Table Of ContentBAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan
sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas,
diantaranya teori umum tentang persamaan diferensial, masalah nilai awal dan
syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda
hingga.
A. Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial muncul dalam banyak penerapan teknik dan
penerapan lain, seperti model matematis dari sistem fisis dan sistem lainnya.
Sistem fisis merupakan sistem yang berkaitan dengan hukum alam yang
dibahas dalam fisika. Dengan membentuk permasalahan menjadi model
persamaan diferensial, sistem fisis akan lebih mudah dipahami. Persamaan
diferensial didefinisikan sebagai berikut
Definisi 2.1 Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat turunan-turunan dari
satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas.
(Ross, 1984:3)
Berdasarkan jenisnya, persamaan diferensial dibedakan menjadi dua yaitu
persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.Definisi dari
kedua jenis persamaan diferensial tersebut adalah sebagai berikut.
7
Definisi 2.2 Persamaan Diferensial Biasa
Persamaan diferensial biasa adalah suatu persamaan yang memuat turunan-
turunan dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas.
(Ross, 1984:4)
Definisi 2.3 Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan yang memuat turunan-
turunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap lebih dari
satu variabel bebas.
(Ross, 1984:4)
Berikut adalah beberapa contoh untuk persamaan diferensial biasa atau parsial
Contoh 2.1
(2.1)
(2.2)
(2.3)
Berdasarkan Contoh (2.1) serta mengacu pada Definisi (2.2) dan Definisi (2.3),
Persamaan (2.1) dan Persamaan (2.2) termasuk kedalam jenis persamaan
diferensial biasa. Pada Persamaan (2.1), terdapat satu variabel tak bebas dan
satu variabel bebas . Begitu pula pada Persamaan (2.2), terdapat dua variabel
tak bebas yaitu dan serta satu variabel bebas yaitu . Sedangkan untuk
8
Persamaan (2.3) termasuk kedalam jenis persamaan diferensial parsial dengan
variabel tak bebas dan variabel bebas dan .
Tingkat turunan tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial disebut
orde persamaan diferensial, yang didefinisikan sebagai berikut
Definisi 2.4
Orde persamaan diferensial adalah tingkat tertinggi dari semua turunan yang
terdapat pada persamaan diferensial tersebut.
Sebagai ilustrasi dari definisi orde tersebut, perhatikan contoh berikut ini
Contoh 2.2
(2.4)
( )
(2.5)
(2.6)
Dalam Contoh (2.2) tersebut, Persamaan (2.4) merupakan persamaan
diferensial biasa berorde dua; Persamaan (2.5) merupakan persamaan
diferensial biasa berorde empat; dan Persamaan (2.6) merupakan persamaan
diferensial parsial berorde dua.
Berdasarkan hubungan dengan variabel tak bebasnya, persamaan diferensial
orde , dibedakan menjadi dua yaitu persamaan diferensial linear dan
persamaan diferensial non linear. Perhatikan definisi berikut ini.
9
Definisi 2.5
Persamaan diferensial biasa orde dengan variabel tak bebas dan variabel
bebas , dapat dinyatakan dalam bentuk
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Dimana (Ross, 1984:5)
Persamaan diferensial dikatakan memiliki bentuk linear jika memenuhi syarat-
syarat berikut ini (Ross, 1984:5):
(1) Derajat dari variabel tak bebas dan turunan-turunannya adalah satu.
(2) Tidak ada perkalian antara variabel tak bebas dengan turunan-turunannya
maupun perkalian antara turunan dengan turunannya.
(3) Tidak ada fungsi transenden dari variabel-variabel tak bebas
Persamaan diferensial yang tidak memenuhi ketiga syarat tersebut dikatakan
sebagai persamaan diferensial non linear.
Selanjutnya akan dibahas mengenai persamaan diferensial homogen dan
persamaan diferensial tak homogen. Berikut ini merupakan definisi dari
persamaan diferensial homogen dan tak homogen.
Definisi 2.6
Diberikan persamaan diferensial linear orde dengan satu variabel tak bebas
dan satu variabel bebas yang terdefinisi pada domain I dalam bentuk
10
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
dengan . Persamaan diferensial tersebut dikatakan homogen jika
( ) , dan dikatakan tak homogen jika ( ) (Duffy, 2003:125).
Untuk memahami Definisi (2.6) perhatikan beberapa contoh berikut ini
Contoh 2.3
(2.7)
(2.8)
(2.9)
( )
Dalam Contoh (2.3) tersebut, Persamaan (2.7) merupakan persamaan
diferensial orde dua yang linear dan homogen, Persamaan (2.8) persamaan
diferensial orde empat yang linear dan tak homogen, Persamaan (2.9) bukan
persamaan diferensial linear.
Sebelum dibahas mengenai persamaan diferensial, kelinearan dan
kehomogenan, selanjutnya akan dibahas teorema mengenai prinsip superposisi
yang berlaku untuk persamaan diferensial homogen orde .
Teorema 2.1
Diberikan adalah penyelesaian dari persamaan diferensial
homogen berorde pada interval , maka kombinasi linear
( ) ( ) ( )
11
Dengan adalah konstanta, juga merupakan penyelesaian dalam
interval
(Zill, 2013:120).
Bukti
Misalkan didefinisikan sebagai operator diferensial dan
( ) ( ) ( ) adalah penyelesaian dari persamaan diferensial
homogen, sehingga ( ( )) . Jika didefinisikan ( ) ( )
( ), maka linearitas dari adalah
( ) ( ( ) ( ) ( ))
( ) ( ( )) ( ( )) ( ( ))
Karena nilai dari ( ( )) , maka ( ) .
Sehingga, Teorema (2.1) telah terbukti.
B. Masalah Nilai Awal Dan Syarat Batas
Ketika mencari penyelesaian terhadap persamaan diferensial, seringkali
menjumpai penyelesaian yang masih dalam bentuk umum. Namun, jika akan
mencari suatu penyelesaian khusus, maka diperlukan suatu kondisi tertentu.
Pada persamaan diferensial biasa yang hanya mengandung satu variabel bebas,
satu bentuk kondisi tertentu saja sudah cukup untuk mendapatkan penyelesaian
khusus.Hal ini sedikit berbeda untuk persamaan diferensial parsial.Dalam
persamaan diferensial parsial, diperlukan dua bentuk kondisi tertentu karena
terdapat lebih dari satu variabel bebas.Kondisi yang diperlukan untuk
12
menyelesaikan persamaan diferensial pasial adalah kondisi awal dan kondisi
batas (Strauss, 1992:20).
Kondisi awal atau yang biasa disebut nilai awal adalah kondisi yang harus
dipenuhi pada awal waktu tertentu ( ) (Humi,1992:50). Dengan demikian,
nilai awal pada persamaan diferensial parsial berhubungan dengan waktu awal
. Sebagai contohnya, suatu persamaan gelombang mempunyai nilai awal
( ) ( ) ( )dan ( ) ( ) . Nilai awal ( )
( ) menyatakan bahwa pada saat bentuk gelombangnya adalah ( ),
sedangkan ( ) menyatakan bahwa kecepatan awal yang diberikan
pada gelombang adalah
Kondisi batas atau yang disebut sebagai syarat batas adalah suatu kondisi yang
harus dipenuhi pada batas-batas domain terkait dengan ruang (Humi, 1992:42).
Sebagai contohnya, diberikan suatu persamaan gelombang dengan syarat batas
( ) ( ) . Syarat batas ( ) menunjukkan bahwa simpangan
di titik pada waktu dipertahankan nol, dan syarat batas ( )
menunjukkan bahwa simpangan di titik pada waktu dipertahankan nol.
Untuk persamaan diferensial parsial orde dua, terdapat tiga bentuk syarat batas,
yaitu (Humi, 1992:42)
a. Syarat batas dengan nilai ( ) yang telah ditentukan, dinamakan kondisi
Dirichlet.
b. Syarat batas dengan nilai dari turunan normal ( ) dituliskan sebagai
( )
telah ditentukan, dinamakan kondisi Neumann.
13
c. Syarat batas dengan nilai dan yang ditentukan, dinamakan kondisi
campuran atau kondisi .
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh syarat batas berikut ini.
Contoh 2.4
Andaikan ( ) adalah simpangan dari dawai yang bergetar dengan ujung-
ujung yang terikat di dan , maka kondisi ( ) dan ( )
disebut kondisi Dirichlet. Untuk ilustrasi lebih jelas tampak pada Gambar
(2.1)
Contoh 2.5
Andaikan ( ) adalah suhu dari sebuah batang dengan panjang . Jika pada
kedua ujung batang dan perubahan suhunya dipertahankan tetap
di titik nol, maka kondisi batas ( ) dan ( ) disebut kondisi
Neumann.Untuk ilustrasi lebih jelas tampak pada Gambar (2.2)
14
Contoh 2.6
Andaikan ( ) adalah suhu dari sebuah batang dengan panjang . Jika
perubahan suhu di dan suhu di dipertahankan tetap di titik nol,
maka kondisi batas ( ) dan ( ) disebut kondisi campuran
atau Robin. Untuk ilustrasi lebih jelas tampak pada Gambar (2.3)
C. DeretFourier
Sebelum membahas mengenai deret Fourier, terlebih dahulu disajikan
definisi dari fungsi periodik sebagai berikut.
Definisi 2.8
15
Diberikan suatu fungsi ( ) yang terdefinisi di setiap . Jika ( ) ( )
dimana maka fungsi dikatakan fungsi periodik berperiode .
Selanjutnya diberikan beberapa contoh terkait dengan fungsi periodik sebagai
berikut.
Contoh 2.7
(1) Fungsi ( ) merupakan fungsi periodik dengan periode sebab
( ) ( ) ( ).
(2) Fungsi ( ) ( ) merupakan fungsi periodik dengan periode
sebab ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Berikutnya akan dibahas mengenai deret Fourier. Humi (1992:75)
mendefinisikan deret Fourier sebagai berikut
Definisi 2.9
Diberikan suatu fungsi yang terdefinisi pada interval [ ] Deret Fourier
dari adalah deret
( ) ∑{ ( ) ( )}
dengan koefisien
∫ ( )
∫ ( ) ( )
16
Description:persamaan diferensial, sistem fisis akan lebih mudah dipahami. Persamaan dan satu variabel bebas yang terdefinisi pada domain I dalam bentuk