Table Of ContentBAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan menerangkan mengenai isi dari hasil kajian yang
penulis peroleh dari hasil kajian penulis sendiri, guna memudahkan dalam bab
pembahasan nantinya, sebagai landasan teori dari permasalahan yang penulis
angkat, dibawah ini penulis merangkum subbab dari keseluruhan kajian pustaka ini,
diantaranya adalah:
A.Kajian Tentang Wakaf
1. Pengertian wakaf ditinjau dari etimologi, pendapat para ahli dan
hukum islam
a.Pengertian wakaf secara etimologi
Perkataan wakaf yang menjadi bahasa Indonesia, berasal dari
bahasa Arab dalam bentuk masdar atau kata jadian dari kata kerja atau
fi’il Wakafa. Kata kerja atau fi’il wakafa ini ada kalanya memerlukan
obyek (muta’addi) dan ada kalanya pula tidak memerlukan obyek
(lazim). Dalam perpustakaan sering ditemui synonim waqf ialah habs
waqafa dan bahasa dalam bentuk kata kerja yang bermakna
menghentikan dan menahan atau berhenti ditempat.
Pengertian secara etimologi ialah, wakaf berasal dari bahasa
Arab, waqf jamaknya awqaf, yaitu menyerahkan harta milik dengan
penuh keikhlasan dan pengabdian, yaitu berupa penyerahan sesuatu pada
14
satu lembaga islam, dengan menahan benda itu. Kemudian yang
diwakafkan itu disebut maukuf.1
b. Pengertian wakaf menurut pakar/para ahli
Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para
Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan imam-imam
lainnya. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:
1) Abu Hanifah dan sebagian ulama Hanafiah
لِ َامَ لْا يِف وَْا لِ احَ لْا يِف رِ يْخَ لْا تِ اهَ جِ نْ مِ ةٍ هَ جِ لِ اهعيرب عرﱡ َبﱠتلا وَ فِ ِقاوَ لْا كِ لْ مِ يَلعَ نِ يْعَ لْا سُ بْحَ
“Menahan benda yang statusnya tetap milik wakif, sedangkan yang
disedekahkan adalah manfaatnya untuk kebaikan baik sekarang atau yang
akan datang”.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka pemilikan harta wakaf
tidak lepas dari wakif. Bahkan wakif dibenarkan menariknya kembali dan
boleh menjualnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan
manfaat”.
2) Malikiyah
سُ ِبحَ لْا ُهارَ َي امَ ٍةﱠدمُ ةٍ َغيْصِ ِب قٍّ حِ َتسْ مُ لِ ةٍ ﱠلغِ وَْأ ٍةرَ جْ ُأِب وَْلوَ كٍ وُْلمْ مَ ةٍ َعفَ نْمَ لُ عْ جَ
1Abdul Halim, Hukum perwakafan di Indonesia, Ciputat, Ciputat Press, 2005 hal. 6-7
15
“Menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau
hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak, dengan menyerahkan
berjangka waktu sesuai dengan kehendak wakif”.
Dengan kata lain, wakif menahan benda dari penggunaan secara
pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan
kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu
tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan menurut Malikiyah berlaku suatu
masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagai wakaf kekal
(selamanya).
3) Syafi’i
ٍحاَبمُ فٍ رَ صْ مَ يَلعَ هِ ِتَبَقرَ يِف فِ رﱡ صَ ﱠتلا ِعطْ َقِب هِ ِنيْعَ ءِ اَقَب عَ مَ هِ ِب عُ اَفِتنْﻻِْا نُ كِ مْ ُي لٍ امَ سُ بْحَ
“Menahan harga yang dapat diambil manfaatnya disertai dengan
kekekalan zat benda, lepas dari penguasaan wakif dan dimanfaatkan pada
sesuatu yang diperbolehkan oleh agama”.
Bahwa harta wakaf terlepas dari penguasaan wakif dan harta wakaf
harus kekal serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh
agama.
4) Ahmad bin Hambal
يِف هِ رِ يْغَ وَ هِ ِفرﱡ صَ َت ِعطْ َقِب هِ ِنيْ عَ ءِ اَقَب عَ مَ هِ ِب عَ فَِتنْمُ لْا ُهلَامَ فِ رﱡ صَ ﱠتلا قَ َلطْ مُ كٍ لِامَ سُ يْبِحْ َت
ِﷲ ىَلِا ًابرﱡ َقَت رٍّ ِب ى َلِا ُهُعيْرِ فُ رَ صْ ُي اسً يِْبحْ َت فِ رﱡ صَ ﱠتلا ِعاوَ نَْأ نْ مِ ٍعوَْنلِ هِ ِتَبَقرَ
16
“Menahan kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan hartanya
yang bermanfaat disertai dengan kekekalan zat benda serta memutus semua
hak wewenang atas benda itu, sedangkan manfaatnya dipergunakan dalam
hal kebajikan untuk mendekatkan diri kepada Allah”.
Bahwa pemilik harta tidak boleh membelanjakan hartanya, adapun
harta yang diwakafkan harus kekal dan bermanfaat untuk kebajikan kepada
Allah.2
c. Pengertian wakaf menurut hukum islam
Wakaf adalah ibadah yang diutamakan dalam Islam sebagai
taqorrob (pendekatan) diri kepada Allah SWT, sekaligus modal dalam
perkembangan dan kemajuan agama Islam. Mewakafkan harta yang
dimiliki, maka manfaat yang akan diperoleh lebih dari bersedekah atau
berderma, sebab harta wakaf bersifat abadi dan hasilnya dapat terusmenerus
dipergunakan untuk kepentingan masyarakat.
Dalam Al-Qur`an surat Al-Hajj ayat (22): 77 Allah memerintah
kepada orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya agar
tunduk kepada Allah SWT dengan bersujud dan beribadah kepada-Nya
dengan apapun yang dapat digunakan untuk menghambakan diri kepada-
Nya.3 Di samping itu, mereka juga diperintah untuk selalu berbuat kebaikan
2www.digilib.uinsby.ac.id diakses pada jam 18:25 wib tgl. 17-08-2017
3Q.S Al-Hajj ayat (22): 77
17
agar memperoleh keuntungan dan mendapatkan pahala serta keridhaan-
Nya.
Salah satu perbuatan baik yang diperintahkan dalam ayat tersebut
dapat dilakukan dengan melalui wakaf sebab jika seseorang mewakafkan
harta benda yang dimilikinya, berarti dia telah melaksanakan kebaikan
tersebut dan pahalanya terus mengalir selama harta benda wakaf tersebut
bermanfaat.
2. Kajian tentang wakaf berdasarkan Hukum Islam
a. Dasar hukum wakaf
1). Al-quran
Dalam Al-qur’an tidak ditemukan secara explisit dan tegas serta
jelas mengenai wakaf. Al-qur’an hanya menyebut dalam artian umum,
bukan khusus menggunakan kata-kata wakaf. Para ulama fikih yang
menjadikan ayat-ayat umum itu sebagai dasar wakaf dalam Islam. Seperti
ayat-ayat yang membicarakan sedekah, infaq dan amal jariyah. Para ulama
menafsirkannya bahwa wakaf sudah tercakup di dalam cakupan ayat
tersebut.4
Diantara dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum wakaf dalam agama
Islam ialah:
a). Al-qur’an surah Al-Baqarah ayat 254
4 Abdul Halim, Hukum perwakafan di Indonesia, Ciputat, Ciputat Press, 2005 hal. 49
18
ِهي ِف عٌ ْيَب ﻻَ ٌموْ َي يَ ِتْأَي نْ َأ لِ ْبَق نْ مِ مْ ُكاَنْقزَ رَ امﱠ مِ اوُقِفْنَأ اوُنمَ آ نَ يذِ ﱠلا اَهﱡيَأ اَي
نَ ومُ ِلاﱠظلا ُمُه نَ ورُ ِفاَكْلاوَ ◌ۗ ٌةَعاَفَش ﻻَ وَ ٌةﱠ لخُ ﻻَ وَ
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah dan
belanjakanlah sebagian rezki yang telah kami berikan kepadamu sebelum
datang suatu hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada
lagi persahabatan yang akrab, dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang
kafir itulah yang zalim”.5
b). Al-qur’an surah Al-Hadid ayat 7
اوُنمَ آ نَ يذِ ﱠلاَف ◌ۖ ِهيِف نَ يِفَلخْ َ تْسمُ مْ ُكَلَعجَ امﱠ مِ اوُقِفْنَأوَ هِ ِلوُسرَ وَ ِ(cid:3681)ﱠ اِب اوُنمِ آ
رٌ يِبَك رٌ جْ َأ مْ ُهَل اوُقَفْنَأ وَ مْ ُكْنمِ
Artinya:”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
nafkahkanlah sebagian hartamu yang Allah telah menjadikan kamu
menguasainya. Maka orang-orang yang beriman diantara kamu dan
menafkahkan hartanya akan memperoleh pahala yang besar”.6
c). Al-qur’an surah Al-Hajj ayat 77
مْ ُكﱠلَعَل رَ ْيخَ ْلا اوُلَعْفاوَ مْ ُكﱠب رَ اوُدُبعْ اوَ اوُدجُ ْساوَ اوُعَكرْ ا اوُنمَ آ نَ يذِ ﱠلا اَهﱡيَأ اَي
نَ وحُ ِلْفُت
5Q.S Al-Baqarah ayat 254
6Q.S Al-Hadid ayat 7
19
Artinya:”Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu
dan sembahlah Tuhanmu serta berbuatlah kebaikan supaya kamu
berbahagia”.7
d). Al-qur’an surah An-Nahl ayat 97
◌ۖ ًةَبِّيَط ًةاَيحَ ُهﱠنَيِيحْ ُن َلَف نٌ مِ ؤْ مُ وَ ُهوَ ىٰ َثْنُأ وْ َأ رٍ َكَذ نْ مِ احً ِلاَص َلمِ َع نْ مَ
نَ وُل مَ ْعَي اوُناَك امَ نِ َسحْ َأِب مْ ُهرَ جْ َأ مْ ُهﱠنَيزِ جْ َنَلوَ
Artinya:”Barang siapa yang berbuat kebaikan, laki-laki atau
perempuan dan ia beriman, niscaya akan aku beri pahala yang lebih bagus
dari apa yang mereka amalkan”.8
e). Al-qur’an surah Ali Imran ayat 92
ِه ِب َ(cid:4099)ﱠ نﱠ ِإَف ءٍ يْ َش نْ مِ اوُقِفْنُت ا مَ وَ ◌ۚ نَ وﱡبحِ ُت ا مﱠ مِ اوُقِفْنُت ىٰ ﱠتحَ رﱠ ِبْلا اوُلاَنَت نْ َل
ٌميِلَع
Artinya:”Kamu sekali kali tidak sampai kepada kebaktian, sebelum
kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”.9
7Q.S Al-Hajj ayat 77
8Q.S An-Nahl ayat 97
9 Q.S Ali Imran ayat 92
20
Jadi, Al-Qur’an dalam hal wakaf tidak menyebutkan secara khusus,
sebagaimana zakat. Al-Qur’an hanya membicarakan soal umum yaitu soal
menafkahkan harta pada jalan Allah.10
2). Hadits
Al-qur’an menyebutkan secara umum, tetapi dalam hadis ada yang
menyebutkan secara khusus dan umum. Hadis-hadis yang menyinggung
dasar hukum kedua, disyariatkannya wakaf ialah Al-hadits. Jika masalah
wakaf sekaligus menjadi dasar hukum wakaf, adalah hadis yang berkenaan
dengan amal jariyah.
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam al-jami’ al-shahih lil
Bukhari, ada enam hadis dianggap tidak berulang-ulang sebagai dasar
hukum wakaf ini, berikut hadis-hadis tersebut:
a). Hadis shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
“Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhoi keduanya. Ibnu Umar
berkata, bahwa umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Lalu
ia datang kepada nabi SAW. Untuk meminta petunjuk tentang tanah itu.
Umar berkata : “Ya Rasulallah, sesungguhnya saya dapat tanah di
Khaibar, saya belum pernah dapat harta yang lebih berharga menurut
pandangan saya daripadanya bagaimana petunjuk Anda”. Rasulullah
menjawab: “kalau anda mau tahan pokoknya dan anda sedekahkan
10Abdul Halim, Hukum perwakafan di Indonesia, Ciputat, Ciputat Press, 2005 hal. 68
21
hasilny”. Ibnu Umar berkata : “Lalu Umar mensedekahkan (mewakafkan).
Bahwa pokoknya tidak dijual, tidak diwariskannya dan tidak
menghibahkannya. Maka ia mewakafkan kepada fakir, kepada keluarga
yang dekat, kepada pembebasan budak, sabilillah, ibnusabil, musafir dan
kepada tamu. Dan tidak terhalang bagi yang mengurusinya memakan
untuknya secara wajar dan memberi makan saudaranya”.
b). Diriwayatkan oleh Utsman ibn Affan
“Dari Utsman, sesungguhnya Nabi telah datang ke Madinah,
disana tidak ada air yang baik untuk diminum kecuali sumur Rumat, Nabi
berkata : “Barang siapa yang membeli sumur Rumat dan menjadikan
timbanya bersama-sama dengan timba kaum muslimin (mensedekahkan air
sumur tersebut kepada kaum muslimin), maka ia akan masuk surga”.
Kemudian Utsman berkata: “kemudian saya membelinya dengan hartaku
sendiri”.11
c). Diriwayatkan oleh Abi Hurairah
“Dia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa menahan
(ihtibasa) seekor kuda untuk keperluan kebaikan dijalan Allah dengan iman
dan mengharap pahala dari Allah, maka semua tubuh kuda itu bersama
dengan kotorannya akan ditimbang sebagai timbangan amal kebaikan
dihari akhirat”.
11Abdul Halim, Hukum perwakafan di Indonesia, Ciputat, Ciputat Press, 2005 hal. 69
22
d). Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
“Dari Ibnu Abbas dia berkata bahwa Rasulullah akan berangkat
pergi Haji, lalu seorang istri berkata kepada suaminya, Berangkatkanlah
saya untuk menunaikan haji bersama Rasulullah. Suaminya menjawab;
saya tidak mempunyai sesuatu untuk memberangkatkan engkau pergi haji.
Isterinya menjawab; Berangkatkanlah saya dengan unta engkau bersama
sifulan. Suaminya menjawab; itu adalah penahanan harta dijalan Allah.
Lalu suaminya datang kepada Rasulullah SAW. Maka Nabi bersabda; jika
engkau memberangkatkannya pergi haji itupun sudah termasuk fi
sabilillah, bahwa Rasulullah berkata tentang hak si khalid; aku telah
menahan baju besinya dan aku anggap hal itu termasuk fi sabilillah”.
e). Diriwayatkan oleh Anas
“Dari Anas bahwa Abu Thalhah berkata; “Ya Rasulullah
sesungguhnya Allah telah berfirman; Kamu sekali-kali tidak akan sampai
kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian
dari harta yang kamu cintai. Sesungguhnya harta yang paling saya senangi
ialah (kebun) di Baihura! Harta itu kujadikan sedekah untuk Allah.
Tempatkanlah Ya Rasulullah menurut apa yang telah ditunjukkan Allah
kepada anda. Rasulullah bersabda; Bakh! Bakh! Itu harta yang
menguntungkan. Aku telah mendengar dan aku telah ditunjukkan untuk kau
sedekahkan harta itu kepada familimu terdekat. Abu Thalhah berkata; saya
akan melaksanakan Ya Rasulullah. Kemudian Abu Thalhah membagi-
23
Description:pokok-poko hokum Islam II, Tinta Mas, Jakarta. 17 Ahmad Azhar Basyir, 1977 Hukum Islam tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah,. Al-maarif, Bandung