Table Of Content21 
 
 
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS 
 
 
  Pembahasan  dalam  bab  ini  akan  mengemukakan  berbagai  kajian  yang 
diperoleh dari berbagai sumber literatur yang sesuai dengan permasalahan yang 
dibahas dalam penelitian ini. Kajian tersebut mencakup berbagai persoalan yang 
berhubungan  dengan  skripsi  yang  berjudul  ”Perkembangan  Industri  Rumah 
Tangga  Tapai  Singkong  dan  Dampaknya  Terhadap  Kondisi  Sosial  Ekonomi 
Masyarakat.  (Studi  Pada  Industri  Tapai  Singkong  di  Kecamatan  Cimenyan 
Kabupaten Bandung Tahun 1980-2008)”. 
  Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka dan landasan teoritis. Dalam tinjauan 
teoritis akan dikaji beberapa hal mengenai industri rumah tangga, kewirausahaan, 
pembangunan ekonomi kerakyatan, produksi tapai singkong, sedangkan dalam 
landasan  teoritis  akan  dikemukakan  tentang  teori  perubahan  sosial  Emile 
Durkheim dan teori motif berprestasi McClleland.  
  Kajian  dalam  tinjauan  pustaka  akan  dibagi  dalam  tiga  bagian  sesuai 
dengan sumbernya yaitu dari sumber yang berupa buku, penelitian yang telah ada 
yang dijadikan referensi penulis, dan sumber yang berasal dari internet. Kemudian 
bagian-bagian tersebut akan dibagi lagi menjadi beberapa sub judul yang sesuai 
dengan pokok permasalahan yang akan dikaji.
22 
 
 
2.1  Tinjauan Pustaka 
2.1.1  Sumber Buku 
2.1.1.1 Industri Rumah Tangga 
Buku  yang  dijadikan  sumber  referensi  pertama  dalam  membahas 
mengenai perkembangan industri rumah tangga ini adalah buku yang berjudul 
Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting (2002), buku ini 
secara  keseluruhan  membahas  tentang  keberadaan  atau  perkembangan  UKM 
(Usaha Kecil dan Menengah) di Indonesia selama ini. Seluruh isi buku terdiri dari 
tujuh  bab.  Bab  1  membahas  secara  teoritis  keberadaan  UKM  dalam  proses 
pembangunan ekonomi. Bab 2 membahas kinerja UKM di Indonesia terutama 
sekitar periode krisis (1997-2000). Jika pada bab 2 dilihat perkembangan UKM 
secara  umum  disemua  sektor-sektor  ekonomi,  maka  pembahasan  pada  bab  3 
terfokus pada industri kecil dan industri rumah tangga.  Bab 4 membicarakan 
masalah-masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti 
keterbatasan modal, rendahnya kualitas SDM, dan masalah persaingan. Bab 5 
lebih menekankan pada pokok masalah perempuan pengusaha di UKM, karena 
salah satu aspek penting dari perkembangan UKM adalah kesempatan berusaha 
bagi  perempuan.  Aspek  lainnya  yang  juga  relevan  untuk  dikaji  adalah 
menyangkut  pelaksanaan  otonomi  daerah  dan  artinya  bagi  peran  UKM  serta 
dampaknya bagi perkembangannya di daerah. Aspek ini menjadi topik utama dari 
bab  6.  Terakhir  bab  7  adalah  soal  kelembagaan  untuk  perumusan  dan 
implementasi kebijaksanaan UKM di Indonesia.
23 
 
Salah  satu  bab  dari  buku  ini  yaitu  bab  3  membahas  mengenai  profil 
Industri Kecil (IK) dan Industri Rumah Tangga (IRT) dengan melihat perbedaan 
di antara kedua jenis usaha rakyat ini. Perbedaan tersebut terutama dalam aspek 
organisasi, manajemen, metode atau pola produksi, teknologi dan tenaga kerja 
produk, dan lokasi usaha. Industri rumah tangga pada umumnya adalah unit-unit 
usaha yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti menerapkan sistem organisasi dan 
manajemen yang baik seperti lazimnya dalam suatu perusahaan modern, tidak ada 
pembagian tugas kerja dan sistem pembukuan yang jelas.  
Proses produksi dilakukan di samping atau di dalam rumah dari pemilik 
usaha, mereka tidak mempunyai tempat khusus. Teknologi yang digunakan sangat 
sederhana yang pada umumnya manual dan sering kali direkayasa sendiri dan 
banyak  menggunakan  tenaga  kerja  yang  tidak  dibayar  (khususnya  anggota 
keluarga).  Sebagian besar industri rumah tangga terdapat di daerah pedesaan dan 
kegiatan produksi pada umumnya musiman, erat kaitannya dengan siklus kegiatan 
di sektor pertanian. Pada saat musim tanam dan musim panen kegiatan di IRT 
menurun tajam karena sebagian besar pengusaha dan pekerja di IRT kembali ke 
sektor pertanian dan sebaliknya pada saat tidak ada kegiatan di sektor pertanian, 
mereka kembali melakukan kegiatan IRT.  
Adanya keterkaitan ekonomi yang erat ini antara sektor pertanian dan IRT 
karena pada umumnya pemilik usaha dan sebagian besar tenaga kerja di IRT 
berprofesi sebagai petani atau buruh tani. Jadi dapat dikatakan bahwa pekerjaan 
utama  mereka  adalah  bertani,  sementara  kegiatan  IRT  hanyalah  merupakan 
kegiatan  sambilan  atau  sebagai  sumber  tambahan  bagi  pendapatan  keluarga.
24 
 
Implikasi  dari  adanya  keterkaitan  ini  adalah  bahwa  distribusi  pendapatan  di 
pedesaan  atau  disektor  pertanian  pada  khususnya  sangat  mempengaruhi 
perkembangan IRT. 
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh Tambunan, ia kemudian  
membedakan antara IK (demand-pull based SSIs) dan IRT (supply-push based 
SSIs).  Perbedaan  tersebut  didasarkan  pada  sejumlah  aspek  seperti  tingkat 
pendapatan,  motivasi  pengusaha  melakukan  kegiatan  (tujuan  usaha),  tingkat 
pendidikan pengusaha, jenis produk yang dibuat, nilai investasi awal, faktor utama 
pendorong  kegiatan  dan  laju  pertumbuhan.  Secara  keseluruhan  buku  ini 
memberikan informasi dan pemahaman kepada peneliti mengenai perbedaan yang 
mendasar antara IRT dan IK, sehingga relevan sekali apabila buku ini digunakan 
sebagai  acuan  sumber  dan  kerangka  berpikir  peneliti  dalam  memahami  lebih 
dalam permasalahan yang dikaji. 
Buku yang dijadikan sumber referensi kedua adalah buku yang ditulis oleh 
Redaksi Agromedia (2008) yang berjudul “Membidik Peluang Usaha. 22 Peluang 
Bisnis Makanan Untuk Home Industri”. Dalam buku ini didefinisikan mengenai 
pengertian  usaha  rumah  tangga  menurut  Badan  Pusat  Stastistik,  usaha  rumah 
tangga adalah usaha yang dijalankan oleh satu sampai empat orang. Sedangkan 
menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengemukakan bahwa 
usaha rumah tangga adalah suatu perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha 
di  tempat  tinggal  dengan  peralatan  pengolahan  pangan  manual  hingga  semi 
otomatis.  Adapun  keunggulan  usaha  makanan  skala  rumah  tangga  yang 
disebutkan dalam buku ini adalah sebagai berikut :
25 
 
a.  Tidak perlu pusing memikirkan lokasi usaha, karena bisa dilakukan sendiri 
di rumah. 
b.  Daerah pemasaran dan jumlah konsumen tidak terbatas. 
c.  Pembeli datang sendiri. 
d.  Dapat melibatkan seluruh anggota keluarga. 
e.  Dapat menyerap tenaga kerja.   
Buku  ini  memberikan  berbagai  macam  alternatif  usaha  rumah  tangga 
dalam  bidang  pengolahan  makanan  yang  dapat  dijadikan  usaha  atau  peluang 
bisnis.  Diantaranya  mengenai  pemilihan  jenis  usaha  yang  dianggap  sedang 
diminati  oleh  khalayak  ramai,  salah  satunya  adalah  usaha  tapai  singkong. 
Perencanaan dan rumusan yang harus diperhatikan ketika akan memulai usaha, 
seperti  perlengkapan  usaha,  perekrutan  tenaga  kerja,  teknik  promosi  dan 
penjualan,  penetapan  harga,  dan  perhitungan  risiko  dibahas  secara  mendalam 
dalam buku ini sehingga akan sangat membantu penulis dalam memahami usaha 
ini dalam kaitannya dengan proses produksi pembuatan tapai singkong. Akan 
tetapi  dalam  buku  ini  tidak  dibahas  secara  mendalam  tentang  bagaimana 
perkembangan usaha IRT tapai singkong. 
Buku  ketiga  yang  dijadikan  sumber  referensi  adalah  Ekonomi 
Pembangunan. Teori, Masalah, dan Kebijakan (1997) karya Mudrajad Kuncoro. 
Dalam  buku  ini  terdapat  dua  definisi  usaha  kecil  yang  dikenal  di  Indonesia, 
pertama usaha kecil menurut Undang-undang no. 9 tahun 1995 tentang usaha 
kecil  adalah  kegiatan  ekonomi  rakyat  yang  memiliki  hasil  penjualan  tahunan 
maksimal Rp 1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan
26 
 
bangunan tempat usaha, paling banyak Rp. 200 juta (Sudirman&Sari, 1996: 5). 
Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil identik dengan 
industri  kecil  dan  industri  rumah  tangga.  BPS  mengklasifikasikan  industri 
berdasarkan jumlah pekerjaan, yaitu: (1). Industri rumah tangga dengan pekerja 1-
4 orang; (2). Industri kecil dengan pekerja 5-19 orang; (3). Industri menengah 
dengan pekerja 20-99 orang; (4). Industri besar dengan pekerja 100 orang atau 
lebih (BPS, 1999:250). 
Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun nampaknya usaha 
kecil  mempunyai  karakteristik  yang  hampir  seragam.  Pertama  tidak  adanya 
pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan 
industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus 
pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dan kerabat dekatnya. 
Data  BPS  (1994)  menunjukkan  hingga  saat  ini  jumlah  pengusaha  kecil  telah 
mencapai 34,316 juta orang yang meliputi 15,635 juta pengusaha kecil mandiri 
(tanpa  pengguna  tenaga  kerja  lain),  18,227  juta  orang  pengusaha  kecil  yang 
menggunakan tenaga kerja anggota keluarga sendiri serta 54 ribu orang pengusaha 
kecil yang memiliki pekerja tetap.  
Kedua, rendahnya akses industri tekstil terhadap lembaga-lembaga kredit 
formal  sehingga  mereka  cenderung  menggantungkan  pembiayaan  usaha  dari 
modal  sendiri  atau  sumber-sumber  lain  seperti  keluarga,  kerabat,  pedagang 
perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian usaha kecil ditandai dengan belum 
dipunyainya status badan hukum.
27 
 
Keempat,  dilihat  menurut  golongan  industri  tampak  bahwa  hampir 
sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok usaha industri 
makanan, minuman, dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri bahan 
galian bukan logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32), industri kayu, bambu, 
rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga (ISIC33) masing-
masing berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada. 
Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas (34) dan kimia 
(35) relatif masih sangat sedikit sekali yaitu kurang dari 1%.    
Buku ini cukup membantu penulis dalam memahami industri kecil yang 
didalamnya juga termasuk industri rumah tangga. Namun sayangnya tidak banyak 
penjelasan yang dapat penulis ambil tentang industri rumah tangga pada buku ini.  
 
2.1.1.2  Kewirausahaan 
Buku  Sekuncup  Ide  Operasional  Pendidikan  Wiraswasta  (1984)  karya 
Drs. Wasti Soemanto mendefinisikan wiraswasta sebagai keberanian, keutamaan 
serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan 
hidup  dengan  kekuatan  yang  ada  pada  diri  sendiri.  Tapi  kemudian  Wasti 
Soemanto menegaskan bahwa percaya pada kekuatan diri sendiri tidak berarti 
bahwa  orang  yang  berwiraswasta  mesti  selalu  berkarya  sendirian  tanpa  ikut 
sertanya orang lain. Secara umum dapat dikatakan bahwa manusia wiraswasta 
adalah orang yang memiliki potensi untuk berprestasi. Dia menyebutkan ciri-ciri 
manusia wiraswasta adalah orang yang senantiasa memiliki motivasi yang besar 
untuk maju berprestasi dalam kondisi dan situasi yang bagaimanapun, manusia
28 
 
wiraswasta mampu menolong dirinya sendiri di dalam mengatasi permasalahan 
hidupnya,  mampu  memenuhi  setiap  kebutuhan  hidupnya,  mampu  mengatasi 
kemiskinan, baik kemiskinan lahir maupun kemiskinan batinnya tanpa menunggu 
pertolongan dari orang  lain. Manusia wiraswasta tidak suka hanya menunggu 
uluran tangan pemerintah ataupun pihak lainnya di dalam masyarakat. Manusia 
wiraswasta  tidak  mudah  menyerah  pada  alam,  justru  selalu  berupaya  untuk 
bertahan dari tekanan alam. 
Wasti Soemanto juga menjelaskan tentang sikap mental wiraswasta adalah 
mempunyai  kemauan  keras  untuk  mencapai  tujuan  dan  kebutuhan  hidupnya. 
Setiap orang mempunyai tujuan dan kebutuhan tertentu dalam hidupnya. Sayang, 
tidak setiap orang memiliki tujuan yang jelas dan operasional sehingga terbayang 
jelas jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya. Tujuan yang samar-samar 
kurang memberikan motivasi pada diri seseorang untuk berusaha mencapainya, 
kekuatan untuk mencapai tujuan adalah kemauan keras. Jadi kemauan yang keras 
merupakan kunci daripada keberhasilan seseorang untuk mencapai tujuan.  
Disamping berkemauan keras, manusia yang bersikap mental wiraswasta 
memiliki keyakinan yang kuat atas kekuatan yang ada pada dirinya. Kita lahir dan 
hidup  didunia  telah  dibekali  dengan  perlengkapan  dan  kekuatan  oleh  sang 
pencipta agar kita dapat hidup dan menaklukan alam sekitar kita. Keyakinan yang 
kuat dapat kita tumbuhkan di dalam jiwa kita dengan syarat:  
1). Kita harus mengenal diri kita sendiri sebagai mahluk yang memiliki 
kelemahan, namun memperoleh anugrah kekuatan untuk mengatasi 
kelemahan kita itu.
29 
 
2). Kita harus percaya kepada diri sendiri, bahwa kita memiliki potensi 
tersendiri yang tidak kurang kuatnya dengan apa yang dimiliki oleh 
orang lain. 
3).  Kita  harus  mengetahui  dengan  jelas  terhadap  tujuan-tujuan  serta 
kebutuhan  kita,  dimana  kita  dapat  mendapatkannya,  serta 
kapan/berapa lama target waktu untuk mencapai/memenuhinya. Setiap 
tujuan,  kebutuhan  dan  rencana-rencana  kita  harus  senantiasa 
menguasai  jiwa  kita  dengan  penuh  kesadaran.  Hal  ini  akan 
menumbuhkan  kepercayaan  kepada  diri  sendiri,  sehingga  dengan 
demikian timbul pula kegairahan dan semangat untuk maju dan kita 
terdorong dan tergerak untuk berbuat.  
Itulah  tiga    syarat  yang  harus  dimiliki  oleh  seseorang  untuk  menumbuhkan 
keyakinan yang kuat pada diri sendiri.  
  Manusia yang bersikap mental wiraswasta memiliki sifat kejujuran dan 
tanggung jawab. Salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam berusaha dan 
berwiraswasta  adalah  adanya  kepercayaan  dari  orang  lain  terhadap  dirinya. 
Banyak orang mengalami kegagalan dalam relasi dan usaha hanya karena tidak 
dimilikinya sifat-sifat kejujuran dan tanggung jawab ini. Banyak orang yang tidak 
dapat dipercaya oleh orang lain, baik dibidang usaha maupun karier oleh karena 
mereka tidak jujur dan tidak memiliki rasa tanggungjawab.  
Buku  ini  memberikan  kontribusi  kepada  penulis  dalam  memahami 
bagaimana seharusnya mental seseorang yang berjiwa wirausaha dan mendidik 
keluarga untuk bisa memupuk jiwa entrepreneurship sejak dini. Namun sayang
30 
 
buku ini kurang menjelaskan tentang bagaimana seharusnya membangun suatu 
usaha atau berwirausaha.  
Buku yang kedua adalah Kewirausahaan Yang Berproses (1995) karya 
Thoby  Muthis,  beliau  menyatakan  bahwa  kata  enterpreneurship  bisa 
diterjemahkan dengan kata kewirausahaan. Dahulu, sering diterjemahkan dengan 
kata kewiraswastaan. Terjemah kewiraswastaan sering banyak dikritik karena ada 
yang berpendapat bahwa wiraswasta merupakan usaha yang menimbulkan risiko, 
kekritisan  dan  kejelian  serta  kreativitas  tidak  hanya  milik  orang-orang  yang 
berada  di  swasta  saja.  Beberapa  ahli  teori  manajemen  mengatakan,  bahwa 
kewirausahaan  adalah  kehebatan  dalam  pembentukan  perusahaan  baru  yang 
didalamnya  mengandung  pemanfaatan,  peluang  dan  pengambilan  risiko  serta 
didalamnya serta melakukan perubahan.  
Menurut  Wiliam  H.  Sahlman,  bisa  saja  seorang  wirausaha  tidak 
melakukan pembelian  maupun penjualan, tidak pula menyatukan faktor-faktor 
produksi, dia bukan seorang inovator tetapi seorang peniru. Ia tidak mempunyai 
bisnis  sendiri  tetapi  menata  bisnis  orang  lain  yang  di  dalamnya  mengandung 
upaya pemanfaatan peluang dan pengambilan risiko. 
Jose  Carlos  Jarillo-Mosi  mendefinisikan,  kewirausahaan  sebagai 
“seseorang  yang  merasakan  adanya  peluang,  mengejar  peluang-peluang  yang 
sesuai dengan situasi dirinya; dan yang percaya bahwa kesuksesan merupakan 
suatu hal yang bisa dicapai”. 
James M. Higgis mengatakan pula, hal utama yang membedakan para 
wirausaha dengan para manajer lainnya terletak pada pendekatan mereka terhadap
Description:dengan sumbernya yaitu dari sumber yang berupa buku, penelitian yang telah ada  tujuh bab. Bab 1 membahas secara teoritis keberadaan UKM dalam proses .. Program IDT dan Demokrasi Ekonomi Indonesia (1997) Usaha ini juga tidak boros menghabiskan devisa negara dan lebih dari itu.