Table Of ContentJURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
ASPEK MEDIS PADA KASUS KEJAHATAN SEKSUAL
Sie Ariawan Samatha1, Tuntas Dhanardhono2, Sigid Kirana Lintang Bhima2
1 Mahasiswa Program S-1 Ilmu Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
2 Staf Pengajar Ilmu Forensik, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
JL. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang-Semarang 50275, Telp. 02476928010
ABSTRAK
Latar Belakang Kejahatan seksual adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain yang menimbulkan kepuasan seksual bagi dirinya dan mengganggu
kehormatan orang lain. Bantuan dokter dalam kasus kejahatan seksual berupa pemeriksaan
pada korban baik itu pemeriksaan fisik maupun pengumpulan sampel dari tubuh korban.
Namun dalam kenyataan di lapangan sangat sulit bagi dokter untuk melakukan hal – hal
tersebut.
Tujuan Untuk mengetahui bagaimana aspek medis kasus kejahatan seksual
Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sampel adalah rekam medis kasus
kejahatan seksual di dua rumah sakit di kota Semarang yaitu RSUP dokter Kariadi dan RSUD
Dokter Adhyatma MPH. Data rekam medis yang diperoleh dicatat menggunakan draft yang
mengacu pada standar WHO terhadap kasus kejahatan .
Hasil Didapatkan 95 kasus kejahatan seksual dari tahun 2015 – 2016 yang dilaporkan pada
RSUP dokter kariadi dan RSUD dokter Adhyatma, MPH. 90% dari total kasus menerima
informed consent yang diberikan oleh dokter. 57 % kasus terdapat hasil anamnesis waktu dan
tanggal kejadian, 41 % kasus terdapat hasil anamnesis umum, 68% kasus terdapat hasil
anamnesis riwayat seksual dan riwayat menstruasi korban. 13 kasus mengandung pertanyaan
apa yang dilakukan korban seusdah kejadian, 98% kasus terdapat kronologis kejadian, 94%
kasus terdapat identitas pelaku, sebanyak 74 kasus terdapat lokasi kejadian, 14% kasus
terdapat hasil riwayat obat – obat yang dikonsumsi korban, dan 88 % kasus terdapat deskripsi
jenis kejadian seksual. Sebanyak 97% dari total kasus yang didapat terdapat hasil pemeriksaan
fisik dan sebanyak 80% dari total kasus terdapat hasil pemeriksaan genitalia. Sebanyak 20%
kasus terdapat dokumentasi pemeriksaan. Sebanyak 5% dari total kasus hasil pemeriksaan
swab dan cairan sperma, sebanyak 1% dari total kasus yang dilakukan pemeriksaan darah dan
urin. 17% dari total kasus terdapat hasil pemeriksaan kehamilan.
Kesimpulan Aspek Medis Kejahatan seksual meliputi informed consent, anamnesis,
pemeriksaan fisik yang terdiri dari pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan Top to Toe, dan
pemeriksaan genital, Pemeriksaan penunjang yang terdiri dari pengambilan swab dan
pemeriksaan cairan sperma, pemeriksaan darah dan urin, dan pemeriksaan kehamilan. Dokter
dalam Kasus kejahatan seksual juga berperan dalam pengumpulan barang bukti pada tubuh
korban.
Kata kunci : Kejahatan Seksual, Aspek Medis, Peran dokter dalam Kasus kejahatan Seksual
ABSTRACT
MEDICAL ASPECT OF SEXUAL ABUSE
Background sexual abuse is any act perpetrated by a person against another person that
creates sexual pleasure for himself and disrupt the honor of another person. Doctor Assistance
in the case of Sexual Abuse case is examination on the victim either physical examination or
collecting sample from victim’s body, but in reality it is very difficult for doctor to do the
examination of sexual abuse victim.
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1012
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
Aim To know how is the medical aspect of sexual abuse case.
Methods This was a descriptive which sample is taken from medical record of sexual abuse
victim in the two hospital in Semarang. Medical record from the victim are recorded using a
draft that has been adapted from world health organization guidelines about sexual abuse
examination.
Result There was 95 sexual abuse case which is reported to two hospital in Semarang. It was
found that 90% of the total case, there was informed consent in the victim medical record.
There was 57% of the total case which has the spesific date and time, 41% cases from total
case has general medical history, 41% from total case has sexual history and menstrual history
of the patient, 13% case has the detail about what the patient did after she has sexual abuse,
98% case has specific chronology, 94% case has the identitiy of the offenders,67% case has
the specific place when the sexual abuse happened, 14% of total case has the history of
medicine taken by patient, and 88% case has the specific description of sexual abused. 97%
of the total case had the result of top to toe physical examination and 80% of the total case
had the result of genitalia examination.20% case has the examination documentation. 5% of
the total case had the result of sampling and sperm test. 1% of the total case had blood and
urine analysis. 17% of total case had the pregnancy test result.
Conclusion medical aspect of sexual abuse consist of informed consent, taking history,
physical examination which is consist of vital sign checking, head to toe examination, and
genital examination, supporting examination which is consist of taking swab and sperm
examination from victim’s body, blood and urine analysis, and pregnancy test. Role of doctor
in sexual abuse case is to collect the sample from the victim’s body
Key word : sexual abuse, medical aspect, role of doctor in cases of sexual abuse
PENDAHULUAN terhadap wanita yang terjadi di 80 negara
Kejahatan seksual adalah setiap menyatakan bahwa hampir 30 % dari
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang semua perempuan pernah mengalami
terhadap orang lain yang menimbulkan kekerasan baik kekerasan fisik maupun
kepuasan seksual bagi dirinya dan seksual. Prevalensi terjadinya tindak
mengganggu kehormatan orang lain.1 kekerasan ini menurut WHO sebesar
Kejahatan seksual adalah sebuah bentuk 23,2% pada negara dengan pendapatan per
pelanggaran atas kesusilaan yang bukan kapita yang tinggi dan sebanyak 24,2 %
saja menjadi masalah hukum nasional terjadi pada negara pasifik timur dan
suatu negara melainkan sudah menjadi sebanyak 37,7 % terjadi di Asia Tenggara.3
masalah hukum semua negara di dunia Di Indonesia yang rawan menjadi korban
atau masalah global.2 kejahatan seksual adalah kaum perempuan
Data WHO bersama dengan dan anak dibawah umur. KOMNAS
London School of Hygiene and Tropical perempuan menyatakan bahwa pada tahun
Medicine and the medical Research of 2013 didapatkan 16.403 laporan kasus
Council mengenai kasus kejahatan seksual kejahatan seksual.4 M. Hakimi menyatakan
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1013
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
bahwa 41% perempuan di Jawa Tengah Bantuan dokter dalam kasus
pernah mengalami kekerasan fisik dan kejahatan seksual berupa pemeriksaan
seksual. Sebagai tambahan dilaporkan juga pada korban baik itu pemeriksaan fisik
bahwa satu dari lima perempuan yang maupun pengumpulan sampel dari tubuh
terlibat dalam penelitian tersebut korban. Hal ini juga sesuai dengan
mengalami kejahatan seksual yang ketentuan yang diatur dalam Standar
dilakukan oleh orang – orang selain suami Kompetensi Dokter Indonesia. Dalam
mereka.5 Berdasarkan data Komisi Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Perlindungan Anak Indonesia, pelecehan tahun 2012 (SKDI 2012) menyatakan
dan kekerasan seksual terhadap anak di bahwa dokter umum sesudah lulus harus
tanah air didapatkan pada tahun 2013 mampu membuat visum , surat keterangan
sebanyak 23 kasus, 2014 sebanyak 53 medis dan memenuhi prosedur
kasus, dan 2015 sebanyak 133 kasus. Dari medikolegal dengan masing – masing
data yang diperoleh oleh komisi kompetensi 4A. Selain itu lulusan dokter
perlindungan Anak Indonesia dapat umum juga harus bisa melakukan secara
disimpulkan bahwa kekerasan dan mandiri teknik – teknik pengambilan
pelecehan seksual terhadap anak sampel yang dapat digunakan sebagai
meningkat 100 persen dari tahun-tahun barang bukti medis, dengan kompetensi
sebelumnya.6 Dr.dr. Edy Fadlyana, 4A.8 Namun kenyataan di lapangan sangat
Sp.A(K), M.Kes dalam artikel yang dimuat sulit bagi dokter umum untuk melakukan
oleh Ikatan Dokter anak Indonesia hal – hal tersebut terutama pada kasus
menyatakan bahwa sebagian besar pelaku kejahatan seksual.9 Pada kasus JIS, hasil
pelecehan seksual adalah orang yang visum yang dikeluarkan oleh rumah sakit
dikenal oleh korban mereka, sekitar 30% Pondok Indah dan Rumah Sakit
adalah keluarga dari anak, paling sering Bhayangkara terdapat perbedaan dengan
adalah saudara laki-laki, ayah, paman, atau BAP yang dapat berkonsekuensi
sepupu. 60% pelaku adalah kenalan hukum.10,11,12
lainnya seperti 'teman' dari keluarga,
pengasuh, atau tetangga. Sekitar 10% METODE
pelaku dalam kasus penyalahgunaan Penelitian ini menggunakan metode
seksual anak adalah orang yang tidak deskriptif. Penelitian dilaksanakan di dua
dikenal oleh korban.7 rumah sakit di kota Semarang yaitu RSUP
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1014
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
Dokter Kariadi dan RSUD Dokter
Jumlah Kasus Kejahatan Seksual
Adhyatma, MPH. pada bulan Agustus –
dari Tahun 2015 -2016
September 2017. Kriteria inklusi penelitian
[NAMA
ini rekam medis kasus kejahatan seksual KATEGORI]
[NILAI]
senggama. Kriteria eksklusi penelitian ini kasus
adalah rekam medis kasus kejahatan
seksual yang datanya tidak lengkap.
[NAMA
Sampel diambil dengan cara total KATEGORI]
[NILAI]
kasus
sampling. Pengambilan data dilakukan
dengan menggunakan draft yang
disesuaikan dengan standar pemeriksaan Gambar 1. Grafik Jumlah Kasus Kejahatan
yang dikeluarkan oleh WHO dan National Seksual tahun 2015 -2016
Protocol for Sexual Assault Examination
Dalam penelitian ini usia
dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu
HASIL
dewasa dengan usia di atas 18 tahun
Pengambilan data penelitian
sejumlah 23 kasus dan di bawah umur di
dilakukan Agustus - September 2017.
bawah 18 tahun sejumlah 72 kasus. (
Jumlah sampel penelitian yang memenuhi
Gambar 2. )
kriteria inklusi dan eksklusi adalah 95
rekam medis.
Usia Korban
Dalam penelitian ini didapatkan 19
Dewasa;
kasus kejahatan seksual yang dilaporkan di 23
RSUP Dokter Kariadi dan 76 kasus
kejahatan seksual yang dilaporkan di
RSUD dokter Adhyatma, MPH ( Gambar
1. ) Dibawah
Umur;
72
Gambar 2. Grafik Usia Korban Kasus
Kejahatan Seksual Tahun 2015 – 2016
Jenis kelamin korban kasus
kejahatan seksual dalam penelitian ini,
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1015
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
terdiri atas 3 korban laki – laki dan 92 Aspek Informed Consent
korban perempuan. ( Gambar 3. ) Pada penelitian ini didapatkan hasil
90 ( 95% ) kasus ada persetujuan tindakan
Jenis Kelamin Korban
medis ( Informed Consent ), sedangkan 5
Laki Laki;
kasus ( 5% ) terdapat penolakan tindakan
3
medis yang dilakukan oleh pihak keluarga.
( Tabel 1.)
Tabel 1. Tabel informed Consent
Perempu Keterangan Jumlah
an; 92
Ada Informed Consent 90 ( 95% ) kasus
Menolak Informed 5 ( 5% ) kasus
Consent
Gambar 3. Grafik Jenis Kelamin Korban
Kejahatan Seksual
Aspek Anamnesis
Dalam penelitian ini 54 ( 57% )
Dalam penelitian ini didapatkan 10
kasus didapatkan anamnesis waktu dan
kasus yang ditangani oleh dokter spesialis
tanggal kejadian. Sebanyak 39 ( 41 % )
kandungan dan kebidanan, sebanyak 19
kasus terdapat anamnesis umum. Sebanyak
kasus ditangani oleh dokter spesialis
65 ( 68 % ) kasus terdapat riwayat
forensik dan sebanyak 66 kasus ditangani
hubungan seksual terakhir korban dan
oleh dokter umum. (Gambar 4.)
riwayat menstruasi. Sebanyak 13 ( 14% )
Dokter pemeriksa Kasus
kasus didapatkan apa yang dilakukan
KDeojkathera tan Seksual
Spesialis
korban sesudah mengalami kejahatan
Kandungan
dan Dokter
seksual. 93 ( 98% ) kasus terdapat riwayat
Kebidanan; Spesialis
10; 11% Forensik;
kronologis kejadian. Sebanyak 90 ( 94% )
19; 20%
kasus kejahatan seksual diketahui identitas
pelaku. 64 ( 67% ) kasus ditanyakan lokasi
dan keadaan sekitar tempat kejadian kasus
Dokter
Umum; 66; kejahatan seksual. Sebanyak 13 ( 14% )
69%
kasus ditanyakan riwayat obat – obat yang
dikonsumsi korban sebelum dan saat
Gambar 4. Grafik Dokter Pemeriksa Kasus kejadian berlangsung dan sebanyak 84% (
Kejahatan Seksual
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1016
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
88% ) terdapat pertanyaan mengenai
deskripsi jenis kejahatan seksual.(Tabel 2.)
Jumlah Korban hamil
Tabel 2. Aspek anamnesis kasus kejahatan Hamil
11
seksual
Keterangan Jumlah kasus
Terdapat Waktu dan Tanggal 54 ( 57% )
Kejadian tidak
hamil
Terdapat anamnesis umum 39 ( 41% )
84
Terdapat riwayat hubungan 65 ( 68% )
seksual terakhir dan riwayat
menstruasi
Gambar 5. Jumlah korban hamil akibat
Terdapat apa yang dilakukan 13 ( 14% )
kasus kejahatan seksual
korban sesudah mengalami
kejahatan seksual Dalam penelitian ini dengan
Terdapat kronologis kejadian 93 ( 98% ) menggunakan prosedur WHO didapatkan
Terdapat Identitas Pelaku 90 ( 94%) 95 ( 100% ) kasus yang ditangani oleh
Terdapat lokasi dan keadaan 64 ( 67% ) dokter pemeriksa sudah dilakukan
sekitar saat terjadinya
pemeriksaan tanda vital yang meliputi 4
kejahatan seksual
komponen yaitu tekanan darah, denyut
Terdapat riwayat obat – obat 13 ( 14% )
nadi, laju pernafasan, dan suhu tubuh. (
yang dikonsumsi saat
Tabel 3. )
kejadian
92 ( 97% ) kasus yang ditangani
Terdapat deskripsi jenis 84 ( 88% )
oleh dokter pemeriksa sudah dilakukan
kejahatan seksual
pemeriksaan Top to Toe. Hasil
pemeriksaan Top to Toe yang dilakukan
Aspek Pemeriksaan fisik
oleh dokter pemeriksa didapatkan
Dalam penelitian ini didapatkan 11
sebanyak 6 ( 7% ) kasus yang diperiksa
korban wanita yang sudah mengalami
oleh dokter pemeriksa terdapat kelainan
perubahan seks sekunder hamil, akibat
ketika dilakukan pemeriksaan. 86 ( 93% )
mendapat kejahatan seksual, sehingga
kasus yang diperiksa oleh dokter
pemeriksaan fisik bagi korban yang hamil
pemeriksa tidak ditemukan adanya
akibat kejahatan seksual memerlukan
kelainan dengan pemeriksaan Top to toe,
pemeriksaan yang lebih spesifik. ( Gambar
sedangkan 3 kasus kejahatan seksual
5. )
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1017
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
menolak prosedur dan tindakan Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Top To Toe
pemeriksaan top to toe ( Tabel 4. ) Pemeriksaan Top To Toe Jumlah
76 ( 80% ) kasus yang ditangani Ditemukan adanya kelainan 6 ( 7% )
Tidak ditemukan adanya 86 ( 93 % )
oleh dokter pemeriksa sudah dilakukan
kelainan
pemeriksaan genital. Pemeriksaan genitalia
Menolak Prosedur 3 ( 3 % )
pada korban kejahatan seksual didapatkan
Pemeriksaan
hasil sebanyak 65 ( 85% ) kasus yang
ditangani oleh dokter pemeriksa ditemukan
Tabel 5. Hasil pemeriksaan Genitalia
adanya luka pada genitalia korban baik
Pemeriksaan genital Jumlah
berupa robekan lama maupun robekan baru
Ditemukan luka pada genital 65 ( 85% )
pada selaput dara korban. Sebanyak 11 (
korban
15% ) kasus yang ditangani oleh dokter
Tidak ditemukan luka pada 11 ( 15% )
pemeriksa tidak ditemukan adanya luka genital korban
robekan pada selaput dara ( hymen intak ). Korban hamil sehingga tidak 11 ( 12%)
Sebanyak 11 ( 12% ) dari total kasus dilakukan pemeriksaan
kejahatan seksual merupakan pasien dalam
Menolak tindakan 5 ( 5% )
dengan positif hamil sehingga diperlukan
pemeriksaan
pemeriksaan yang lebih spesifik dalam
Lain – lain ( tidak dapat 3 ( 3% )
pemeriksaan genitalia. Sebanyak 5 ( 5% )
melakukan pemeriksaan
dari seluruh kasus kejahatan seksual yang
genitalia karena faktor lain )
menolak tindakan pemeriksaan genitalia.
Sebanyak 3 ( 3% ) dari seluruh kasus
Aspek Pemeriksaan Penunjang
terdapat kendala berupa tidak
Dalam penelitian ini didapatkan
kooperatifnya pasien dalam tindakan dan
hasil berupa 5 ( 5% ) dari seluruh kasus
keterbatasan dokter umum dalam
kejahatan seksual yang ditangani oleh
menentukan luka genitalia sehingga
dokter pemeriksa dilakukan pengambilan
didapatkan hasil false negatif. ( Tabel 5. )
swab dan pemeriksaan cairan sperma.
Tabel 3. Komponene Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan swab dan cairan sperma
dengan Prosedur WHO
pada ke lima kasus ini didapatkan hasil
Keterangan Jumlah
negatif pada semua sampel. Sebanyak 1 (
Pemeriksaan Tanda Vital 95 ( 100% )
1% ) kasus kejahatan seksual dari seluruh
Pemeriksaan Top to Toe 92 ( 97% )
kasus yang ditangani oleh dokter
Pemeriksaan Genital 76 ( 80% )
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1018
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
pemeriksa dilakukan pemeriksaan darah dokumentasi pemeriksaan yang dilakukan
dan urin. Dari kasus yang dilakukan oleh dokter pemeriksa. ( Tabel 7. )
pemeriksaan darah dan urin didapatkan Tabel 7. Dokumentasi Foto Hasil Pemeriksaan
semua sampel korban negatif. Keterangan Jumlah
Sebanyak 12 ( 13% ) kasus dari Ada dokumentasi foto hasil 19 ( 20% )
pemeriksaan
seluruh kasus yang ditangani oleh dokter
Tidak ada dokumentasi foto 76 ( 80 % )
pemeriksa dilakukan pemeriksaan
hasil pemeriksaan
kehamilan. Hasil pemeriksaan kehamilan
yang dilakukan pada korban kasus
kejahatan seksual didapatkan 2 ( 12,5% )
PEMBAHASAN
sampel dari korban yang dinyatakan positif
Aspek Informed Consent
hamil. 10 ( 67,5 % ) sampel dari korban
Informed consent tentu sangat
yang didapatkan hasil negatif dalam
penting bagi dokter dalam melakukan
pemeriksaan kehamilan, sedangkan
suatu pemeriksaan. Menurut J. Guwandi
sebanyak 4 ( 25% ) kasus masih diberikan
informed consent berperan dalam
edukasi kepada korban apabila dalam
memberikan perlindungan hukum kepada
waktu 1 minggu setelah korban datang ke
dokter terhadap akibat yang tidak terduga
rumah sakit belum mengalami menstruasi.
dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk
( Tabel 6. )
of treatment yang tak mungkin dihindarkan
Tabel 6. Pemeriksaan penunjang
walaupun dokter sudah mengusahakan
Jenis Pemeriksaan Jumlah
dengan cara semaksimal mungkin dan
Penunjang
bertindak secara hati – hati dan teliti. 13
Pemeriksaan swab dan Cairan 5 ( 5% )
sperma Informed consent dalam tindakan
Pemeriksaan darah dan urin 1 ( 1% ) pemeriksaan kejahatan seksual berperan
Pemeriksaan Kehamilan 12 ( 13 % ) untuk menghindari permasalahan yang
menyangkut aspek hukum dikemudian
Dokumentasi Foto Hasil Pemeriksaan hari. Informed consent juga berperan
Dalam penelitian ini didapatkan dalam mencegah dokter pemeriksa untuk
sebanyak 19 ( 20% ) kasus memiliki melakukan tindakan yang mengganggu
dokumentasi pemeriksaan yang dilakukan privasi dari pasien dan melakukan tindakan
oleh dokter pemeriksa dan sebanyak 76 ( yang tidak nyaman kepada pasien. 13
80% ) kasus tidak memiliki foto
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1019
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
Informed consent menurut WHO sudah melebihi dari lima hari akan
juga sangat penting apabila terdapat membingungkan dokter dalam hasil
permasalahan hukum yang mewajibkan pemeriksaan cairan sperma.17
dokter pemeriksa untuk mengambil Anamnesis Umum
persetujuan dari korban kejahatan seksual Pemeriksaan Anamnesis umum
mengenai tindakan yang dilakukan menurut WHO bertujuan untuk membantu
terhadap korban.14 dokter dalam melakukan tatalaksana awal
Peran Informed consent menurut yang harus dilakukan saat pasien pertama
M. Helmi MD , M.Sc. sangat penting hal kali datang atau mengatasi kedaruratan
ini dikarenakan bahwa semua tindakan korban kejahatan seksual.18
medis harus dapat dipertanggung Anamnesis umum dalam A
jawabkan, baik dari segi biaya, prosedur, National Protocol for Sexual Assault
sampai dengan komplikasi yang dapat Medical Forensic Examination berperan
terjadi, sehingga informed consent dalam mempengaruhi hasil pemeriksaan
merupakan hak dari pasien untuk yang nanti akan dilakukan oleh dokter.19
mengetahui semua tindakan yang akan Riwayat Menstruasi dan Riwayat
dilakukan terhadap dirinya.15 hubungan seksual sebelumnya
Aspek Anamnesis Pemeriksaan HPHT menurut
Waktu dan Tanggal Kejadian William Ernohazy Jr., MD sangat penting
Anamnesis waktu tempat tanggal dan berguna bagi dokter untuk
kejadian berperan penting dalam memfasilitasi korban yang hamil akibat
pemeriksaan kasus kejahatan seksual. kasus kejahatan seksual serta untuk
Anamnesis waktu dan tanggal kejadian memfasilitasi korban dalam pencegahan
membantu dokter dalam menentukan tanda penyakit menular seksual yang diakibatkan
klinis pada tubuh korban seperti bekas oleh pelaku kejahatan seksual.20
perlukaan dan warna kemerahan pada Pemeriksaan HPHT dan riwayat
tubuh korban16. hubungan seksual sebelumnya menurut A
Tamkin Khan dalam jurnal yang National Protocol for Sexual Assault
berjudul Preventing Rerape : Examination Medical Forensic Examination sangat
of Rape Victim menyatakan bahwa penting untuk menghindari kesalahan
menanyakan waktu dan tanggal kejadian diagnosis apakah perlukaan terjadi akibat
sangat penting karena apabila kejadian
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1020
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Volume 7, Nomor 2, Mei 2018
Online : http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico
ISSN Online : 2540-8844
Sie Ariawan Samatha, Tuntas Dhanardhono, Sigid Kirana Lintang Bhima
pasangan seksual yang sah atau akibat dari sesudah mendapat tindakan kejahatan
perkosaan. seksual.16
Kronologis Kejahatan Seksual Menanyakan apa yang dilakukan
Tujuan anamnesis kronologis korban sesudah mengalami tindakan
menurut WHO adalah untuk mendapatkan kejahatan seksual memiliki 2 peran penting
informasi mengenai latar belakang yaitu turut dalam membantu penyelidik
kejadian secara runut. Dokter dalam mengumpulkan sampel pelaku dari tubuh
melakukan anamnesis kronologis harus korban dan aktivitas yang dilakukan oleh
mempersilahkan pasien untuk korban tersebut dapat mempengaruhi hasil
menceritakan secara rinci menurut kalimat interpretasi pemeriksaan laboratorium
dan sudut pandang korban. Dokter harus forensik.21
menghindari penggunaan kata yang Identitas Pelaku Kejahatan seksual
bersifat menyudutkan dan menuduh agar Identitas pelaku kejahatan seksual
pasien cenderung membuka diri sehingga yang ditanyakan oleh dokter saat
mau menceritakan secara rinci kronologis melakukan anamnesis terhadap korban
kejadian. Kronologis juga berperan untuk kejahatan seksual sangat penting dalam
menjadi bukti hukum apabila kasus membantu proses hukum dari suatu kasus
tersebut dilanjutkan ke ranah hukum.18 kejahatan seksual.16
Anamnesis kronologis dalam buku Magalhães T dalam jurnal yang
rape investigation handbook sangat berjudul Biological Evidence Management
penting hal ini dikarenakan kronologis for DNA Analysis in Cases of Sexual
merupakan gambaran yang penting untuk Assault menyatakan menanyakan identitas
dokter pemeriksa dalam melakukan pelaku bertujuan untuk mendapatkan data
prosedur pemeriksaan berikutnya. 21 – data yang diperlukan dalam hukum dan
Apa yang dilakukan korban sesudah pembuatan visum et repertum.22
mengalami tindakan kejahatan seksual Lokasi dan Keadaan Sekitar Saat
Pentingnya pemeriksaan ini adalah Terjadinya Kejahatan Seksual
untuk mempermudah dokter dalam Lokasi dan keadaan sekitar saat
melacak sampel yang ditinggalkan oleh terjadinya kejahatan seksual harus
pelaku kejahatan seksual. Korban ditanyakan kepada pasien karena memiliki
kejahatan seksual biasanya merasa kotor makna yang sangat penting. Pemeriksaan
ini harus dilakukan tanpa memberikan
JKD, Vol. 7, No. 2, Mei 2018 : 1012-1029
1021
Description:Dokter Adhyatma MPH. Data rekam medis yang diperoleh dicatat menggunakan draft yang mengacu pada standar WHO terhadap kasus kejahatan .