Table Of ContentSekedear Berbagi Ilmu
&
Buku
Attention!!!
Please respect the author’s
copyright
and purchase a legal copy of
this book
AnesUlarNaga.
BlogSpot.
COM
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA
DR. H.J. DE GRAAF dan DR. TH.G. TH. PIGEAUD
Daftar Isi
Pengantar Penerbit
Sepatah Sambutan
Kata Pengantar
Pendahuluan
Bab I
Permulaan Penyebaran Agama Islam di Jawa
Bab II
Lahirnya dan Jayanya Kerajaan Demak pada Dasawarsa-Dasawarsa Terakhir
Abad ke-15 dan Paruh Pertama Abad ke-16
Bab III
Mundur dan Runtuhnya Kesultanan Demak pada Pertengahan Abad ke-16
Bab IV
Sejarah Kerajaan-Kerajaan yang Lebih Kecil di Daerah-Daerah Pesisir Utara
Jawa Tengah pada Abad ke-16: Pathi dan Juwana
Bab V
Sejarah Kerajaan-Kerajaan yang Lebih Kecil di Daerah-Daerah Pantai Utara
Jawa Tengah pada Abad ke-16: Kudus
Bab VI
Sejarah Kerajaan-Kerajaan Kecil di Pantai Utara Jawa Tengah pada Abad ke-16:
Japara Kalinyamat
Bab VII
Riwayat Kerajaan-Kerajaan di Jawa Barat pada Abad ke-16: Cirebon
Bab VIII
Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Jawa Barat pada Abad ke-16:Banten
Bab IX
Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Daerah-Daerah Pantai Utara di Sebelah Timur
Demak pada Abad ke-16: Jipang-Panolan
Bab X
Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Daerah-Daerah Pantai Utara Jawa Timur pada
Abad ke-16: Tuban
Bab XI
Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Daerah-Daerah Pantai Utara Jawa Timur pads
Abad ke-16: Gresik-Giri
Bab XII
Sejarah Kerajaan-Kerajaan di Daerah-Daerah Pantai Utara JawaTimur pada
Abad ke-16: Surabaya
Bab XIII
Sejarah Madura Barat pada Abad ke-16: Madura Barat
Bab XIV
Sejarah Madura pada Abad ke-16: Madura Timur, Sumenepdan Pamekasan
Bab XV
Sejarah Ujung Timur Pulau Jawa pada Abad ke-16: Bagian Barat dari Ujung
Timur Jawa, Pasuruan
Bab XVI
Sejarah Ujung Timur Pulau Jawa pada Abad ke-16,: Dari Probolinggo Sampai
Panarukan
Bab XVII
Sejarah Ujung Timur Pulau Jawa pada Abad ke-16: Bagian Timur Ujung Timur:
Blambangan
Bab XVIII
Sejarah Kerajaan Palembang pada Abad ke-16
Bab XIX
Sejarah Kerajaan-Kerajaan Jawa Tengah Pedalaman, Pengging dan Pajang
pada Abad ke-16
Bab XX
Sejarah Kerajaan Mataram pada Abad ke-16
Bab XXI
Sebab-Sebab Kekalahan Kerajaan-Kerajaan Jawa Timur dan Pesisir dalam
Perang Melawan Mataram pada Abad ke-16 dan ke-17
Daftar Singkatan
Daftar Kepustakaan
Indeks
Pengantar Penerbit
Karya Dr. H.J. de Graaf dan Dr. Th.G.Th. Pigeaud, De Eerste Moslimse
Vorstendommen, yang sekarang diterbitkan sebagai buku kedua Seri Terjemahan
Javanologi, mempunyai kedudukan dan arti tersendiri di dalam riwayat perkembangan
penulisan sejarah Jawa-lama. Buku mi secara khusus menyoroti abad ke-15 dan ke-16
yang merupakan permulaan periode Islam di Jawa, sebuah episode sejarah yang
sebelumnya banyak dilalaikan, bahkan hingga sekarang masih kurang sekali dijamah
para sejarawan.
Berbeda dengan penulis-penulis Barat terdahulu yang terutama mendasarkan
uraiannya pada bahan-bahan keterangan asing, kedua sarjana kawakan Belanda ini
memelopori penggunaan sumber-sumber pribumi. Dengan demikian, lebih dari sekadar
mengisi kekosongan dalam penulisan sejarah Jawa, cakupan pembahasan dalam buku
ini pun lebih menyeluruh. Jika gambaran sejarah Jawa oleh penulis-penulis asing
sebelumnya lebih banyak berkisar di sekitar silsilah raja dan soal-soal keagamaan,
maka dalam buku ini aspek-aspek sosial-ekonomis juga ditonjolkan.
Tidak kurang pentingnya, kalau bukan yang terpenting dalam kaitan dengan studi
Javanologi, ialah bahwa buku ini memberikan perspektif baru mengenai dinamika
masyarakat Jawa dan kebudayaannya - paling tidak di dalam kurun zaman yang
dibicarakan. Selain mengoreksi anggapan seolah-olah keruntuhan dinasti Majapahit
berlangsung mendadak yang pada gilirannya diartikan sebagai keruntuhan suatu
peradaban, De Graaf dan Pigeaud juga mengimbangi kecenderungan penulis-penulis
lain yang melebih-lebihkan peranan istana dan melecehkan peristiwa-peristiwa dan
perkembangan masyarakat di luarnya. Demikianlah, terjemahan buku ini disajikan
sehingga memungkinkan pembaca Indonesia, khususnya mereka yang berminat
mempelajari sejarah dan kebudayaan Jawa, untuk bisa pula dengan mudah mengikuti
hasil penelitian dan pengkajian Dr. De Graaf dan Dr. Pigeaud. Penerbitan buku ini
sekaligus diharapkan untuk berfungsi sebagai cara penerusan tradisi keilmuan yang
telah dirintis oleh kedua penulisnya, kepada setiap mahasiswa Indonesia yang
berketetapan menekuni sejarah.
Jakarta, awal Agustus 1985
Sepatah Kata
BUKU yang disajikan sekarang ini merupakan buku kedua dalam Seri Terjemahan
Javanologi, usaha bersama antara Perwakilan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en
Volkenkunde (KITLV) di Jakarta dan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan
Nusantara (Javanologi) di Yogyakarta.
Buku pertama dalam rangkaian terbitan tersebut mengenai Sastra Jawa Mutakhir
sejak tahun 1945. Kemudian menyusul enam buku mengenai Sejarah Jawa antara
abad ke-15 dan ke-18.
Dalam buku ke-2 ini Dr. H.J. de Graaf dan Dr. Th.G.Th. Pigeaud berusaha
menggambarkan sebuah episode sejarah Jawa antara zaman pengaruh Hindu-Budha
dan masuknya agama Islam di Indonesia berdasarkan sumber-sumber sejarah Jawa
asli, seperti Babad Tanah Djawi, Serat Kandha, Babad Mataram, dan Babad Sangkala.
Dengan demikian, para pengarang tersebut telah mengoreksi "wajah" sejarah Jawa
olahan para ilmuwan Eropa yang selama ini diwarnai oleh informasi yang bersumber
pada data-data asing saja. De Graaf dan Pigeaud berhasil melengkapi historiografi
Jawa dengan menggunakan sumber-sumber Jawa sendiri.
Hasil usaha kedua sarjana tangguh ini patut dihargai dan dijadikan pedoman dan
bekal bagi penelitian Sejarah Jawa selanjutnya.
Kepada Perwakilan KITLV dan Penerbit Grafiti Pers kami ucapkan terima kasih atas
usahanya menerjemahkan karya ini dan menyuguhkannya dalam bentuk yang menarik.
Yogyakarta, April 1985
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara
Dr. Soedarsono
Kata Pengantar
Tulisan dalam bentuk terjemahan yang disajikan ini adalah hasil kerja sama dua
sarjana Belanda kenamaan, Dr. H.J. de Graaf dan Dr. Th. G.Th. Pigeaud, yang
keduanya, sampai usia yang telah lanjut (kedua-duanya lahir pada tahun 1899) telah
dan masih memberikan perhatian sepenuhnya kepada Indonesia, khususnya Jawa,
dalam bidang sejarah bagi Dr. de Graaf dan kesusastraan Jawa bagi Dr. Pigeaud. Lagi
pula kedua-duanya mengenal Indonesia dengan baik, karena mereka bertahun-tahun
bekerja dan menetap di Indonesia. Dr. Pigeaud lama di Yogyakarta sebagai seorang
"taalambtenaar" dan Dr. de Graaf di kota-kota Malang, Probolinggo, Surakarta, dan
Jakarta sebagai guru dan kemudian guru besar, Karangan-karangan Dr. de Graaf
mencapai lebih dari 100 buah ditambah karangan buku lebih dari dua puluh, yang
utama ialah Geschiedenis van Indonesie (s'Gravenhage,1949) dan mengenai pelaku-
pelaku utama sejarah kerajaan-kerajaan dari Jawa Tengah, seperti Sultan Agung,
Sunan Mangkurat, tentang Kajoran. Jasa utama beliau terletak pada digunakannya
sumber dan naskah pribumi Sehingga karangan-karangan beliau terasa lebih
menggambarkan pandangan dan perasaan yang "asli" Indonesia, lebih-lebih karena
disertai pula dengan ilustrasi-ilustrasi detail yang meng-"hidup"-kan gaya nafasi dan
memudahkan pengertian. Karangan-karangan Dr. Pigeaud pun sangat besar artinya
bagi perkembangan penelitian ilmiah terhadap masyarakat Jawa terutama bidang
kehidupan budayanya. Karya-karya beliau yang perlu dicatat ialah: Javaanse
Voiksvertoningen (Jakarta, 1938), kemudian Java in the 14th Century yang terdiri dari
lima jilid (Den Haag,1960-1963), dan Literature of Java (tiga jilid, Den Haag, 1967-1970,
ditambah 1 Suplemen, th.1980) yang ketiganya merupakan karya besar yang
menunjukkan ketekunan kerja dan luasnya pengetahuan yang beliau miliki tentang
kebudayaan Jawa. Hasil karya itu pun masih ditambah dengan sebuah kamus Jawa-
Belanda (Gropingen, Batavia, 1938) dan karangan-karangan di pelbagai majalah. Yang
perlu diketahui juga ialah bahwa selama beliau di Yogyakarta, sebelum Perang Dunia II,
sedang menyusun suatu ensiklopedi bahasa Jawa. Sayang, pekerjaan tersebut hingga
kini masih belum terselesaikan dan disimpan di Jakarta.
Terjemahan ini, yang judul aslinya De eerste Moslimse Vorstendommen op Java
(s'Gravenhage,1974), berusaha menyajikan kepada para pembaca Indonesia suatu
usaha mengisi kekosongan penulisan tentang sejarah politik di Jawa pada abad ke-15
dan ke-16, suatu episode sejarah yang oleh orang-orang di Jawa Tengah dianggap
sebagai suatu transisi dari kekuasaan Kerajaan Majapahit yang "Budha" ke Kerajaan
Mataram yang Islam. Di situ diuraikan perkembangan kehidupan politik di pelbagai
pusat kekuasaan di wilayah Pulau Jawa bagian utara, mulai Demak ke barat dan ke
timur, dari Banten hingga Blambangan di ujung paling timur Jawa. Beberapa kekuasaan
setempat di luar Pesisir: Pengging, Pajang, Mataram, juga Palembang mendapat
perhatian, tidak ayal lagi karena hubungannya dengan perkembangan agama dan
kebudayaan Islam di Jawa. Bab pertama dan terakhir - buku ini terdiri dari 21 bab -
merupakan bab-bab yang mencoba mengintegrasikan tulisan ini dalam satu kerangka
kaitan yang berarti, yaitu: meluasnya kekuasaan Islam dan usaha dominasi Mataram
terhadap daerah-daerah Pesisir. Dimulainya dengan memaparkan sejarah Kerajaan
Demak tentu saja mengikuti pendapat umum bahwa sejarah di Jawa pada mula abad
ke-15 itu mengalami pemutusan yang tiba-tiba dan final, dan bahwa jatuhnya
kekuasaan Majapahit yang sekaligus dianggap eksponen utama kebudayaan Hindu-
Budha diikuti dengan timbulnya kekuasaan Demak yang sekaligus dianggap eksponen
utama kebudayaan Islam. Para penulis sejak semula telah memperingatkan agar
anggapan yang demikian ditinggalkan, karena masih banyak pusat pengislaman lain
yang ada di pantai utara Jawa: Madura, Surabaya, Gresik, Tuban, mungkin Jepara,
Juwana, kemudian Cirebon di barat dan Banten yang hingga kini masih belum pasti
benar akan peranannya di dalam peng-Islam-an Pulau Jawa. Dengan menggunakan
Demak dan kemudian Pajang sebagai pusat kegiatan politik maupun pusat penyebaran
para pemuka Islam, berturut-turut dibicarakan Pati, Juwana, Kudus, Kalinyamat,
kemudian mengarah ke barat hingga Banten. Dari Demak ke timur kemudian
dibicarakan Jipang, Tuban, Gresik, Surabaya, Madura, lalu akhirnya menjamah daerah
kekuasaan penguasa-penguasa yang masih beragama Hindu di ujung pulau sebelah
timur: Blambangan. Untuk tiap daerah kekuasaan yang semua disebut
"vorstendommen" (kerajaan kecil), ditelusuri sejarahnya dalam abad ke-15 dan ke-16
maupun abad-abad sekitarnya, dengan memakai berita-berita lama yang historis yang
dapat diandalkan, terutama tulisan Tome Pires, Suma Oriental yang terkenal maupun
catatan-catatan yang dibuat oleh pelaut dan pedagang Belanda, di samping banyak dan
bermacam "legenda" (cerita) yang terdapat dalam tulisan-tulisan orang pribumi. Dengan
demikian, maka kepada pembaca disajikan sumber dan bahan yang hingga sekarang
kurang atau tidak dikenal orang, sehingga tulisan ini menjadi amat berharga, selain itu
karena sampai kini masih kurang sekali orang menulis sejarah tentang zaman peralihan
ini. Sesudah dibicarakan Kerajaan Palembang, terutama karena hubungan dan
kaitannya dengan Kerajaan Demak, maka dengan menyinggung Pengging dan Pajang
sebagai pendahulunya yang langsung, maka buku ini berakhir dengan mengemukakan
keadaan dan usaha-usaha pemekaran daerah Mataram pada abad ke-16. Selain
memaparkan perkembangan sejarah politik, para penulis buku ini juga berusaha di
sana-sini mengemukakan keadaan kehidupan penduduk maupun keadaan ekonomi
zaman tersebut, tetapi sesuai dengan judulnya, maka terutama disajikan peranan
penting pusat-pusat kekuasaan Islam dan para tokoh politik maupun agama yang telah
demikian besar jasanya dalam menyebarkan agama Islam di Jawa, tentunya termasuk
pula para "Wali Sanga". Buku ini dilengkapi pula dengan anotasi-anotasi yang ekstensif
sebagai pelengkap dan petunjuk yang amat berharga, terutama dari tangan Dr.
Pigeaud.
Tanpa mengurangi pentingnya jasa dan usaha kedua penulis buku ini untuk
menyingkap tabir serta menjernihkan sejarah masa peralihan di Jawa ini - tetapi
menurut pengakuan beliau-beliau sendiri, tidak ada dan belum lengkapnya bahan-
bahan, sumber-sumber untuk digali dan diselidiki - mengharuskan kita untuk
memikirkan dan melengkapi lebih lanjut persoalan-persoalan tersebut yang masih
belum jelas.
1. Penelitian sejarah selalu memerlukan pembatasan temporal dan spasial yang jelas,
sehingga kita dapat menempatkan peristiwa-peristiwa dalam kaitan-hubungan yang
bulat dan setuntas-tuntasnya, sehingga tidak diperoleh gambaran yang timpang dan
mengambang. Melihat keadaan Pulau Jawa sepanjang sejarahnya, maka kita selalu
tertarik pada adanya hubungan pergaulan antara pelbagai daerah yang letaknya
berjauhan. Walaupun secara legendaris belaka, hubungan Jawa bagian barat
dengan Jawa bagian timur digambarkan telah ada sejak dahulu kala seperti yang
diceritakan oleh Babad Tanah Djawi. Hal ini didukung pula oleh kenyataan-
kenyataan selanjutnya yang membawa orang-orang yang "lelana" (dan kemudian
lagi para santri yang mencari "paguron-paguron" ternama seperti yang dikisahkan
dalam babad Cirebon) ke pelbagai penjuru tanah Jawa (dan Seberang), maupun
kenyataan juga bahwa orang-orang dari Yogyakarta dan juga dari Surakarta
melakukan perlawatan-perlawatan dan banyak yang lalu menetap di daerah selatan
ke arah timur hingga Jember melalui jalan terobos inroads yang agaknya terletak di
bagian selatan Pulau Jawa yang tandus itu entahlah hal itu kapan dimulainya.
Kenyataan-kenyataan sejarah yang demikian tadi kiranya akan mengundang
pertanyaan, apakah cukup memberikan gambaran yang jelas, jika kita melihat
jangkauan hubungan yang luas tadi hanya dari sudut perkembangan kekuasaan-
kekuasaan Islam di pantai utara Jawa dengan mengabaikan pusat kekuasaan politik
yang terletak di pedalaman yang (mungkin) terletak di Priangan Selatan, Pasir,
daerah Kedu, dan Mataram sendiri, Ponorogo (dengan Betara Katong yang
legendaris), Kediri, Ngrowo, serta Lumajang yang merupakan pusat-pusat
kekuasaan yang bukan baru dan yang memang demikian sedikit kita ketahui
perkembangannya. Dengan demikian, maka peta politik Pulau Jawa pada kurun
waktu yang kita pandang sebagai transisi ini akan lebih lengkap kiranya karena di
samping kekuasaan Islam masih ada kekuatan-kekuatan politik lainnya yang cukup
penting untuk diperhatikan, terutama kedudukan penguasa daerah yang satu
terhadap yang lain. Dalam konstelasi politik pada zaman kerajaan tradisional di
Jawa (yang memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran pusat-pusat
kekuaasaan karena pentingnya unsur kekuatan fisik), kiranya masih kita dapati pola
kepatuhan - jika tidak boleh dikatakan: pengabdian antara penguasa pusat dan
pengikut-pengikutnya di daerah yang didasarkan terutama atas tradisi dan
kebiasaan, diperkuat dengan tali kekerabatan dan perkawinan maupun upaya-
upaya yang lain. Konstruksi-konstruksi yang simbolis untuk menjaga terjadinya
Description:Selain itu diberitakan juga tentang aliran "Shi 'a Muntadar" yang dianut Syekh . pada raja Demak sebagai kepala pasukan; ia bertempur melawan orang-orang Portugis di Sunda Kelapa, telah diterima sebagai .. penting di kota-kota pelabuhan Jawa Barat, mula-mula di Sunda Kelapa dan kemudian.