Table Of ContentJAWA DALAM PANDANGAN IMIGRAN JEPANG
DI HINDIA BELANDA PADA AWAL ABAD KE-20
Oleh :
Stedi Wardoyo
Program Studi Bahasa dan Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Gadjah Mada
Email: [email protected]
ABSTRACT
History of the relationship between Indonesia and Japan started with Japanese migration to
Dutch`s East India (Indonesia) in the end of 19 century. At that time, Japanese did economic
activities and made colonies not only in big cities such as Batavia (Jakarta), Medan and
Surabaya but especially in Java which spread to small towns and villages. This paper will
focus on the background of the Japanese migration to Java and Japanese migrants opinion
about Java. The diary written by Okano Shigezo, one of the Japanese migrant at that time,
used as main data sources beside the interview note with Kondo Sadaaki documented in
Tokutei Kenkyuu Bunka Masatsu (Specific Research on Cultures) and stories of Japanese
migrants life in Java before World War II as written in Jagatara Kanwa (Stories of Jakarta).
Keywords: Japanese migrants, colony, opinion, Java, diary
PENDAHULUAN
Sejarah hubungan Indonesia-Jepang Anker yang mengangkut gula dari Jawa ke
tidak terbatas pada masa pendudukan Jepang Jepang (Jagatara Tomo no kai, 1978:16).
(1942-1945) hingga sekarang, namun telah Pada masa Taishoo makin banyak orang
ada sejak akhir abad ke-19 yang ditandai Jepang yang datang di Jawa dengan berbagai
dengan masuknya imigran Jepang ke Hindia kepentingan. Dalam sejarah Jepang, zaman
Belanda, khususnya Jawa. Pada saat yang Meiji (1868-1912) merupakan saat
sama imigran Jepang juga membanjiri dibukanya kembali hubungan Jepang dengan
wilayah Asia lain seperti Hongkong, luar negeri setelah sekitar dua setengah abad
Semenanjung Malaka (Malaysia dan pemerintah Bakufu menerapkan politik
Singapura) dan Filipina. Kedua wilayah ini Isolasi. Mulai saat itu orang Jepang bebas
jauh sebelum abad 19 sudah terkenal sebagai keluar negeri, dan orang asing pun diijinkan
wilayah yang ramai dikunjungi oleh para memasuki Jepang. Orang Jepang yang pergi
pedagang mancanegara, terutama Eropa. ke luar negeri, termasuk Hindia Belanda
Kumpulan catatan perjalanan orang bertujuan mencari penghidupan karena
Jepang yang terhimpun dalam Jagatara tuntutan ekonomi sebagai akibat dari
Kanwa (cerita tentang Jakarta) menyebutkan ketidakstabilan dan kesenjangan ekonomi
bahwa pada awal masa Meiji sudah terdapat sebagai efek dari modernisasi yang
orang Jepang di Jawa. Secara eksplisit Ishii dijalankan oleh pemerintahan Meiji.
7DURR(cid:3) GDODP(cid:3) ODSRUDQQ\D(cid:3) EHUMXGXO(cid:3) ‡Jawa Kedatangan orang Jepang di Jawa
Hoojin Kusawake Monogatari·(cid:3) (cid:11)FHULWD(cid:3) sebagian besar melalui Singapura. Dari
tentang asal usul orang Jepang di Jawa) Singapura mereka menyebar ke Sumatera,
menyebutkan bahwa pada tahun Meiji 6 khususnya daerah perkebunan seperti
(1873) seorang laki-laki bernama Fukumatsu Medan, Batavia, Surabaya dan kota-kota lain
Nishida tiba di Batavia menggunakan kapal di Hindia Belanda terutama Jawa. Para
imigran Jepang ini melakukan aktivitas negeri tidak diperbolehkan kembali ke
ekonomi dengan menjalani profesi sebagai Jepang.
pedagang keliling, tukang foto, pemilik Setelah selama hampir 260 tahun
restoran, dan para wanitanya ada yang politik isolasi diberlakukan, tumbangnya
menjadi pelacur. pemerintahan Tokugawa dan modernisasi
Jawa yang saat itu berada di bawah Jepang di bawah kaisar Meiji pada tahun
kekuasaan pemerintah kolonial Belanda 1868, menyebabkan kebijaksanaan tersebut
menempatkan orang Jepang sebagai dicabut. Pencabutan kebijaksanaan ini
kelompok Asia Timur yang dalam stratifikasi mengakibatkan banyak orang Jepang yang
sosial saat itu berada di bawah orang Eropa meninggalkan Jepang untuk merantau ke luar
dan di atas pribumi. Hal ini menjadi salah negeri terutama ke arah selatan khususnya
satu daya tarik bagi mereka selain Hongkong dan Singapura yang merupakan
kesempatan untuk aktivitas ekonomi. Mereka daerah jajahan Inggris. Namun pada masa
akhirnya membentuk koloni-koloni orang awal tersebut, wilayah Hindia Belanda bukan
Jepang di Hindia Belanda dengan koloni merupakan wilayah yang menarik bagi orang
terbesar di kota Batavia dan Surabaya. Jepang sebagai daerah tujuan migrasi. Hal ini
Berdasarkan data sensus pada 1 bukan saja karena Hindia Belanda memiliki
Oktober 1939, jumlah imigran Jepang di iklim, budaya, bahasa dan sebagainya yang
Hindia Belanda tercatat 6.469 jiwa, yang sangat berbeda dengan negara Jepang,
sebagian besar tinggal di Jawa atau sejumlah namun juga secara ekonomi Hindia Belanda
4.932 orang (Jagatara Tomo no kai, dianggap lebih rendah dari negara Jepang.
1978:14). Kemampuan adaptasi dengan Dengan alasan tersebut, imigran Jepang yang
masyarakat pribumi, pergaulan dengan orang datang di Hindia Belanda pada masa tersebut
Belanda dan Cina, serta sikap pemerintah didominasi oleh mereka yang tidak memiliki
kolonial Belanda yang mengakui keahlian ataupun modal untuk usaha.
menempatkan mereka sebagai masyarakat Sebagian besar dari imigran tersebut adalah
kelas satu sejajar dengan orang Eropa, para pelacur yang sering dikenal dengan
melahirkan pandangan tersendiri bagi sebutan karayuki-san yang masuk ke Hindia
imigran Jepang terhadap Hindia Belanda, Belanda melalui Hongkong dan Singapura.
khususnya Jawa. Pada awal tahun 1920-an, keberadaan
para pelacur Jepang ini banyak
PEMBAHASAN terkonsentrasi di kota-kota yang menjadi
Masyarakat Jepang di Hindia Belanda pusat perekonomian Hindia Belanda seperti
Sebelum Perang Dunia II Medan dan kota-kota di wilayah pantai timur
Kedatangan imigran Jepang ke pulau Sumatra, Batavia dan Surabaya. Pada
kawasan Asia Tenggara, khususnya Hindia masa itu, salah satu jalan yang menjadi pusat
Belanda dimulai pada awal masa Meiji hiburan di kota Surabaya dikenal dengan
(1868-1912). Penerapan politik isolasi atau sebutan Kembang Jepun karena keberadaan
sakoku (penutupan negara) pada masa para pelacur wanita Jepang tersebut.
pemerintahan Tokugawa (1603 – 1867) Kehadiran para wanita pelacur Jepang ini
menyebabkan Jepang tertutup bagi orang kemudian diikuti dengan masuknya imigran
asing selain Cina, Portugis dan Belanda. Jepang lainnya, terutama mereka yang
Ketiga bangsa tersebut diizinkan untuk berprofesi sebagai pedagang barang
melakukan aktivitas perdagangan, namun kebutuhan sehari-hari, tukang foto, pemilik
mereka hanya boleh berada di wilayah yang salon kecantikan dan sebagainya. Pada
terbatas pada pulau Dejima di dekat awalnya mereka datang dan berdagang untuk
pelabuhan Nagasaki. Sebaliknya, orang memenuhi kebutuhan sehari-hari para
Jepang dilarang untuk bepergian ke luar pelacur Jepang ini, namun pada akhirnya
negeri dan bagi mereka yang berada di luar pelanggan mereka tidak terbatas pada orang
Jepang sendiri tetapi berkembang hingga ke
orang Eropa maupun pribumi. Jumlah di Medan serta daerah-daerah perkebunan
mereka juga terus bertambah hingga sekitarnya tidak dimasukkan dalam sensus
akhirnya membentuk koloni-koloni orang ini.
Jepang di kota-kota besar di Jawa, Sumatra, Seiring dengan gerakan pemerintah
maupun wilayah lain di Hindia Belanda. Jepang untuk menghapus pelacuran yang
Pendataan jumlah orang Jepang yang melibatkan orang Jepang di Asia Tenggara
tinggal di Hindia Belanda dilakukan setelah termasuk Hindia Belanda serta
terbentuknya konsulat Jepang di Batavia ditandatanganinya Perjanjian Pelayaran dan
tahun 1909. Sebelumnya pendataan secara Perdagangan antara Jepang dan Hindia
kasar pernah dilakukan oleh konsulat Jepang Belanda pada tahun 1899 yang salah satu
di Singapura pada tahun 1897. Berdasarkan isinya memasukkan warga Jepang di Hindia
data tersebut diperoleh keterangan bahwa Belanda sebagai masyarakat kelas sejajar
orang Jepang yang tinggal di Jawa berjumlah dengan bangsa Eropa, menyebabkan
125 orang dengan komposisi 100 orang keberadaan para wanita penghibur Jepang di
wanita dan 25 orang pria (Murayama, Hindia Belanda tidak diakui oleh pemerintah
1985:52). Melihat angka tersebut dapat Jepang. Pada akhir tahun 1912 kembali
diperkirakan bahwa jumlah tersebut dilaksanakan sensus imigran Jepang oleh
merupakan hitungan kasar dari konsulat Konsulat Jepang di Hindia Belanda dan
Singapura, namun demikian dari diperoleh angka sejumlah 1.975 orang
komposisinya bisa diketahui bahwa sebagian dengan jumlah wanitanya 1.128 orang.
besar orang Jepang yang tinggal di Jawa Dalam sensus ini kategori pekerjaan sebagai
pada waktu itu adalah wanita dan wanita penghibur dihapuskan, namun
kemungkinan besar mereka adalah para demikian dilihat komposisi jumlah imigran
pelacur. wanita yang lebih besar sangat
Pada tahun 1909 sesaat setelah dimungkinkan bahwa mereka bekerja
berdirinya konsulat Jepang di Batavia sebagai wanita penghibur. Pada awal masa
dilakukan pendataan jumlah orang Jepang Taisho (1912 – 1926), jumlah imigran
yang tinggal di Hindia Belanda. Berdasarkan Jepang yang berprofesi sebagai wanita
hasil sensus tersebut diperoleh data orang penghibur di Singapura dan Medan, Sumatra
Jepang yang tinggal di Hindia Belanda diperkirakan berjumlah 6.000 orang dengan
sejumlah 782 orang dengan 437 orang (56 total penghasilan per tahun mencapai 10 juta
persen) adalah wanita. Dilihat dari dollar (Yano, 1975:4).
wilayahnya, 197 orang tinggal di Jawa, 37 Keberadaan para wanita penghibur
orang di Sumatra, 85 orang di Borneo Jepang di kawasan Asia Tenggara termasuk
(Kalimantan ), 35 orang di Celebes Hindia Belanda yang cukup besar menjadi
(Sulawesi) dan 61 orang tinggal di seputar daya tarik bagi imigran Jepang lain untuk
wilayah Kepulauan Aru (Murayama, ikut masuk ke kawasan Hindia Belanda pada
1985:53). Hal yang perlu diperhatikan dari awal tahun 1900-an. Sebagian besar mereka
data ini adalah jumlah imigran Jepang di adalah para pedagang yang menjual barang
Sumatra yang hanya berjumlah 37 orang. kebutuhan sehari-hari di kalangan para
Kemenangan Jepang dalam perang wanita penghibur tersebut. Dalam
Jepang-Cina (1894-1895) dan perang perkembangannya mereka tidak hanya
Jepang-Rusia (1904-1905) menyebabkan melayani para orang Jepang saja, namun juga
pemerintah Jepang berpandangan bahwa bangsa Eropa maupun masyarakat pribumi.
sebagai bangsa nomor satu yang sejajar Pada tahun 1910-an banyak di antara mereka
dengan bangsa-bangsa Barat, keberadaan yang menjajakan dagangannya secara
pelacur Jepang di luar negeri merupakan aib keliling hingga ke pelosok pedesaan
negara (Kokujoku) dan perlu dihapuskan. terutama di Jawa. Mereka menjajakan
Dari sini besar kemungkinan bahwa dagangan berupa barang kebutuhan sehari-
keberadaan para pelacur yang banyak tinggal
hari seperti sabun, pasta gigi hingga obat- juga menanamkan modalnya dalam bidang
obatan. perkebunan karet, tebu maupun teh, serta
Pada era tahun 1920-an, terjadi dalam bidang pertambangan, dan
perubahan bentuk aktivitas perdagangan para perdagangan gula.
imigran Jepang di Hindia Belanda khususnya Masa antara tahun 1910 hingga 1920
Jawa. Banyak di antara mereka yang merupakan masa kejayaan bagi toko Jepang
sebelumnya menjadi pedagang keliling serta produk-produk buatan Jepang di Hindia
akhirnya berhasil membuka toko secara Belanda. Tidak hanya di kota, di desa-desa
permanen. Pada era ini toko milik para keberadaan toko Jepang berhasil menggeser
imigran Jepang tidak hanya ada di kota-kota keberadaan toko Cina ataupun Eropa. Toko-
besar namun menyebar hingga ke kota-kota toko Jepang ini memajang barang
kecil dan pedesaan di Jawa. Toko ini dikenal dagangannya berupa mainan, obat-obatan
dengan sebutan Toko Jepang yang menjual dan produk Jepang lainnya yang berharga
produk dari negara Jepang dengan harga murah dengan sangat menarik, memberikan
yang sangat terjangkau oleh masyarakat pelayanan yang baik, serta buka hingga
pribumi. Karena harganya yang murah dan malam hari sehingga toko Jepang juga sering
pelayanannya yang ramah menyebabkan dijadikan sebagai tempat berkumpul dan
Toko Jepang disukai dan populer di kalangan berinteraksi bagi warga kota ataupun desa
masyarakat Hindia Belanda terutama kaum (Jagatara Tomo no Kai, 1978 :33). Bahkan di
pribumi (Jagatara Tomo no Kai, 1978:32). Surabaya dan Semarang terdapat satu
Salah satu toko Jepang yang menjadi ikon wilayah yang menjadi pusat pertokoan
bagi perkembangan aktivitas ekonomi Jepang yang keramaiannya tidak kalah
imigran Jepang di Hindia Belanda pada masa dengan daerah Pecinan (Jagatara Tomo no
itu adalah toko Otomo milik Otomo Shintaro Kai, 1978:33).
di Tegal, toko Ogawa milik Ogawa Seiring dengan berkembangnya Toko
Rihachiro di Semarang, dan toko Chiyoda Jepang dan masuknya perusahaan-
milik Okano Shigezo yang tersebar di perusahaan besar dari Jepang ke Hindia
Surabaya, Cirebon dan Yogyakarta. Belanda, jumlah imigran Jepang yang masuk
Situasi perekonomian dunia yang ke Jawa juga mengalami peningkatan tajam.
tidak menentu akibat memanasnya situasi Terlebih setelah dibukanya jalur pelayaran
politik di Eropa menjelang Perang Dunia I langsung yang menghubungkan Jawa dengan
turut sangat mempengaruhi perkembangan Jepang oleh perusahaan pelayaran Nanyou
aktivitas perdagangan para imigran Jepang di Yusen pada akhir tahun 1910, jumlah orang
Hindia Belanda khususnya Jawa. Jepang yang masuk ke Hindia Belanda
Tersendatnya pasokan barang dari Eropa antara tahun 1912 hingga 1916 meningkat
terutama Belanda ke Hindia Belanda akibat hingga rata-rata 500 orang setiap tahunnya
perang, membuat barang-barang buatan (Shiraishi, 1998;141). Jumlah ini cukup
Jepang mengalir deras dan laku keras di besar jika dibandingkan dengan populasi
pasaran Hindia Belanda. Kondisi ini turut orang Jepang yang masuk ke Singapura pada
mendorong perkembangan Toko Jepang periode yang sama yang berjumlah rata-rata
serta tumbuhnya perusahaan-perusahaan 350 orang per tahun.
perdagangan yang melakukan aktivitas Menjelang Perang Dunia I, Hindia
ekspor impor antara Hindia Belanda dan Belanda dianggap sebagai tempat yang bagus
Jepang. Selain itu perusahaan perdagangan untuk kegiatan bisnis Jepang sehingga arus
Jepang seperti Nanyou Shoukai, Mitsui imigran Jepang, khususnya ke Jawa
Bussan dan bank-bank besar seperti Bank of mengalami peningkatan tajam. Dalam
Taiwan dan Yokohama Specie Bank periode ini kebanyakan mereka yang masuk
membuka cabangnya di Batavia maupun adalah para pekerja toko, pegawai
Surabaya. Perusahaan-perusahaan tersebut perusahaan, perkebunan dan transportasi
selain bergerak dalam aktivitas ekspor impor sehingga terjadi pergeseran populasi dari
jumlah wanita yang lebih besar berubah Pada tahun 1931 Okano mendirikan
menjadi jumlah pria yang lebih besar jaringan toko serba ada Chiyoda di kota-kota
(Shiraishi, 1998:142). Sebagai gambaran di pulau Jawa yaitu Surabaya, Bandung,
pada tahun 1924 tercatat 627 orang Jepang Batavia dan Jogjakarta. Jaringan toserba
yang tinggal di Surabaya, 135 orang di Chiyoda ini juga berhasil dan berkembang
Karesidenan Pasuruan dan 23 orang di sehingga Okano semakin dikenal luas baik di
Malang dan berdasarkan jumlah tersebut Hindia Belanda maupun di Jepang dan sering
populasi orang Jepang di daerah Surabaya diminta untuk berceramah mengenai rahasia
dan sekitarnya menduduki peringkat kedua kesuksesannya berbisnis di Hindia Belanda.
terbesar setelah orang Belanda (Shiraishi, Selama tinggal dan mengadakan
1998:12). Peningkatan jumlah orang Jepang perjalanan di wilayah Hindia Belanda,
di Hindia Belanda ini mendorong Okano menuliskan semua kesan-kesan dan
terbentuknya perkumpulan orang Jepang apa yang ia rasakan serta alami dalam sebuah
atau Nihonjin-kai hingga ke daerah-daerah catatan harian yang berjudul Nanyou
serta dibukanya sekolah Jepang di Surabaya Seikatsu Kiroku (Catatan Kenangan Hidup di
(1925), Batavia (1928), Semarang (1929) Lautan Selatan). Buku harian ini ditulis
dan Bandung (1933). berdasarkan masa Okano tinggal dan secara
garis besar terbagi atas kenangan perjalanan
Okano Shigezo dan Catatan Harian menuju Hindia Belanda hingga kesan
Nanyou Seikatsu Kiroku pertamanya ketika menjejakkan kaki di
Salah seorang imigran Jepang yang Hindia Belanda. Catatan semasa dia tinggal
sukses merantau di Hindia Belanda adalah di Padang dan Surabaya, hal-hal yang
Okano Shigezo. Dia lahir pada tahun 1894 di menyusahkan bagi dia, pendirian toko
Prefektur Shizuoka, Jepang dan datang ke Chiyoda, perjalanan di Papua hingga catatan
Hindia Belanda pertama kali pada awal mengenai perang Pasifik juga dia tuangkan
Agustus 1914. Okano pertama kali datang di dalam catatan harian ini.
Padang, Sumatra dan bekerja di toko Nanyou
milik perusahaan perdagangan Nanyou Pandangan Okano Shigezo mengenai
Shoukai yang berpusat di Osaka. Pada bulan Jawa dalam Nanyou Seikatsu Kiroku
Nopember 1914 Okano dipindahkan ke Dalam buku hariannya, Okano
Surabaya untuk menangani kantor cabang banyak menuliskan kesan-kesannya tentang
yang baru dibuka. Dalam perkembangannya berbagai hal yang ia temui. Secara umum
kantor cabang Surabaya ditingkatkan kesan dan pandangan Okano mengenai
statusnya menjadi kantor perwakilan Nanyou Hindia Belanda umumnya, serta Jawa pada
Shoukai yang menangani seluruh kantor khususnya lebih banyak tertuju pada iklim,
cabang yang ada di Hindia Belanda. Namun kondisi geografi, adat/kebiasaan, kondisi
pada tahun 1917 akibat perbedaan pendapat sosial masyarakat Jawa hingga kekayaan
dengan atasannya di kantor pusat, Okano budaya Jawa. Namun demikian dia juga
mengundurkan diri dari perusahaan dan menuliskan mengenai hal-hal yang sangat
kembali ke Jepang. Pada tahun 1919 berkesan bagi dia dan merupakan
Okano Shigezo kembali datang ke Hindia pengalaman pertamanya seperti kenyamanan
Belanda sebagai wakil perusahaan guling yang disebut sebagai `Dutchwife`
perdagangan Daishin Youkou yang yang tidak pernah dia jumpai di Jepang
berencana membuka kantor cabang sekaligus (Okano, 1942:46), tokek yang tidak ada di
toko di Surabaya. Rencana tersebut berhasil Jepang (ibid:48) dan pertunjukkan wayang
dan berkembang pesat sehingga membuat kulit serta wayang golek yang menurut dia
Okano sering diminta untuk berbicara di keberadaannya melebihi seni pertunjukan
kalangan para pebisnis Jepang mengenai Kabuki milik bangsa Jepang (Okano,
prospek bisnis di Hindia Belanda. 1942:267).
waktu musim panas di Jepang. Selain musim
Lebih lanjut penggambaran mengenai kemarau, dituliskan juga mengenai musim
Jawa oleh Okano Shigezo dapat hujan dan badai di Hindia Belanda.
dikelompokkan sebagai berikut: Musim hujan berlangsung dari
Nopember hingga Maret. Setiap hari
1. Iklim dan Keadaan Alam. terjadi badai yang menyebabkan hujan.
Kesan Okano Shigezo berkaitan Dibandingkan badai di Jepang, badai di
dengan iklim serta kondisi alam Hindia sini tidak seberapa dan sesudahnya
Belanda, khususnya pulau Jawa dapat dilihat membuat sejuk dan jalanan tampak
dalam cuplikan buku hariannya berikut ini. indah.
Hindia Belanda memiliki dua musim (Okano, 1942:14).
yaitu musim hujan dan kemarau. Musim
kemarau berlangsung dari bulan April Berkaitan dengan badai ini
sampai Oktober/Nopember, dalam waktu diceritakan mengenai kebiasaan orang-orang
itu tanpa diselingi hujan besar dan angina di kapal yang mandi hujan sewaktu Okano
badai yang datang dari selatan. Musim berada di kapal yang membawanya ke
panas yang terjadi lebih sejuk daripada Batavia.
Jepang dan bulan Agustus merupakan Hujan badai terjadi dari depan orang
waktu yang paling bagus dengan suhu berdiri dan jarang terjadi dari belakang.
berkisar 70 derajat Fahrenheit pada pagi Ada satu cerita ketika berada di atas
hari dan 82-83 derajat Fahreinheit kapal. Ketika akan terjadi badai orang-
sepanjang hari dan suasana malamnya orang keluar dengan masih berlumuran
seperti musim gugur di Jepang dengan sabun menghadap ke arah badai untuk
terdengarnya suara serangga. Sebagai membersihkan sabun yang ada dan
pengganti hujan yang jarang turun kemudian mengeringkannya di bawah
terdapat embun-embun yang membeku sinar matahari.
yang berasal dari malam hari. Ada (Okano, 1942:15)
kalanya bila hujan tidak turun selama 2-3
bulan membuat dedaunan berubah warna Dari tulisan Okano ini bisa dilihat
dan mudah gugur karena tertiup angin. bahwa kondisi iklim di Hindia Belanda
Begitu pula bila melihat pohon-pohon berbeda dengan Jepang yang memiliki 4
mengingatkan akan musim gugur di musim yang ketika musim panas suhu udara
Jepang. sangat gerah dan panas, musim gugur yang
Daerah pinggiran pantai merupakan banyak angin topan yang terkadang
daerah datar terpanas merupakan sesuatu mendatangkan bencana dan penderitaan di
yang wajar sedangkan pada dataran Jepang. Hal itu seperti ini tidak ia jumpai di
tinggi ketinggian 3-4 ribu kaki dapat Hindia Belanda.
ditemui embun beku. Musim panas di Dalam kesempatan lain Okano juga
Hindia Belanda merupakan salah satu hal menuliskan kesan-kesannya mengenai kota-
yang ingin saya tawarkan bagi mereka kota di pulau Jawa seperti Batavia ketika dia
yang ingin menghindar dari musim panas pertama kali menginjakkan kakinya di
di Jepang. (Okano, 1942:11-13). Hindia Belanda setelah turun dari kapal yang
membawanya dari Jepang. Selain itu dia juga
Selain musim kemarau, diceritakan terkesan dengan kota Bandung yang menurut
pula mengenai musim penghujan yang dia sangat cocok untuk tempat peristirahatan
meskipun disertai badai, namun tidak seperti dan menghindar dari musim panas di Jepang.
badai di Jepang yang besar dan bersifat Jalan-jalan di Batavia dipenuhi toko-
merusak. Hal yang menarik di sini adalah toko besar yang berjajar di sepanjang
tawaran/promosi Okano kepada warga jalan dan dilalui mobil dan kereta
Jepang untuk berkunjung ke Jawa terutama kuda. Daerah yang dialiri listrik pasti
juga punya fasilitas telepon dan kesannya seperti ini.
telegrap. Jalan-jalan yang beraspal Hindia Belanda memiliki luas dari
terlihat hebat ini membuat aku timur ke barat sepanjang 300 mil laut
bertanya-tanya apakah ini memang dan dari utara-selatan 100 mil laut
benar kota ini di Negeri Selatan terdiri dari lebih 2000 pulau.
(Hindia Belanda)? Penduduknya dapat dibagi secara garis
Akhirnya sampai juga di hotel. Hal besar menjadi 15-16 suku bangsa akan
yang mengusik batinku bahwa apa tetapi bila dibagi lebih rinci dapat
yang kulihat ataupun kudengar ternyata mencapai ratusan suku bangsa. Oleh
tidak ada bedanya dengan di Jepang. karena itu bila berbicara mengenai
Bahkan untuk beberapa hal seperti makanan, pakaian, maupun tempat
gaya hidup di sini terasa lebih tinggal harus melihat suku bangsanya
berbudaya dan modern daripada di agar tidak terjadi kesalahan. Misalnya
Jepang. bila melihat masyarakat yang tinggal di
(Okano, 1942:4) Jawa, suku Jawa, Sunda dan Madura
masing-masing memiliki perbedaan
Dalam bagian lain dituliskan, pakaian, makanan, tempat tinggal,
Bandung di Pulau Jawa merupakan paras wajah, dan sifat masing-masing.
daerah pegunungan yang membentang Tetapi karena mereka tinggal di Jawa
dari timur ke barat dengan ketinggian masih ada kesamaan dibandingkan
antara 3-4 ribu kaki sampai 7-8 ribu dengan suku Papua.
kaki. Sudah terdapat jalan beraspal (Okano, 1942:15).
yang menuju dataran tinggi 3-4 ribu
kaki yang dapat ditempuh pula dengan Mengenai pakaian orang Jawa digambarkan
menggunakan kereta maupun mobil 1-2 oleh Okano sebagai berikut.
jam. Terdapat pula penginapan atau Pria Jawa memakai kain sorban yang
hotel dengan kolam yang berair jernih terbuat dari sehelai kain batik
lengkap dengan lapangan golf. berbentuk persegi panjang dan dililit di
Merupakan tempat yang tepat bagi kepala. Walaupun sudah ada model
pelarian musim panas di Jepang lilitan baku tetapi bila disesuaikan
(Okano, 1942:14). dengan gaya dan potongan rambut bisa
mencapai lebih 73 jenis menyesuaikan
Satu hal yang menarik dari isi buku dengan derajat dan usia seseorang.
harian tersebut adalah pernyataan Okano (Okano, 1942:16)
bahwa Jawa tidak ada bedanya dengan
Jepang bahkan ada hal-hal tertentu yang Sorban sudah dianggap sebagai bagian
justru lebih maju dan lebih modern daripada dari kepala seseorang sehingga bila
bertemu dengan orang lain dianggap
Jepang meskipun tidak dijelaskan secara
pantas. Oleh karena itu, bila ada tamu
detail hal apakah itu. Namun dari situ kita
layaknya memakai kimono, untuk
bisa melihat adanya rasa keterkejutan
menemui tamu tersebut harus
sekaligus takjub dengan kemajuan yang ada
mengenakan sorban. Bila pria Jawa
di Jawa. Gambaran mengenai jalan-jalan
mengenakannya, maka tampaklah ia
beraspal hingga ke dataran tinggi, jalur seperti seorang cendekia, tetapi ada
kereta api, hotel dengan fasilitas lapangan juga yang mengenakannya untuk
golf, dan sebagainya cukup mewakili rasa menyembunyikan kekurangan yang ada
ketakjuban dia tersebut. di kepala. Hal yang cukup aneh bagi
kami (orang Jepang) adalah selain
2. Penduduk dan Pakaian di Jawa menggunakan kain sorban, pria Jawa
juga mengenakan topi pandan atau topi
Mengenai kondisi penduduk Jawa
lain ketika keluar rumah.
dan pakaiannya, Okano menuliskan kesan-
(Okano, 1942:17)
India dsb memakai anting di telinga
Pakaian yang dikenakan para pria kecuali wanita dari Jepang. Sejak usia
seperti jas berkerah dan memakai dasi 1 bulan bayi perempuan telah dilubangi
dengan bawahan celana sampai ke lutut telinganya dengan bulir padi kemudian
dan melilitkan kain batik di pinggang pada masa kanak-kanak mereka
tanpa alas kaki. Warga yang memakai anting kecil dan ringan.
berpendidikan mengenakan kain linen Setelah berusia 12-13 tahun mulai
seperti orang Barat dan memakai alas menggunakan anting orang dewasa
kaki. Dengan memakai pakaian Barat yang lebih berat dan besar sehingga
sepertinya pemikiran mereka juga turut membuat telinga mereka semakin
berubah. Wanita Jawa mengenakan panjang dan dikatakan semakin cantik.
atasan berwarna putih dan bawahan (Okano, 1942:19-20).
kain katun, sutra ataupun sutra tiruan
dengan disematkan pin juga melilitkan Hal lain yang menjadi perhatian
kain batik di pinggang dan tidak Okano Shigezo mengenai pakaian Jawa ini
menggunakan alas kaki seperti prianya. adalah batik. Secara khusus dia menuliskan
Sejak kecil orang Jawa dibiasakan kesannya tentang batik sebagai berikut.
tidak beralas kaki sehingga lambat laun Batik Jawa yang sejak zaman dulu
kakinya membesar. Betapapun dibuat dan sekarang semakin populer
cantiknya kalau melihat kakinya yang termasuk di Jepang. Coraknya
besar dan jari-jarinya renggang rasanya bermacam-macam seperti rumput,
janggal juga. (Okano, 1942:18) bunga, hewan, manusia dll.
Digambarkan di atas kain putih
Lebih lanjut digambarkan mengenai wanita sepanjang 4-6 kaki lalu memakai lilin
Jawa sebagai berikut: (malam) yang kemudian dilarutkan dan
Rambut wanita Jawa disanggul seperti melalui proses rumit yang berulang-
wanita Jepang dan dalam kondenya ulang hingga 10 kali dengan
diisi berbagai macam wewangian menggunakan tenaga manusia.
dibuat dari minyak kelapa yang bagi Tiap daerah memiliki corak batik
hidung orang Jepang cukup janggal. tersendiri. Jawa bagian tengah seperti
Meskipun begitu tidak mungkin Solo dan Yogyakarta memiliki pola
mengatakannya secara langsung. yang sederhana sedangkan daerah
(Okano, 1942:18) Pekalongan dan sekitarnya memiliki
corak yang rumit dan bergaya. Industri
Secara umum pakaian wanita Jawa batik mengalami pergeseran dari
sederhana, walaupun mereka ingin industri rumah tangga ke industri besar
menghiasinya dengan emas tetapi dan hasilnya diekspor ke luar negeri.
karena tidak mampu maka cukup (Okano, 1942:21-22)
dengan hiasan yang dijahitkan. Para
wanita dewasa mengikiskan gigi Berdasarkan tulisan tersebut dapat diperoleh
depannya ke tukang pangur dengan gambaran mengenai pakaian batik yang
biaya 50-60 sen agar diratakan. Walau dikenakan sebagian besar rakyat sehingga
kelihatannya sakit, tetapi agar tampil industri batik juga berkembang pada masa
cantik mereka bersabar sambil itu, bahkan diekspor ke luar negeri.
menahan air mata. Bagi mereka yang
kaya memakai memakai perhiasan pin, 3. Makanan
anting-anting yang terbuat dari emas Berkaitan dengan makanan Okano
ataupun batu mulia. menceritakan orang Jawa kelas atas bahan
Wanita yang tinggal di Jawa termasuk makanannya adalah beras (nasi). Masyarakat
yang berasal dari suku bangsa Arab, kelas menengah makan jagung dan orang
miskin bahan pangannya adalah singkong memasak masakan Jawa (Okano, 1942:26).
(gaplek). Karena mudah ditanam dan hasil
panennya melimpah menjadikan singkong 4. Rumah di Jawa
menjadi pilihan sebagai makanan pokok Melihat rumah di Jawa, Okano
rakyat biasa. Singkong dilukiskan mirip merasa terkejut dengan bentuk rumah Jawa
dengan lobak Jepang (daikon) namun warna yang pilarnya menggunakan bambu dan
bagian dalamnya lebih putih. Selain itu beratap ilalang. Ia menganggap hal ini
diceritakan pula mengenai daging sapi, sebagai sesuatu yang ajaib namun akhirnya
daging ayam, daging kambing, kare, sop, dan ia menyadari bahwa di Jawa jarang terjadi
tempe yang termasuk makanan mewah serta badai dan tidak ada perubahan cuaca yang
sedikitnya ikan basah yang dijadikan lauk di drastis sehingga tidak ada masalah bila
luar ikan asin. Ikan asin banyak tersedia dan rumah dibuat sederhana dari bambu dan
sangat disukai para pekerja. Kegemaran ilalang. Selain itu karena bambu di Jawa
makan ikan asin ini juga berhubungan dagingnya besar dan tebal sehingga memiliki
dengan cuaca. Karena cuaca panas daya tahan yang lebih kuat dari kayu Karena
menyebabkan para pekerja banyak daya tahannya ini bambu juga dipakai untuk
mengeluarkan keringat sehingga kadar konstruksi jembatan menggantikan besi yang
garamnya berkurang. Untuk mencukupi bagi Okano juga merupakan sesuatu yang
kadar garam itu mereka menyantap ikian tidak masuk akal (Okano, 1942: 30-31).
asin. Selain ikan asin bahan makanan yang Mengenai bentuk perumahan itu
selalu ada adalah kelapa, cabe dan terasi. sendiri Okano menyatakan bahwa rumah-
(Okano, 1942:23-24) rumah di Jawa mirip dengan rumah Jepang
Mengenai cara memasak di katakana hingga ke pohon-pohon dan tamannya yang
bahwa ketika memasak daging, orang Jawa berbentuk persegi. Namun bagi dia rumah
biasanya memakai santan kelapa dan cabe. joglo yang disebutnya `rumah tidak berpilar
Ada macam-macam jenis cabe dari yang dan tidak berdinding` yang telah ada sejak
kecil berwarna hijau yang rasanya sangat zaman dulu membawa kesan tersendiri selain
pedas sampai lidah seakan terbakar bila rumah berkayu jati yang banyak terdapat di
memakannya, ada pula cabe merah yang rasa daerah Jawa Barat serta rumah masyarakat
pedasnya bermacam-macam. Secara umum kelas atas yang memiliki arsitektur Eropa
masakan Jawa dipandang lezat rasanya (Okano, 1942: 32).
karena menggunakan cabe dan bumbu
5. Agama di Jawa
lainnya. Waktu pertama kali mencoba Okano
Dalam bagian ini dituliskan
merasa kurang dapat diterima, namun setelah
mengenai sejarah tanah Jawa dimulai dari
terbiasa bila cabe atau bumbu lainnya tidak
masuknya agama Budha, Islam, dan akhirnya
ada, maka selera makan dia hilang (Okano,
agama Kristen dan budaya Eropa yang
1942:25).
dibawa oleh orang Belanda. Dalam bab ini
Mengenai cara makan orang Jawa
juga diceritakan mengenai mereka yang naik
diceritakan bahwa orang Jawa makan dengan
menggunakan piring yang terbuat dari haji setelah pulang menutup kepalanya
anyaman daun kelapa yang diisi nasi lengkap dengan sorban putih dan sangat dihormati
dengan lauk-pauk dan makan dengan tangan oleh penduduk, serta kekaguman Okano
kanan. Namun penggunaan daun kelapa telah akan arsitektur dan relief candi Borobudur
banyak diganti dengan piring makan. Selain
yang ia kunjungi (Okano, 1942: 32-34).
itu diceritakan mengenai rumah tangga orang
Jepang di Jawa biasanya memiliki pelayan
6. Pasar
yang disebut `babu`. Babu tersebut bila
Gambaran Okano Shigezo berkaitan
diajari cara memasak sashimi, miso dan
dengan aktivitas ekonomi masyarakat Jawa
masakan Jepang lainnya akan
memperlihatkan ketrampilannya. Babu yang dituangkan dalam kesan dia mengenai pasar
selalu bertelanjang kaki tersebut juga pandai yang secara lengkap diceritakan sebagai
berikut.
Di Hindia Belanda, tidak terbatas di hari dia dibantu seorang jongos namun
kota besar bahkan di desa-desa tidak akibat kesibukan Okano, meskipun ada
ada tempat yang tidak memiliki pasar. keinginan untuk terus mengawasi si jongos
Keadaan fisik pasar ini tidak jauh tersebut, pada suatu ketika si jongos tersebut
berbeda dengan pasar di Jepang, hanya berhasil mencuri dompet Okano yang berisi
jika dilihat dari banyaknya toko, uang hasil jerih payahnya menabung. Secara
beragamnya barang yang dijual dan detail diceritakan oleh Okano sebagai
pembeli yang tidak hanya menenteng berikut.
satu macam barang kebutuhan saja di
sini, sungguh sesuatu yang tidak bisa Selain menangani pengepakan dan
dibandingkan. Misalnya saja di bagian pengemasan barang, kali ini aku juga
penjualan daging, kalau di Jepang harus mengatur distribusi barang-
hanya ditemui tiga macam daging saja barang kebutuhan sehari-hari yang
yakni daging ayam, sapi, dan babi, di diimpor dari Jepang. Tak lama sesudah
pasar sini mulai daging sapi, ayam, itu akupun diminta oleh pemilik
babi, kerbau, kambing lengkap dengan perusahaan untuk mengurusi toko yang
lidah, hati, jerohan sampai darah juga dibuka di Surabaya. Aku diberi
binatang sembelihan itu yang seorang jongos yang karena datang dari
dibekukan semuanya ada (Okano, kalangan orang tidak mampu, aku pikir
1942:53-54). perlu untuk mengawasinya baik-baik.
Namun karena kelengahanku, hal yang
Dari isi catatan harian tersebut dapat menjadi pukulan berat bagiku akhirnya
dilihat aktivitas perekonomian masyarakat terjadi juga.
Hindia Belanda pada masa itu yang Suatu hari aku keluar toko dengan
dianggapnya lebih ramai dibandingkan meninggalkan kemeja di gantungan
dengan Jepang. Hal lain yang bisa dilihat di topi. Selang kira-kira satu jam
sini adalah pasar tetap menjadi pusat kemudian aku kembali lagi ke toko,
kegiatan ekonomi rakyat pada masa itu tiba-tiba si jongos merintih sakit perut.
meskipun berada di bawah penjajah Belanda. Dengan sebelah tangannya dia
Selain kesan-kesan dan memegang perutnya sambil meringis
penggambaran yang baik mengenai Jawa, kesakitan membuat aku iba dan ketika
dalam bagian lain catatan harian tersebut aku berupaya membuat dia terbebas
juga diceritakan mengenai kesan-kesan tidak dari penderitaannya, si jongos berkata,
baik dan pengalaman buruk selama dia ‡7XDQ(cid:15)(cid:3) VD\D(cid:3) EHQDU-benar tidak tahan
tinggal di Jawa, khususnya Surabaya. sakitnya. Mohon ijin pulang untuk
Semasa tinggal di Surabaya, Okano LVWLUDKDW·(cid:17)
menceritakan pengalamannya dengan `babu` Malamnya, ketika akan istirahat
(pelayan wanita) dan `jongos` (pelayan pria) terpikir kejadian tadi dan entah kenapa
yang berasal dari orang pribumi golongan tiba-tiba aku teringat kemeja yang
rendah. Dia menilai bahwa `babu` dan tertinggal tadi siang. Bergegas aku
`jongos` adalah orang-orang licik yang tidak memeriksa saku kemeja di mana aku
bisa dipercaya dan dikasihani. menaruh dompet. Ketika
Selain itu diceritakan mengenai kuperiksa, uang 50 yen hasil
pengalaman buruk yang dikatakan selama menabung hingga tidak makan ludes
hidupnya tidak pernah dilupakan. Kejadian semuanya. Aku langsung lemas, namun
tersebut terjadi sesaat setelah dia karena sudah tengah malam tidak bisa
dipindahkan ke Surabaya sebagai pemimpin apa-apa lagi. Pagi harinya, ketika
kantor pusat Nanyou Shoukai yang masih subuh aku datangi rumah si
membawahi seluruh wilayah Hindia Belanda jongos namun dia sudah lenyap tak
pada tahun 1916. Untuk keperluan sehari- berbekas. Aku hanya bisa
Description:Belanda dan Cina, serta sikap pemerintah kolonial Belanda yang mengakui menempatkan mereka sebagai masyarakat kelas satu sejajar dengan