Table Of ContentKUMPULAN MAKALAH 
EKOLOGI DAN ILMU LINGKUNGAN 
 
MAHASISWA PPs ILMU LINGKUNGAN 
ANGKATAN 2006 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
EDITOR :  
Prof.Dr.Ir.H. ADNAN KASRY 
 
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN  
PROGRAM PASCASARJANA  
UNIVERSITAS RIAU  
PEKANBARU  
2006
KATA PENGANTAR 
 
 
 
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, pencipta alam semesta beserta 
isinya  yang  telah  mengkaruniai  bemacam-mcam  anugerah  yang  besar  dengan 
ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada kita. 
Shalawat dan salam bagi junjungan Nabi besar Muhammad SAW serta 
ahli kerabat, sahabat dan pengikut-pengikut beliau yang baik dan setia, dengan 
perantaraan mereka inilah semua ilmu pengetahuan itu didapati.   
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan sebagai negara 
anggota PBB, terus menerus melaksanakan pembangunan. Pembangunan akan 
selalu dipengaruhi dan mempengaruhi sumberdaya alam serta kondisi lingkungan. 
Selain memberikan manfaat, pembangunan juga memberikan resiko. Oleh karena 
itu,  sesuai  dengan  amanat  Rio,  pembangunan  harus  dilakukan  secara 
berkesinambungan agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan 
masyarakat  dan  negara  yang  tetap  berwawasan  lingkungan  (sustainable 
development).  
  Buku  ini  berisi  berbagai  kegiatan  pembangunan  yang  dilakukan, 
pembahasannya dikaitkan dengan kondisi ekosistem di lingkungan hidup yang 
mungkin ditimbulkannya. Diharapkan buku ini dapat dijadikan rujukan bagi yang 
memerlukan, sebagai sumbangan pemikiran dari mahasiswa Program Studi Ilmu 
Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 
 Pekanbaru,    Desember 2006 
  EDITOR, 
 
 
          Prof. Dr. Ir. H. Adnan Kasry 
    Dosen Ekologi dan Lingkungan
DAFTAR ISI 
 
 
                          Halaman 
 
KATA PENGANTAR  .......................................................................   ii 
 
1.  Dampak  Kebakaran  Hutan  dan  Lahan  di  Provinsi  Riau  oleh 
Amsudin Lamsihar Gurning  ..........................................................   1 – 22 
2.  Peran  Sektor  Kehutanan  dalam  Penanggulangan  Kemiskinan 
oleh Diding Ridwanullah  ..............................................................   22 – 41 
3.  Peranan Hutan Kota oleh Ermansyi  ..............................................   42 – 57 
4.  Perilaku Masyarakat dalam Pembukaan Hutan dan Lahan untuk 
Area Pertanian dan Perkebunan Hubungannya dengan Kebakaran 
Hutan dan Lahan di Kabupaten Rokan Hulu oleh Anuar Sadat.....   58 – 73   
5.  Taman Hutan Raya Sultan Syarif Kasyim dan Permasalahannya 
oleh Erni Yanti  ..............................................................................   74 – 96 
6.  Terancamnya Keberadaan Hutan Tropis  oleh E. Zikra Habibah   97 – 126 
7.  Hutan Kemasyarakatan sebagai Salah Satu Pemecahan Masalah 
Perambahan Hutan dan Kelestariannya oleh Edi Warman  ...........   127 – 152 
8.  Permasalahan  Illegal  Logging  di  Provinsi  Riau  oleh 
Zamhuruddin Mya  .........................................................................   153 – 186 
9.  Kebakaran Hutan Indonesia dan Upaya Penanggulangannya oleh 
Imam Deisy Mustiono   ..................................................................   187 – 202 
10. Kebakaran  Hutan  dan  Lahan  di  Sumatera  oleh                       
Indra Pomi Nasution   ....................................................................   203 – 226 
11. Kebakaran  Lahan  Gambut  dan  Dampak  Lingkungan  oleh      
Irma Laila  ......................................................................................   227 – 242 
12. Manfaat Jasa Lingkungan Hutan Tropis oleh Mukhamadun  ........   243 – 274 
13. Kebakaran  Hutan  dan  Dampaknya  terhadap  Lingkungan  di 
Provinsi Riau oleh T. Iskandar Johan  ...........................................   275 – 292 
14. Dampak Pembangunan Pertanian dan Kehutanan oleh Rosyadi  ..   293 – 311 
15. Kemiskinan sebagai Salah Satu Fenomena Masalah Lingkungan 
di Indonesia oleh Diana Azizah  ....................................................   312 – 351
16. Penambangan  Batu  Bara  dan  Dampaknya terhadap Hayati 
Perairan Sungai Singingi oleh Fabri Komara ................................   352 – 366 
17. Dampak Ekologi Luapan Lumpur Lapindo di Porong – Sidoarjo 
oleh Haristanto  ..............................................................................   367 – 388 
18. Dampak  Banjir  dan  Upaya  Penanggulangan  di  Kabupaten 
Kampar Tahun 2006 oleh Herlyn Rahmola  ..................................   389 – 406 
19. Pencemaran Udara dan Dampaknya terhadap Kesehatan Manusia 
oleh Joko Suroso  ...........................................................................   407 – 427 
20. Implikasi Protokol Kyoto di Propinsi Riau oleh Murhamsa  .........   428 – 453 
21. Penyelamatan dan Pelestarian DAS Siak oleh Nuraini  .................   454 – 484 
22. Teknik  Pengelolaan  Sampah  Ramah  Lingkungan  oleh            
Rina Novia Yanti ...........................................................................   485 – 505 
23. Fitoplankton sebagai Indikator Penentu Kualitas Perairan oleh 
Ritawati Simanjuntak  ....................................................................   506 – 517 
24. Kajian Kualitas Air Danau Buatan Limbungan Pekanbaru dan 
Upaya Pengelolaanya oleh Robbi Akmal  .....................................   518 – 536 
25. Bakteri Anti Kanker dalam Lumpur Panas oleh Syarwandi. K  ....   537 – 547 
26. Pengaruh Pencemaran Udara terhadap Kesehatan Manusia oleh 
Yenni Hidayati  ..............................................................................   548 – 565  
27. Komposisi dan Pengolahan Limbah Cair Pabrik Minyak Kelapa 
Sawit Secara Anaerob oleh Zulfahmi  ...........................................   566 – 588 
28. Kerusakan Ekosistem Laut Akibat Terjadinya Tumpahan Minyak 
di Perairan Laut oleh Dwi Agusrianto  ..........................................   589 – 616 
29. Pencemaran  Air  Berpengaruh  pada  Kehidupan  Perairan  oleh 
Indira Ekawati  ...............................................................................   617 – 629 
30. Bioremoval  Logam  Berat  dengan  Mikroorganisme  oleh       
Linda Warni  ..................................................................................   630 – 646 
31. Penggunaan Mulsa sebagai Pengendali Erosi Tanah Pada Lahan 
Kritis oleh Tri Martini  ...................................................................   647 – 665
1 
 
 
DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN  
DI PROVINSI RIAU 
 
 
 
 
 
 
 
OLEH : 
 
AMSUDIN LAMSIHAR GURNING 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN 
PROGRAM PASCASARJANA  
UNIVERSITAS RIAU 
PEKANBARU 
2006
2 
 
I. PENDAHULUAN 
Kejadian Kebakaran Hutan dan atau Lahan (Karhutla) masih merupakan 
salah satu isu lingkungan hidup prioritas di Provinsi Riau. Frekuensi kejadian 
Karhutla rutin setiap tahun yang menyebabkan kerusakan berbagai ekosistem, 
aktivitas  masyarakat  dan  bisnis  terganggu  dan  dampak  kepada  kesehatan 
masyarakat serta mengusik kenyamanan dan kesehatan negara-negara tetangga 
akibat  kabut  asap  yang  ditimbulkan  yang  pada  akhirnya  memperburuk  citra 
Indonesia  karena  dianggap  tidak  berkomitmen  dalam  pelestarian  lingkungan 
hidup. 
Masyarakat  sering  mempertanyakan  peran  dan  kemampuan  pemerintah 
dalam  menyelesaikan  masalah  Karhutla  ini,  tetapi  sepertinya  pemerintah 
mempunyai rasa percaya diri yang tinggi akan mampu mengendalikan Karhutla di 
bumi lancang kuning tahun ini sesuai dengan pernyataan dan janjinya di berbagai 
media  dan  bahkan  pernah  dideklarasikan  Riau  Bebas  Asap  Tahun  2005. 
Kenyataannya  bahwa  sejak  kejadian  Karhutla  terbesar  di  Indonesia  tahun 
1997/1998 yang telah menghabiskan kawasan hutan seluas + 4,8 juta hektar dan 
merugikan  negara  +  Rp.  10  Triliun  dan  menyebabkan  527  kasus  kematian, 
1.446.120  kasus  ISPA,  298.125  kasus  Asma  dan  58.095  kasus  Bronkhitis 
(FWI/GFW 2002), belum cukup bagi pemerintah di semua tingkatan untuk lebih 
serius mengembangkan strategi pengendalian Karhulta yang efektif dan mampu 
menghentikan Karhutla dan kabut asap. 
Meskipun kini tidak lagi terlihat hotspot dan asap di kota Kabupaten dan  
Propinsi  Riau,  tidak  menjamin  kejadian  ini  tidak  akan  berulang  di  waktu 
mendatang.  Pemadaman  api  lapangan  lebih  disebabkan  oleh  turunnya  hujan
3 
 
dengan intensitas yang cukup tinggi beberapa hari terakhir tetapi jika kegiatan 
pencegahan  di  lapangan  tidak  dilakukan  dalam  waktu  dekat  asap  juga  akan 
menyelimuti kawasan-kawasan permukiman di Provinsi Riau.  
Sebelum mengembangkan berbagai pendekatan pengendalian Karhutla di 
Provinsi  Riau  ada  baiknya  melihat  permasalahan  Karhutla  dan  pengendalian 
Karhutla di Riau sehingga jelas bagi semua stakeholders simpul mana yang harus 
diputuskan dalam mengurangi atau mengakhiri kejadian Karhutla di Riau pada 
masa  mendatang.  Kemudian  akan  dilakukan  peninjauan  terhadap  substansi 
Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pusat Pengendalian 
Kebakaran  Hutan  dan  Lahan  di  Provinsi  Riau  (PUSDALKARHUTLA)  yang 
merupakan kebijakan pokok pemerintah dalam mengelola pengendalian Karhutla 
di Provinsi Riau.
4 
 
II. KEBAKARAN HUTAN 
Berdasarkan hasil pemetaan daerah Rawan Karhutla Tahun 2004  yang 
dilakukan  oleh  BAPEDAL  Provinsi  Riau  bekerjasama  dengan  Kementerian 
Negara Lingkungan Hidup R.I telah diidentifikasi lokasi-lokasi Rawan Karhutla 
di  Riau  dengan  mempertimbangkan  seluruh  variabel  yang  menentukan  suatu 
daerah dapat dikategorikan Daerah Rawan Karhutla. 
Dari  hasil  pemetaan  tersebut  diketahui  sebanyak  45  Kecamatan,  76 
Desa/Kelurahan  rawan  sampai  sangat  rawan  dan  184  desa  agak  rawan 
Kahurtla. Jumlah desa rawan terbanyak di Kab. Bengkalis (16 desa), kemudian 
di Kab. Rokan Hilir (13 Desa), Pelalawan (11 desa), Indragiri Hilir dan Siak 
masing-masing 6 desa. Sedangkan di Kota Pekanbaru dan Kab. Kuantan Singingi 
tidak terdapat desa/kelurahan rawan Karhutla (Bapedal Riau 2005). 
Secara  teori,  indikasi  kejadian  Karhutla  biasanya  diukur  dengan 
pemunculan titik panas (hotspot) hasil deteksi satelit the US National Oceanic 
and Atmospheric Administration (NOAA), dimana semakin tinggi angka hotspot di 
suatu  lokasi  semakin  tinggi  kemungkinan  di  daerah  tersebut  terjadi 
kebakaran/ditemukan  titik  api  (firespot).  Kedua  istilah  ini  sering  sekali 
disalahartikan dimana hotspot sering disebutkan sebagai firespot.  Kenyataan di 
lapangan tidak semua hotspot merupakan firespot dan sebaliknya jumlah hotspot 
yang  tidak  ada  atau  sedikit  tidak  menjamin  tidak  ada  atau  sedikit  kebakaran 
(firespot) tergantung kepada situasi cuaca (tutupan awan, suhu) dan luas lokasi 
kebakaran pada saat satelit melewati lokasi terbakar tersebut. Misalnya jika suatu 
lokasi  terjadi  kebakaran  dan  di  atasnya  tertutup  oleh  awan,  maka  ada 
kemungkinan satelit tidak dapat mendeteksi hotspot pada lokasi tersebut. Jadi
5 
 
yang paling penting untuk memastikan hotspot adalah firespot perlunya kegiatan 
patroli lapangan selama 24 jam terutama di desa-desa rawan Karhutla dan 
verifikasi lapangan seluruh data hotspot. 
Dari  hasil  pengolahan  data  hotspot  tahun  1997  s.d.  Mei  2005  yang 
dilakukan  Bapedal  Propinsi  Riau  diketahui  bahwa  bulan  potensial  kejadian 
Karhutla di Provinsi Riau yaitu Pebruari - Maret dan Mei s/d Agustus, kemudian 
Oktober-November.  Dapat  dikatakan  bahwa  hampir  sepanjang  tahun  Provinsi 
Riau berpotensi terjadi Karhutla. 
Dilihat dari distribusi hotspot menurut lokasi hotspot tahun 2005 di Riau. 
Dari hasil pengolahan data diketahui 98,25% hotspot terdeteksi di 6 kab / kota 
yaitu  Kota  Dumai,  Kabupaten  Bengkalis,  Pelalawan,  Rokan  Hilir,  Siak  dan 
Indragiri Hilir. Sedangkan hotspot menurut penggunaan lahan ditemukan 86% 
dari  jumlah  hotspot  tahun  2005  terdeteksi  di  3  kawasan  antara  lain  kawasan 
HPH/bekas HPH (30%) dan perkebunan (45%) dan HTI (11%) dan sisanya di 
Areal  Penggunaan  Lain  (APL)  atau  sering  disebut  sebagai  lahan  masyarakat 
(14%) (BAPEDAL 2005). 
Jika dilihat dari kejadian kebakaran (fire spot) di Riau selama tahun 2006 
(sampai  dengan  Agustus),  Pusat  Pengendalian  Kebakaran  Hutan  dan  Lahan 
(PUSDALKARHUTLA) Provinsi Riau (2006) mencatat 6786,25 ha areal terbakar 
dilaporkan berada di 4 Kabupaten yaitu Indragiri Hilir (3000 ha), Rokan Hulu 
(2.553,50 ha), Pelalawan (6.786,25 ha) dan Rokan Hilir (235,75 ha). Angka ini 
akan jauh lebih besar lagi jika semua kejadian dan luas kebakaran dapat dicatat 
dan dilaporkan ke PUSDALKARHUTLA.
6 
 
Jadi  untuk  sementara  dapat  disimpulkan  bahwa  berdasarkan  hasil 
pemetaan  daerah  rawan  Karhutla  dan  data  hotspot  serta  luas  areal  terbakar 
(firespot), Kab / Kota yang perlu menjadi fokus utama pengendalian Karhutla 
yaitu Kab. Bengkalis, Pelalawan, Rokan Hilir,  Siak,  Indragiri Hilir dan Kota 
Dumai.  Artinya  jika  keenam  kab/kota  ini  diawasi  dan  dilakukan  program 
pengendalian Karhutla secara baik dan berkelanjutan akan memberikan dampak 
signifikan  terhadap  penurunan  jumlah  kejadian  Karhutla  dan  sekaligus 
mengurangi kabut  asap. Kesimpulan ini tentunya akan lebih baik  jika dibuat 
berdasarkan  data  hotspot  minimal  5  tahun  terakhir  dan  adanya  pemutahiran 
terhadap lokasi-lokasi yang telah dipetakan rawan Karhutla.
Description:Area Pertanian dan Perkebunan Hubungannya dengan Kebakaran. Hutan dan Lahan di Kabupaten  454 – 484. 22. Teknik Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan oleh. Rina Novia Yanti  pengendalian Karhutla secara baik dan berkelanjutan akan memberikan dampak signifikan terhadap