Table Of Contentlibrary.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a1c6 .id
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
Dalam bab ini, peneliti akan menjabarkan tentang teori-teori relevan yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori penerjemahan, penerjemahan novel,
stilistika, dan majas hiperbola. Selain itu, peneliti juga akan menyajikan kerangka pikir
penelitian untuk memudahkan pembaca memahami alur penelitian yang dilakukan oleh
peneliti.
A. Kajian Teori
1. Penerjemahan
a) Pengertian Penerjemahan
Pengertian penerjemahan telah dipaparkan oleh beberapa ahli, secara umum,
penerjemahan merupakan proses mentransfer makna dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Menurut Widyamartaya (1989:38), “penerjemahan adalah proses memindahkan
makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (bahasa sumber) menjadi
ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan sewajarnya dalam bahasa yang lain (bahasa
sasaran).” Menurut Catford (dalam Suryawinata dan Hariyanto, 2003:11), “translation
is the replacement of textual material in one language by equivalent textual material in
another language.” Definisi tersebut, menurut Catford, lebih menekankan materi
tekstual yang ada pada bahasa sumber dan padanannya dalam bahasa sasaran.
Sedangkan menurut Newmark (1988:5), penerjemahan merupakan proses
menyampaikan pesan dari teks bahasa sumber sesuai dengan yang diharapkan penulis
aslinya ke dalam bahasa sasaran.
Selanjutnya, Savory dalam bukunya yang berjudul The Art of Translation
(dikutip oleh Suryawinata dan Hariyanto, 2003: 12), menyatakan bahwa “translation is
made possible by an equivalent of thought that lies behind its different verbal
expressions.” Dalam definisi tersebut, Savory hanya menegaskan kesepadanan ide atau
makna antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Selanjutnya, menurut Nida dan Taber
(dalam kutipan Suryawinata dan Hariyanto, 2003: 12), “translation consists of
reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of the source
language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style.” Pengertian
commit to user
penerjemahan menurut Nida dan Taber tersebut menyatakan bahwa penerjemahan tidak
16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a1c7 .id
hanya mencakup tentang kesepadanan pesan dalam bahasa sumber dengan bahasa
sasaran, namun ada aspek lain yang diperhatikan, yaitu style (gaya).
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerjemahan
merupakan pengungkapan kembali pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan
memperhatikan aspek kesepadanan isi pesan dan juga gaya bahasa yang digunakan.
Maka dapat dikatakan bahwa seorang penerjemah haruslah memperhatikan aspek-aspek
yang terkandung dalam bahasa sumber agar penyampaian pesan dapat tercapai dengan
baik dan sepadan dalam bahasa sasaran.
b) Teknik Penerjemahan
Menurut Molina dan Albir (2002: 509), teknik penerjemahan adalah suatu
prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasi proses kesepadanan terjemahan.
Teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik dasar (Molina dan Albir, 2002:509),
yaitu:
a. Mempengaruhi hasil terjemahan.
b. Diklasifikasikan dengan membandingkan teks asli (bahasa sumber).
c. Mempengaruhi tataran mikro suatu teks.
d. Memiliki sifat diskursif dan kontekstual.
e. Berperan secara fungsional.
Selanjutnya, Molina dan Albir (2002: 509-511) mengklasifikasikan 18 teknik
penerjemahan yang berdasarkan pada teori-teori terdahulu (teori Vinay dan Dalbernet,
Nida, Taber, Margot, Newmark, dll). Berikut ini adalah penjabarannya:
1) Borrowing (Peminjaman)
Borrowing (peminjaman) adalah salah satu teknik penerjemahan dengan cara
meminjam suatu kata dari bahasa sumber secara langsung. Peminjaman dapat
berupa peminjaman murni (pure borrowing) atau peminjaman naturalisasi
(naturalized borrowing).
Contoh:
Pure borrowing
BSu : takoyaki
BSa : takoyaki
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a1c8 .id
Naturalized borrowing
BSu : harmony
BSa : harmoni
2) Calque (Kalke)
Dalam teknik calque (kalke), kata atau frasa dalam bahasa sumber
diterjemahkan secara literal ke dalam bahasa sasaran, baik pada tataran leksikal
maupun struktural.
Contoh:
BSu : Prime Minister
BSa : Perdana Menteri
3) Literal Translation (Penerjemahan Literal/ Harfiah)
Pada teknik ini, penerjemahan dilakukan dengan cara menerjemahkan kata
demi kata. Teknik penerjemahan harfiah mengalihkan makna pada bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran secara apa adanya.
Contoh:
BSu : The pencil is on the table.
BSa : Pensil itu ada di atas meja.
4) Transposition (Transposisi)
Transposisi adalah teknik penerjemahan dengan cara mengubah atau
menggeser susunan gramatikal antara bahasa sumber dengan bahasa sasaran.
Pergeseran gramatikal ini bisa mencakup kelas kata, penjamakan, atau struktur
gramatikal lainnya.
Contoh:
BSu : Grown-ups thought her the pretty one of the family and she was no
good at school work.
BSa : Para orang dewasa berpikir dialah yang paling cantik di dalam
keluarga dan dia kurang berprestasi di sekolah.
(The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Threader)
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a1c9 .id
5) Modulation (Modulasi)
Modulasi adalah suatu teknik penerjemahan yang dilakukan dengan cara
mengubah sudut pandang dari bahasa sumber pada tataran leksikal atau
struktural yang dialihkan ke bahasa sasaran dengan sudut pandang yang
berbeda.
Contoh:
BSu : Most boys, on meeting a reception like this, would either have cleared
out or flared up. Eustace did neither.
BSa : Sebagian besar anak lelaki, bila mendapat perlakuan seperti ini, kalau
tidak pergi menjauh maka akan terbakar emosinya. Keduanya tidak
terjadi pada Eustace.
(The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Threader)
6) Adaptation (Adaptasi)
Adaptasi adalah teknik penerjemahan yang dilakukan dengan cara mengganti
unsur budaya bahasa sumber dengan unsur budaya bahasa sasaran yang
karakteristiknya sama atau hampir serupa.
Contoh:
BSu : Spring roll is my favorite snack.
BSa : Lumpia adalah kudapan kesukaanku.
7) Compensation (Kompensasi)
Kompensasi dilakukan jika terdapat informasi atau bentuk stilistika (misalnya:
gaya bahasa) dalam bahasa sumber tidak dapat disampaikan di tempat yang
sama dalam bahasa sasaran.
Contoh:
BSu : “Well Narnia and balmier don’t rhyme, to begin with,” said Lucy.
BSa : “Satu hal yang langsung jelas, Narnia dan bodoh bahkan tidak
berima,” kata Lucy.
(The Chronicles of Narnia: The Voyage of the Dawn Threader)
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c0 .id
8) Linguistic Amplification (Amplifikasi Linguistik)
Teknik ini dilakukan dengan cara menambahkan elemen-elemen linguistik
dalam bahasa sasaran. Seringkali teknik ini diterapkan pada penerjemahan lisan
(interpreting) atau sulih suara (dubbing).
Contoh:
BSu : I know.
BSa : Aku memahami keadaanmu.
9) Linguistic Compression (Kompresi Linguistik)
Dalam teknik ini, penerjemah mengurangi elemen-elemen linguistik dalam
bahasa sumber, sehingga makna dalam bahasa sasaran menjadi lebih ringkas.
Teknik kompresi linguistik juga sering diterapkan dalam penerjemahan lisan
(interpreting) dan sulih suara (dubbing). Teknik ini merupakan kebalikan dari
amplifikasi linguistik.
Contoh:
BSu : It’s OK. Don’t mention it.
BSa : Sudahlah.
10) Generalization (Generalisasi)
Generalisasi adalah teknik penerjemahan dengan cara menerjemahkan suatu
istilah secara umum.
Contoh:
BSu : She borrowed my rucksack.
BSa : Dia meminjam tasku.
11) Particularization (Partikularisasi)
Teknik ini merupakan kebalikan dari generalisasi, dalam teknik ini, suatu
istilah diterjemahkan ke dalam istilah yang khusus atau lebih spesifik.
Contoh:
BSu : The chef demonstrates how to make cakes.
BSa : Koki itu mendemonstrasikan cara membuat tiramisu.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c1 .id
12) Amplification (Amplifikasi)
Dalam teknik ini, penerjemahan dilakukan dengan cara menjabarkan informasi
atau menambahkan detail yang tidak terdapat dalam bahasa sumber.
Contoh:
BSu : Gondola is propelled by a person called gondolier.
BSa : Gondola, perahu dayung tradisional Venesia, digerakkan oleh
seorang pendayung yang disebut gondolier.
13) Reduction (Reduksi)
Reduksi adalah suatu teknik penerjemahan dengan cara menghilangkan
sebagian informasi pada teks bahasa sumber namun tidak mengurangi makna
dalam bahasa sasaran.
Contoh:
BSu : For a moment it seemed to the eyes of Legolas that a white flame
flickered on the brows of Aragorn like a shining crown.
BSa : Legolas seolah melihat sebuah nyala putih berkelip di atas dahi
Aragorn, seperti mahkota bercahaya.
(The Lord of the Rings: The Two Towers)
14) Established Equivalence (Kesepadanan Lazim)
Teknik ini menggunakan istilah atau ungkapan yang dikenal dan dianggap
lazim dalam bahasa sasaran (biasanya terdapat dalam kamus atau penggunaan
sehari-hari).
Contoh:
BSu : Home Sweet Home
BSa : Rumahku Surgaku
15) Description (Deskripsi)
Deskripsi adalah teknik penerjemahan dengan mengganti istilah atau ungkapan
dengan cara mendeskripsikan secara lebih rinci berdasarkan bentuk dan
fungsinya.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c2 .id
Contoh:
BSu : I am eating okonomiyaki.
BSa : Aku sedang makan telur dadar a la Jepang yang biasanya terdiri
dari campuran telur, daging, dan sayur-sayuran, biasanya dimasak
menggunakan teppan (wajan datar).
16) Discursive Creation (Kreasi Diskursif)
Teknik ini dilakukan dengan tujuan memadankan makna yang dapat terjadi
secara tidak terduga dan lepas konteks. Biasanya teknik ini diterapkan untuk
menerjemahkan judul novel atau film.
Contoh:
BSu : The Devil Wears Prada
BSa : Bos Paling Kejam Sedunia
17) Substitution (Substitusi)
Substitusi digunakan dengan cara mengubah elemen-elemen linguistik menjadi
elemen-elemen paralinguistik (misalnya: intonasi, gerak tubuh).
Contoh: ojigi (membungkukkan badan) adalah hal umum bagi budaya
masyarakat Jepang. Hal itu dilakukan untuk mengekspresikan rasa hormat,
permintaan maaf atau ucapan terima kasih.
18) Variation (Variasi)
Teknik ini mengubah elemen-elemen linguistik atau paralinguistik (misalnya:
intonasi, gerak tubuh) yang berdampak pada aspek variasi linguistik (seperti:
perubahan intonasi, gaya, dialek, dsb).
Contoh:
BSu : I don’t get it, dude!
BSa : Gue nggak ngerti, bang!
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c3 .id
c) Penilaian Kualitas Terjemahan
Setiap karya terjemahan yang dihasilkan penerjemah membutuhkan penilaian
akan kualitas terjemahannya. Nababan (2008: 85) berpendapat bahwa penilaian suatu
terjemahan bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan terjemahan. Lebih
lanjut, Nababan (2008: 86) menyampaikan tiga hal pokok dalam penilaian kualitas
terjemahan, yaitu: ketepatan pengalihan pesan, ketepatan pengungkapan pesan dalam
bahasa sasaran, dan kealamiahan bahasa terjemahan.
Secara umum, hal yang pertama yaitu tentang ketepatan pengalihan pesan. Hal
ini berkaitan dengan keakuratan (accuracy). Aspek selanjutnya yaitu ketepatan
pengungkapan pesan dalam bahasa sasaran, hal ini berkaitan dengan keterbacaan
(readability). Lalu aspek yang ketiga yaitu tentang kealamiahan bahasa terjemahan, hal
ini berhubungan dengan keberterimaan (acceptability). Cuellar (2002: 182) dalam
review terhadap jurnal Juliane House tentang Translation Quality Assessment (TQA),
mengungkapkan 3 aspek pokok dalam penilaian kualitas terjemahan, yaitu: “the nature
of (1) the relationship between a source text and its translation, (2) the relationship
between (features of) the text(s) and how they are perceived by human agents (author,
translator, recipient), and (3) the consequences views about these relationships have for
determining the borders between a translation and the other textual operation.”
Nababan (2012: 19) menyatakan “penilaian terhadap kualitas terjemahan terkait
erat dengan fungsi terjemahan sebagai alat komunikasi antara penulis asli dengan
pembaca sasaran.” Jadi, hasil terjemahan harusnya dapat menyampaikan pesan dari
bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan sepadan dan mudah dimengerti oleh
pembaca bahasa sasaran. Selain itu, suatu terjemahan juga hendaknya memperhatikan
norma dan budaya yang terkandung dalam bahasa sasaran. Unsur-unsur kebahasaan
juga merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan oleh seorang penerjemah agar
suatu teks terjemahan mampu diterima dengan mudah oleh pembacanya. Nababan
(2012: 24) kemudian menyimpulkan bahwa keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan
merupakan tiga parameter utama dalam penilaian kualitas terjemahan.
Selanjutnya, ketiga parameter dalam penilaian kualitas terjemahan akan
dijabarkan dalam uraian berikut ini:
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c4 .id
1) Keakuratan (Accuracy)
Keakuratan (accuracy) merujuk pada tingkat keakuratan/ ketepatan isi pesan
yang terkandung dalam bahasa sumber dapat tersampaikan ke dalam bahasa sasaran.
Shuttleworth dan Cowie (dikutip oleh Maisinur 2009: 65) menyatakan keakuratan
(accuracy) sebagai “A term used in translation evaluation to refer to the extent to which
a translation matches its original”. Sedangkan menurut Pinto (2001:297), “accuracy or
precision would give us an approximate idea of the success of the translator in dealing
with the text overall, allowing us to check the adaptation to the source text and the
inclusion, or omission, of extra-textual information.” Dari pendapat Pinto dapat ditarik
kesimpulan bahwa keakuratan merupakan salah satu kualitas terjemahan yang penting
bagi seorang penerjemah dalam menerjemahkan teks dari bahasa sumber sesuai dengan
pesan yang ingin disampaikan ke bahasa sasaran. Jadi, sudah seharusnya seorang
penerjemah diharapkan mampu menyampaikan pesan yang terkandung dalam bahasa
sumber sepadan mungkin ke dalam bahasa sasaran.
2) Keberterimaan (Acceptability)
Menurut Rochayah Machali (dikutip oleh Maisinur, 2009: 66), sebuah hasil
terjemahan dinilai berkualitas dan dapat diterima oleh pembaca apabila hasil terjemahan
disampaikan dengan wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan. Savory dan
Newmark (dikutip oleh Maisinur, 2009: 66), mensyaratkan agar penerjemah memiliki
kemampuan mengalihkan pesan tanpa mengurangi makna dan gaya bahasa penulis
sumber. Sedangkan menurut Pochhacker (2001:413), “the notion of clarity (or
linguistic acceptability, stylistic correctness, etc.), on the other hand, relates to a second
aspect of quality, which could be described more generally as „listener orientation‟ or
target text comprehensibility.” Aspek keberterimaan dalam kualitas terjemahan sangat
penting, dimana hasil terjemahan sebisa mungkin terasa asli seperti bukan karya
terjemahan, dengan begitu pembaca tidak merasa bahwa mereka sedang membaca
sebuah terjemahan. Jadi, seorang penerjemah harus memperhatikan kaidah, norma dan
budaya yang berlaku dalam lingkungan bahasa sasaran. Suatu terjemahan dapat
berterima bila pembaca bahasa sasaran mampu merasakan terjemahan tersebut secara
alami.
commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c5 .id
3) Keterbacaan (Readability)
Pada konsep keterbacaan (readability) berhubungan dengan mudah atau
sukarnya suatu teks terjemahan dipahami oleh pembaca bahasa sasaran. Jika seorang
penerjemah mampu menyampaikan pesan secara tepat, maka terjemahan tersebut akan
mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca bahasa sasaran. Semakin sederhana bentuk
bahasa yang dipakai, maka semakin tinggi pula tingkat keterbacaannya. Namun, hal
tersebut juga dipengaruhi oleh latar belakang penilai kualitas terjemahannya. Maka dari
itu, peran penerjemah sangat penting untuk melakukan analisis teks agar dapat
menghasilkan terjemahan yang sesuai dengan pembaca sasaran. Nababan (dikutip oleh
Maisinur, 2009: 66) menyatakan bahwa ada dua hal yang mempengaruhi keterbacaan
teks terjemahan, yaitu: penggunaan kata-kata asing dan penggunaan kalimat tak
lengkap. Pinto (2001:298) menyatakan, “one important measurement of quality should
be the clarity and readability of the final product.” Oleh karena itu, penerjemah harus
paham terhadap perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terkandung dalam bahasa
sumber dan bahasa sasaran agar tercapai kualitas terjemahan yang mudah dipahami oleh
pembaca sasaran.
2. Penerjemahan Novel
Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang umum dinikmati oleh
kalangan masyarakat. Hal itu disebabkan oleh isi yang terkandung di dalamnya. Novel
pada umumnya mempunyai gaya bahasa yang berbeda-beda tergantung pengarang yang
menciptakannya. Ada pengarang yang menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami, ada pula pengarang yang menggunakan gaya bahasa yang cukup rumit
dan tidak mudah dipahami.
Novel termasuk dalam genre fiksi/ prosa. Novel adalah tulisan hasil rekaan
semata yang mengandung cerita dan biasanya berupa tulisan panjang (Suryawinata dan
Hariyanto, 2003: 154). Novel memiliki dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik yaitu unsur-unsur yang membentuk fiksi dari dalam cerita itu
sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur-unsur pembentuk dari luar yang
mempengaruhi cerita itu. Unsur-unsur intrinsik dalam fiksi terdiri dari:
a) Tokoh dan penokohan/ perwatakan (characters and characterisations)
b) Alur (plot)
commit to user
Description:out or flared up. Eustace did neither. BSa : Sebagian besar anak lelaki, bila mendapat perlakuan seperti ini, kalau tidak pergi menjauh maka akan terbakar emosinya. Keduanya tidak mendadak kaum Orc, yang sebagian melayani sang penguasa kegelapan dari Mordor, dan sebagian lagi pelayan