
1 miliar dolar AS namun hanya
juga berada di antara dua negara terpadat
mempekerjakan 800 pekerja.
99
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
di dunia, Cina dan India, keduanya lapar meningkatkan kualitas kebutuhan dasar
akan sumber daya alam. Provinsi Rakhine mereka dengan berupaya memasuki
merupakan wilayah yang memiliki kawasan industri secara ilegal. Kondisi
peranan penting dalam hal investasi perekonomian memburuk membuat
sumber daya alam oleh asing. Sumber konflik etnis antara warga Rohingya etnis
daya alam Provinsi Rakhine sendiri Bengali dengan etnis Rakhine terus
dikuasai oleh etnis Burma, akibatnya berlanjut bahkan sepanjang tahun 1972-
sistem tidak menerima sumber daya 1980 terjadi kerusuhan yang berujung
manusia dari penduduk lokal Rakhine pada krisis legitimasi pemerintahan.
(Rohingya) dan lebih memprioritaskan
Geografis Etnis
etnis Burma untuk mengelola jalur pipa
Etnis Rohingya sendiri merupakan
ganda China di desa Kyaukpyu. Jalur pipa
salah satu kelompok etnis yang
tersebut yang mengalirkan pasokan
menempati provinsi Rakhine bersama
minyak bumi dari Teluk Benggala menuju
etnis Burma dan lainya. Etnis Rohingya
sejumlah provinsi yang ada di wilayah
sendiri adalah etno-linguistik yang
China. Dalam mengelola jalur pipa ganda
berhubungan dengan bahasa bangsa Indo-
China, penduduk lokal tidak dilibatkan
Arya di India dan Bangladesh, bermigrasi
dan tidak bisa mengakses pekerjaan dalam
ke Myanmar dari Bengal terutama
industri tersebut, sehingga masyarakat
perpindahan yang berlangsung selama
tidak mempunyai penghasilan yang bisa
masa pemerintahan Inggris di Burma.
memenuhi kebutuhan dasar mereka,
Pemerintah kolonial sengaja melakukan
seperti pendidikan yang berkualitas,
urbanisasi secara besar-besaran etnis
sarana dan prasarana kesehatan(Revolusi,
Rohingya ke Myanmar dalam rangka
2013).
memenuhi kebutuhan pekerja dalam
Keamanan sering terusik karena beberapa sektor. Lambat laun jumlah
pengawasan institusi militer terhadap imigran pendatang lebih banyak
ruang gerak mereka dalam kaitannya dibandingkan jumlah warga pribumi,
dengan industri yang mengawasi jalur sehingga hal tersebut sering menimbulkan
pipa ganda China tersebut sangat ketat konflik goegrafi dalam hal hak atas
sekali sehingga sering berakhir ricuh penggunaan lahan untuk pertanian dan
ketika masyarakat sekitar yang terdesak pemukiman.
kebutuhan ekonominya berusaha untuk
100
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
Permasalahan geografi etnis menjadi besaran. Etnis Rohingya adalah minoritas
salah satu pendorong terjadinya konflik yang terlebih dahulu dikorbankan dalam
dan kekerasan di Provinsi Rakhine adalah politik ruang, guna memenuhi kebutuhan
morfologi fisik pemukiman. Komposisi lahan untuk pemukiman dan investasi
penduduk yang tidak seimbang industry sumber daya alam.
menyebabkan hubungan antara kedua
Discusion
etnis sering dilanda konflik. Di provinsi
Bentuk pelanggaran terhadap
Rakhine tercatat Sittwe dengan luas
Environmental Justice
12.504 km²(estimasi tahun 2002)
Berdasarkan definisinya, Environmental
berpenduduk 1.009.568 jiwa sedangkan di
Justicemengandung tiga aspek keadilan,
Kyaukpyu dengan luas 9.984 km²
diantaranya adalah Aspek keadilan
berpenduduk 296.736 jiwa telah
prosedural, Aspek keadilan subtantif,
mendorong perselisihan semakin besar
Aspek keadilan distributive. Dalam
antara urban dengan penduduk lokal, hal
konflik rohingya yang telah diulas diatas
ini dikarenakan luas daya dukung lahan
menunjukan adanya berbagai pelanggaran
dan jumlah penduduk yang tidak
terhadap aspek keadilan dalam
sebanding. Dampaknya, sentimen etnis
Environmental Justice yang dilakukan
terhadap kelompok pendatang menjadi
oleh pemerintah Myanmar.
mengemuka karena mereka dianggap
sebagai sumber masalah
Terkait politik Ruang (Place and
kependudukan(Revolusi, 2013).
Space Politic) pengankatan isue Geografi
dan investasi industry dalam konflik
Dengan demikian bahwa konflik yang
Rohingya telah mengindikasikan adanya
berujung pada penganiayaan minoritas
diskriminasi kelompok masyarakat. Biar
Muslim Rohingya yang brutal yang telah
bagaimanapun etnis Rohingya merupakan
menyebabkan kekhawatiran besar di
salah satu etnis yang secara defacto telah
seluruh dunia bukan hanya disebabkan
lama ada dan bermukim di provinsi
oleh faktor sosial antar entnik. Namun,
Rakhine Myanmar, sejak jaman kolonialis
sesungguhnya yang terjadi di
Inggris bahkan keberadaanya telah ada
belakangnya, di Myanmar terjadi
sejak jaman kerajaan Burma. Namun, atas
penggusuran petani etnis minoritas yang
dasar motif kepentingan akan ekonomi
dianggap lemah untuk memberi ruang
dalam investasi industry sumberdaya alam
bagi perampasan tanah secara besar-
dan pemenuhan pemukiman terhadap etnis
101
Jurnal PRAXIS | Vol. 1 | No. 1 | September 2018
mayoritas, menjadikan Pemerintah Bentuk Resistensi Etnis Rohingya dan
Upaya Penyelesaian Konflik
Myanmar memberlakukan kebijakan
politik Ruang yang merugikan etnis Environmental Justice terdapat
minoritas Rohingya dengan mengeluarkan beberapa strategi yang dilakukan
UU kependudukan yang mana keberadaan kelompok masyarakat dalam
etnis Rohingya tidak diakui sebagai etnis memperjuangkan keadilan, diantaranya
Myanmar. Dengan keluarnya peraturan adalah Coping strategy dan Resistence
tersebut akan berimplikasi tidak strategi. Coping strategi sendiri
terwujudnya aspek keadilan prosedural merupakan bentuk tindakan masyarakat
yang mana secara prosedur negara wajib secara spontan yag berbentuk adaptif,
hadir dan melibatkan seluruh partisipasi masyarakat mencoba untuk menyesuaikan
mayarakat secara penuh, Aspek Keadilan diri dan bertahan dalam persoalan yang
subtantif yang mana negara wajib merekan hadapi(Anderson-Scott, 1997;
memberikan hak kepada setiap warga Shorter-Gooden, 2004). Bentuk coping
dalam hal menikmati lingkungan yang strategi yang etnis Rohingya lakukan
aman dan kondusif, Aspek keadilan sendiri adalah dengan cara eksodus dari
distributive yang mana negara tempat kelahiranya yaitu Provinsi
berkewajiban memberikan hak yang rata Rakhine, mereka berpindah mencari
atas pembagian hasil kelola sumberdaya pengungsian dan perlindungan ke
alam. Tiga aspek tersebut tidak diperoleh beberapa negara sekitar seperti banglades
oleh etnis minoritas Rohingya sebagai dengan berjalan kaki, dan menggunakan
imbas dikeluarkan UU kependudukan perahu untuk mengarungi lautan menuju
yang telah menggugurkan legitimasi negara tetangga yang berbatasan dengan
negara terhadap etnis Rohingya laut guna mencari perlindungan Suaka,
dikarenakan secara dejure tidak diakui kemudian mereka yang kini kita kenal
dalam UU tersebut, dan akhirnya dengan sebutan manusia perahu.
Myanmar hal tersebut juga seolah
United Nation (UN) melaporkan
menjadikan pembenar adanya praktik
dalam periode hingga 30 September,
pembiaran terhadap pembantaian yang
sudah ada 509.000 warga Muslim
mengakibatkan terusirnya etnis Rohingya
Rohingya yang telah meninggalkan
dari lingkungan hidupnya(Hakonen &
wilayah konflik Rakhine. Jumlah tersebut
Lipponen, 2008).
diperkirakan akan terus meningkat,
102