Table Of Content?  f 
hamzah  fansuri 
penyair sufi aceh
BIBLIOTHEEK  KITLV 
0053 7751 
ogs  \eo  nolo
HAMZAH FANSURI 
PENYAIR  SUPI  ACEH
l
iL  .   - A/ 
HAMZAH  FANSURI 
PENYAIR  SUFÎ  ACEH 
Penyunting 
ABDUL HADI W.M. 
L.K. ARA 
KATA PENGANTAR 
PROF.  A.HASMY 
S  VOOR  U, ; 
Penerbit 
LOTKALA
HAMZAH FANSURI 
SASTRAWAN SUFI ABAD XVII 
Oleh  A.  Hasmy 
I 
Fansuri dua bersaudara itu, Ali dan Hamzah, berasal dari  Par-
sia. Pada zaman Kerajaan  Islam Samudra/Pasai diperintah  Sulthan 
Alaiddin Malikussalih (659 -  688 H. = 1261 -  1289 M.) banyak 
Ulama  Besar  dari  Negeri  Parsi  yang datang  ke  sana,  baik  untuk 
mengajar  pada  pusat-pusat  Pendidikan  Islam  yang  bernama  "'Da-
yah",  maupun  untuk  menyumbangkan  tenaganya  pada  lembaga-
lembaga  pemerintahan.  Salah  seorang  di  antara  Ulama  Besar, 
yaitu  "nenekmoyangnya"  Ali  dan  Hamzah,  dipercayakan  oleh 
Kerajaan  untuk  memimpin  Pusat  Pendidikan  yang  bernama 
DAYAH  BLANG  PRIA.  Ulama  Besar  tersebut  terkenal  dengan 
nama Syekh  Al  Fansuri,  hatta  keturunannya  yang menjadi Ulama 
memakai "Fansuri" di ujung namanya. 
Pada  masa  Sulthan  Alaiddin  Riayat  Syah  Saidil  Mukammil 
memerintah  Kerajaan  Aceh Darussalam (997 — 1011 H.  = 1589 — 
1604 M.), dua orang Ulama turunan Syekh Al Fansuri mendirikan 
dua  buah  Pusat  Pendidikan  Islam  di  pantai  barat  Tanah  Aceh, 
yaitu di Daerah  Singkel. Ali yang telah menjadi Syekh  Ali  Fansuri 
mendirikan  Dayah  Lipat  Kajang  di  Simpang  Kanan,  sementara 
adiknya,  Hamzah,  yang  telah  menjadi  Syekh  Hamzah  Fansuri 
mendirikan Dayah  Oboh di Simpang Kiri Rundeng.  /=-
Dalam  tahun  1001  H.  =  1592  M.,  Syekh  Ali  Fansuri  di-
kurniai seorang putera dan diberi nama Abdurrauf,  yang kemudian Cf 
menjadi  seorang  Ulama  Besar  yang  bergelar  Syekh  Abdurrauf 
Fansuri  dan  lebih  terkenal  dengan  lakab  Teungku  Syiahkuala. 
Abdurrauf  Syiahkuala  kemudian  menjadi  lawan  terbesar  dari 
"Filsafat  Ketuhanan"  Wahdatul  Wujud  yang  dianut  pamannya, 
Syekh  Hamzah  Fansuri,  dan  Khalifahnya  yang  terkenal  Syekh 
5
Syamsuddin  Sumatrani.  Syek  Abdurrauf  Fansuri  dan  Nuruddin 
Ar  Raniri  adalah  dua  tokoh  Ulama  Besar  penganut dan  penegak 
Filsafat  Ketuhanan  Isnainiyatul  Wujud. 
Apabila  dan  dimana  tempat  lahir  Hamzah  Fansuri,  belum 
diketahui  dengan  pasti.  Ada  yang  mengatakan  di  Samura/Pasai 
dan ada pula yang mengatakan di Singkel. 
Dalam  serangkum  sajaknya,  Hamzah  menjelaskan  tentang 
asal-usulnya : 
Hamzah ini asalnya Fansuri, 
Mendapat wujud di tanah Syahr Nawi, 
Beroleh khilafat ilmu yang 'ali, 
Daripada Abdulqadir Saiyid Jailani. 
Dalam  sajak  tersebut,  kecuali  menerangkan  bahwa  nenek-
moyangnya  ialah  Syekh  Al  Fansuri,  juga  Hamzah  menjelaskan 
bahwa  beliau  adalah  pengikut  Tharikat  Abdulqadir  Jailani,  se-
orang Ulama Tasauwuf terkenal. 
Dalam  sajak  yang  lain,  dijelaskan  bahwa  beliau  hidup  pada 
masa  Kerajaan  Aceh  Darussalam  di bawah pemerintahan  Sulthan 
Alaiddin  Riayat  Syah  IV  Saiyidil  Mukammil  (997 — 1011 H  = 
1589-1604  M.)  : 
Hamba mengikat syair ini, 
Dibawah hadlarat raja wali. 
Syah Alam raja yang adil, 
Raja kutub sempurna kamil, 
Wali Allah sempurna wasil, 
Raja arif lagi Mukammil. 
Dalam  sajak  yang  lain,  yang  diciptakannya  waktu  Hamzah 
sedang  berada  di  Kota Quddus (Baital Maqdis/Darussalam) Pales-
tina, dijelaskan bahwa tanah airnya adalah Tanah Aceh : 
Hamzah gharib Uanggas Quddusi, 
Akan rumahnya Baitul  Makmuri, 
6
Kursinya sekalian kapuri, 
Di Negeri Fansuri minal asyjari. 
Waktu  sedang  di  rantau  (Kota  Quddus,  Palestina),  Hamzah 
menerangkan bahwa rumahnya (tempat lahirnya) di Baitul Makmur, 
nama  lain  dari  Aceh  Darussalam,  tegasnya  di  Kampung  Oboh 
Simpang  Kiri  (Singkel)  yang  telah  berubah  namanya  menjadi 
"Negeri  Fansuri",  semenjak  Hamzah  mendirikan  Dayah  (Pusat 
Pendidikan Islam) di kampung tersebut. 
II 
Pengarang  buku  "The  Mysticcism  of  Hamzah  Fansuri",  Prof. 
Dr.  Naguib  Alatas,  dalam  sebuah  ceramahnya  di  depan  para 
sarjana di Darussalam  Banda Aceh pada awal tahun  tujuhpuluhan, 
menerangkan  bahwa  Hamzah  Fansuri  adalah  Pujangga  Melayu 
terbesar  dalam  abad  XVII, Penyair  Sufi  yang  tidak  ada  taranya 
pada  zaman  itu.  Hamzah  Fansuri  adalah  "Jalaluddin  Rumi"-nya 
Kepulauan  Nusantara,  demikian  Naguib  Alatas  menegaskan, 
yang  selanjutnya  mengatakan  bahwa  Hamzah  Fansuri  adalah 
pencipta  bentuk  pantun  pertama  dalam bahasa Melayu. 
Tentang  Syekh  Hamzah  Fansuri  sebagai  seorang  Pujangga 
Melayu  dan  Penyair  Sufi  di  Rantau  Asia Tenggara,  adalah  suatu 
kebenaran yang dibuktikan fakta-fakta  sejarah. 
Pengetahuannya  yang  luas,  yang  ditimbangnya  di  Dayah 
Biang Pria Samudra/Pasai, India, Parsia dan Arabia telah mengang-
kat  beliau  ke  tempat  kedudukan  yang  tinggi.  Penguasaannya 
akan  bahasa  Arab,  bahasa  Urdu  dan  bahasa  Parsia  telah  mem-
bantu beliau untuk  memahami dan menghayati  tasauwuf/thariqat 
dan  filsafat  Ibnu  Arabi,  Al  Hallaj,  Al  Bistami,  Maghribi,  Syah 
Nikmatullah,  Dalmi,  Abdullah  Jilli, Jalaluddin  Rumi,  Abdulqadir 
Jailani dan lain-lainnya. 
Dalam  Filsafat  Ketuhanan,  Hamzah  Fansuri  menganut  aliran 
"Wahdatul  Wujud",  dan sebagai seorang Penyair Sufi beliau men-
jadi pengikut dan pemuka Thariqat  Qadiriyah. 
Pengembaraannya  yang  jauh  ke  negeri-negeri  Semenanjung 
Tanah  Melayu,  Pulau  Jawa,  India, Parsia, Arabia dan  sebagainya, 
telah  membuat  Hamzah  Fansuri  mempunyai  cakrawala  yang 
sejauh  ufuk  langit,  sehingga  beliau  menjadi  seorang  pengarang/ 
7
sastrawan,  yang  karya  tulisnya  berisi  padat  dan  penuh  dengan 
butir-butir filsafat, tetapi halus dan enak dibaca. 
Sebagaimana  lazimnya  "Penyair  Sufi",  maka  sajak-sajak 
Hamzah  Fansuri  penuh  dengan  rindu-dendam;  rindu  kepada 
Mahbubnya,  Kekasihnya,  Khaliqnya,  Allah  Yang  Maha  Esa. 
Sedemikian  rindunya,  hatta  dia  merasa  seperti  telah  bersatu/ 
menjadi  satu  dengan  Kekasihnya  itu,  sehingga  Hamzah  seakan-
akan  berbicara  dengan  Lidah  Khaliqnya,  mendengar  dengan 
Telinga  Khaliqnya,  melihat  dengan  Mata  Khaliqnya,  mencium 
dengan  Hidung  Khaliqnya,  karena  jasadnya  telah  luluh ke dalam 
Khaliqnya; Mahbub yang dirindukannya itu. 
Karena  itulah,  maka  "Karya  Tulis"  Hamzah  Fansuri  sukar 
dimengerti dan dipahami oleh orang yang tidak  banyak  membaca 
dan mendalami buah pikiran dan filsafat  Ulama  Tasauwuf/Penyair 
Sufi. 
Sepanjang  yang  saya  ketahui, ada lima buah Karya Tulis dari 
Syekh Hamzah  Fansuri, dan yang tidak saya ketahui kemungkinan 
besar lebih dari sepuluh. 
Kelima Karya Tulisnya yang saya ketahui, yaitu : 
/.  Asraarul  Arifiin  Fi  Bayani  Ilmis  Suluk  wat-Tauhid,  yang 
membahas  masalah-masalah  ilmu  tauhid  dan  ilmu  thariqat. 
Dalam kitab ini tersimpan ajaran-ajaran  beliau. 
2.  Syaraabul  Asyiqin,  yang  membicarakan  masalah-masalah 
thariqat, syariat, haqiqat dan  makrifat. 
3.  Al  Muntahi,  yang  membicarakan  masalah-masalah  tasauwuf. 
4.  RubaH  Hamzah  Fansuri,  syair  sufi  yang  penuh  butir-butir 
filsafat. 
5.  Syair  Burung  Unggas, juga sajak  sufi yang dalam  maksudnya. 
Menurut  Hamzah  Fansuri, bahwa manusia yang telah  menjadi 
"Insan  Kamil" tidak ada lagi pembatas antara dia dan Mahbubnya, 
karena  Insan  Kamil  telah  menfanakan  dirinya  ke  dalam  diri 
Kekasih yang dirindukannya v 
Mahbubmu itu tiada berhasil, 
Pada ainama tawallu jangan mau ghafil, 
Fa samma Wajhullah sempurna wasil, 
Inilah jalan orang kamil. 
8