Table Of ContentJURNAL
PENELITIAN KOMUNIKASI
DAN PEMBANGUNAN Vol. 17 No. 2 Desember 2016
RESPON MASYARAKAT TERHADAP SISTEM WHITELIST: ALTERNATIF
UNTUK AKSES INTERNET YANG LEBIH AMAN
PUBLIC RESPOND TO WHITELISTING: ALTERNATIVE FOR MORE
SECURE INTERNET ACCESS
Emyana Ruth Eritha Sirait
Puslitbang Aplikasi Informatika, dan Informasi dan Komunikasi Publik,
Badan Litbang SDM, Kementerian Komunikasi dan Informatika
JL. Medan Merdeka Barat No. 9, Jakarta Pusat 10110
[email protected]
ABSTRACT
Existing internet content filtering, known as blacklisting method such as Trust positive or Nawala, is still
considered less effective to support safe and productive use of the Internet in the community. A more
accurate system is needed, and whitelist system can be an alternative. This study has surveyed total 810
internet users in the schools (junior/senior high level) and the boarding schools, targeting students and
principals/teachers, and also parents in the household with non-probability sampling techniques. The
findings are then discussed in Focus Group Discussion with stakeholders and experts. The results show that
the whitelist system receives good response from the respondents. However, whitelist is a complementary,
not a substitute of the existing filtering; therefore the implementation should be based on demand and
reserved to segmented users, and not to be applied nationally. Even it has good purposes, when it comes to
the implementation stage, several challenges need to be deliberated in order to maximize its purpose. First is
related to user information rights in order to remain protected, but not feel restricted. Second, whitelist is
also expected to be the answer to overcome negative contents distribution accessed via mobile phone and
through applications, social media, and instant messaging. Some other internet content managements can
also be massively disseminated to complement content filtering system
Keywords: Whitelist, internet, access.
ABSTRAK
Sistem penyaringan konten negatif di internet secara blacklisting/blocking, seperti Trust + atau Nawala,
dinilai masih kurang efektif dalam mendukung penggunaan internet sehat dan produktif dalam masyarakat.
Dibutuhkan sistem yang lebih akurat, dan sistem whitelist dapat menjadi alternatif pilihan. Dalam penelitian
ini telah dilakukan survei dengan teknik sampling non-probability, kepada total 810 responden pengguna
internet, yang terdiri dari murid dan kepala sekolah/guru di beberapa sekolah (SMP/SMA) dan pondok
pesantren, serta orangtua di beberapa rumah tangga. Hasil survei kemudian dipertajam dalam FGD dengan
pihak-pihak terkait dan pakar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem whitelist mendapat respon yang
baik dari responden. Namun, whitelist merupakan komplementer, bukan substitusi dari sistem filter yang ada,
sehingga implementasinya haruslah berdasarkan pilihan/permintaan dari pengguna (demand driven) dan
ditujukan untuk kalangan tertentu, dan bukan menjadi kebijakan nasional. Walaupun bertujuan baik,
beberapa tantangan penerapan sistem tersebut masih harus diperhatikan agar dapat bersifat jangka panjang
dan mencapai manfaat yang diinginkan. Pertama, terkait kebutuhan informasi pengguna, diperlukan sistem
yang dapat melindungi namun tidak membatasi informasi dan kreatifitas pengguna. Kedua, whitelist
diharapkan dapat pula mengatasi penyebaran konten negatif dari akses yang dilakukan melalui handphone,
dan yang diakses mayoritas aplikasi, media sosial, dan instant messaging. Selain itu, manajemen konten
internet lainnya dapat disosialisasikan secara masif untuk mendukung sistem penyaringan konten.
Kata Kunci: Whitelist, internet, akses.
127
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 2 Desember 2016
PENDAHULUAN hanya situs-situs yang terjamin positif isinya.
Masyarakat yang menjadi target pertama
Internet bagai pedang bermata dua,
program tersebut yaitu institusi pendidikan di
disatu sisi sangat dibutuhkan karena dapat
tingkat SD, SMP, SMA, dan pesantren dengan
memudahkan aliran informasi dan pengetahuan
tujuan untuk melindungi para pelajar dari
tanpa batas ruang dan waktu. Namun di sisi
dampak buruk mengakses situs-situs negatif.
lain juga dapat merugikan jika internet
Selain yang dikembangkan oleh pemerintah,
digunakan secara tidak bertanggungjawab.
sistem whitelist juga tengah dikembangkan
Faktanya, penyalahgunaan internet
oleh pihak penyelenggara jasa, seperti Asosiasi
susah untuk dibendung, terbukti dengan
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),
banyaknya bermunculan situs-situs dengan
bahkan ada beberapa ISP yang telah
konten negatif seperti pornografi, penipuan,
menawarkan paket-paket whitelist kepada
perjudian, dan lain sebagainya. Pemerintah
masyarakat, namun memang masih kurang
sebagai regulator, terus melakukan berbagai
populer. Oleh karena itu, penelitian ini
upaya untuk dapat meminimalkan
dimaksudkan untuk melihat permintaan dan
penyalahgunaan internet di masyarakat. Salah
kebutuhan masyarakat tertentu terhadap sistem
satunya, manajemen regulasi melalui Peraturan
whitelist.
Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 yang
Teknik whitelisting lebih dahulu
mewajibkan para Internet Service Providers
dikenal sebagai alternatif dalam keamanan
(ISP) untuk memasang filter situs negatif
siber (cyber security), untuk mengatasi
seperti Trust positif atau Nawala. Namun,
kelemahan dalam metode pengamanan
filtering sebagai bentuk pengendalian konten
konvensional seperti antivirus dan firewalls
seringkali bertentangan dengan kebebasan
dalam menangkal malware (Beechey, 2010).
berekspresi dan efektivitas pengendalian
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh
konten di berbagai negara yang
Fred Cohen di awal tahun 1990, dengan ide
menerapkannya, selalu dapat dikelabui dengan
‘integrity shells’, yaitu program yang hanya
keahlian teknis tertentu dari pengguna internet
mengizinkan eksekusi perangkat lunak yang
(Kurbalija, 2010). Demikian pula dengan
sudah diketahui berintegritas (menggunakan
metode blocking Trust positif yang dinilai
checklist database untuk mengontrol integritas
masih kurang efektif, karena memiliki banyak
dan berdasar pada fakta bahwa virus harus
celah untuk dapat ‘dibobol’ dan banyak situs
memodifikasi program yang diinfeksi,
negatif sejenis malware atau spam yang
sehingga menghancurkan integritas program
seringkali tidak tersaring. Oleh karena itu,
tersebut) (Cohen, 1990).
upaya lain tengah dilakukan oleh Kementerian
Sebuah studi di Kanada tentang
Kominfo untuk mencari instrumen internet
whitelist menemukan tiga jenis layanan yang
aman yang efektif, yaitu dengan membangun
berkembang berbasis whitelist. Pertama
sistem Whitelist Nusantara. Whitelist
whitelist sebagai aplikasi (application
merupakan sistem untuk mengatur akses
whitelisting/AWL), seperti yang telah
internet dengan cara mendaftar situs-situs
disebutkan sebelumnya, untuk mengatur
dengan kriteria tertentu yang diperbolehkan
aplikasi yang boleh di-instal pada sebuah
untuk diakses. Dengan sistem ini masyarakat
komputer atau jaringan. Application
mempunyai pilihan untuk dapat mengakses
128
Respon masyarakat terhadap sistem whitelist: alternatif untuk akses internet yang lebih aman
Emyana Ruth Eritha Sirait
whitelisting dianggap sebagai salah satu teknik (Kementerian Kominfo) diberi nama Sistem
IT security yang handal dalam mengamankan Whitelist Nusantara, yang merupakan sistem
internet-connected networks and information berbasis Domain Name System (DNS) dengan
di beberapa negara (NCCIC/ICS-CERT United menyimpan informasi tentang nama host
States, 2015, CSE Canada, 2015, ACSC ataupun nama domain dalam bentuk basis data
Australia, 2016). Kedua, email whitelisting di dalam jaringan Internet. Basis data yang
yang mendaftar nama pengirim dan penerima disusun berisi situs website yang
yang "aman" pada email untuk mengontrol direkomendasikan memiliki konten positif
spam dan dalam konteks ini dapat untuk dapat diakses dan dipakai khususnya
meningkatkan deliverability email tersebut. oleh pelajar tingkat SD, SMP dan
Ketiga, whitelist untuk mengelola browsing SMA/sederajat dan para santri di Pesantren.
dan traffic internet. Hal ini dapat berguna bagi Hingga Juni 2016, terkumpul data kasar
orang tua untuk mengontrol situs yang diakses positive list dalam sistem Whitelist Nusantara
oleh anak-anaknya, atau bagi penyedia layanan yang berupa daftar domain .id (seperti .sch.id,
internet yang ingin memberikan layanan .ac.id, .mil.id, .go.id) sejumlah 189.949
kepada konsumen terkait prioritas traffic domain. Basis data ditentukan oleh Forum
tertentu pada internet, seperti video streaming Panel Whitelist Nusantara yang terdiri dari
atau aplikasi game (Lo, 2010). perwakilan pihak-pihak terkait seperti
Namun demikian, whitelist tidak dapat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
menggantikan sistem scanning konvensional. Kementerian PP&PA, Kementerian Agama,
Whitelist berfungsi dengan baik dalam KPAI, PANDI, Nawala Nusantara, dan lain-
lingkungan yang kecil dan membutuhkan lain (Direktorat Pemberdayaan Informatika,
kontrol ketat, di mana keamanan lebih penting Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika,
daripada kenyamanan, tetapi pengguna internet 2016).
rata-rata tidak dapat mengandalkan sistem Sementara pihak swasta, melalui
tersebut. Akan lebih baik jika whitelist asosiasi APJII, juga mencoba untuk
dikombinasikan dengan blacklist (dan dengan mengembangkan sistem whitelist lainnya.
teknik anti-virus lainnya) untuk membangun Beberapa ISP telah mencoba memasarkan
pertahanan berlapis (Bontchev, 2007). produk whitelist kepada masyarakat, seperti
Sistem whitelist sebagai web filtering Gmedia dan AmalaDNS.
yang sedang dikembangkan oleh pemerintah
Gambar 1. Sistem Whitelist Nusantara (Yamin, 2016)
129
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 2 Desember 2016
Gambar 2. Alur pengelolaan data pada Whitelist Nusantara (Yamin, 2016)
Perangkat lunak yang digunakan terdiri dari: keputusan pembelian, yaitu faktor budaya,
a. Aplikasi Whitelist Nusantara faktor sosial, faktor pribadi dan faktor
b. Web Whitelist Nusantara psikologis. Menurut Hawkins et al (2001),
c. Database Whitelist Nusantara keempat faktor pengaruh tersebut dapat
d. Sistem DNS Whitelist Nusantara disederhanakan menjadi dua faktor, yaitu
e. Sistem BGP Router and Monitoring pengaruh eksternal (budaya, sub budaya,
Sementara perangkat keras yang digunakan demografi, status sosial, referensi kelompok
terdiri dari 2 Server untuk Aplikasi, Web dan dan keluarga, aktivitas pemasaran dan
Database, 3 Server untuk DNS, 2 Server untuk pengaruh internal (persepsi, pembelajaran,
BGP Router and Monitoring, 2 Firewall dan 2 motivasi, kepribadian, sikap). Sementara
Switch. Untuk melihat sikap masyarakat proses keputusan pembelian seseorang
terhadap penyaringan konten di internet dan konsumen terdiri dari tahapan-tahapan yang
mengetahui permintaan dan kebutuhan meliputi: pengenalan kebutuhan, pencarian
masyarakat terhadap penyaringan konten ecara informasi, evaluasi alternatif, keputusan
whitelist, digunakan kerangka teori consumer membeli dan tingkah laku paska pembelian
behavior. Menurut Kotler dan Amstrong (Kotler, 2007). Berdasarkan teori tersebut,
(1997), faktor utama yang mempengaruhi kerangka konsep yang digunakan dalam
perilaku konsumen dalam melakukan penelitian ditunjukkan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Kerangka Konsep Peneliti
130
Respon masyarakat terhadap sistem whitelist: alternatif untuk akses internet yang lebih aman
Emyana Ruth Eritha Sirait
METODOLOGI PENELITIAN secara proporsional terdiri dari 405 orang
murid dan 405 orang non murid (orangtua dan
Pengumpulan data penelitian dilakukan
guru). Lokasi penelitian mencakup sembilan
melalui survei kepada pengguna internet yang
kota di Indonesia, yaitu Bandung, Surabaya,
menjadi target program Whitelist Nusantara,
Semarang, Jakarta, Tangerang Selatan, Medan,
yaitu tenaga pendidik (Kepala Sekolah/guru)
Mataram, Banjarmasin, Makassar. Pemilihan
dan peserta didik di institusi pendidikan
lokasi didasari pada daerah dengan jumlah
(SMP/SMA) dan Pondok Pesantren yang
pengguna internet terbanyak di Indonesia,
sudah terkoneksi internet, ditambah beberapa
dilengkapi dengan keterwakilan dari daerah
rumah tangga yang memiliki anak remaja.
barat dan timur.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara
non probabilistik dengan kuota 810 responden,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 4. Profil Responden Berdasarkan Pola Penggunaan Internet
Sumber : data diolah
Dari data-data pada Gambar 4 terlihat kalangan pendidik dewasa ini, yaitu dilihat dari
profil penggunaan internet oleh pelajar dan frekuensi penggunaan internet, 58%-78%
131
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 2 Desember 2016
responden menggunakan internet setiap hari. pendapatnya tentang muatan yang tersedia di
Dilihat dari perangkat yang digunakan untuk internet, terdapat perbandingan yang hampir
mengakses internet, 85% responden seimbang antara responden yang setuju dan
menggunakan gadget (perangkat mobile) untuk tidak setuju bahwa muatan internet sesuai
mengakses internet. Berdasarkan lokasi untuk dengan moral dan budaya Indonesia.
mengakses internet, 74%-75% responden Selanjutnya, mayoritas 47%-50% responden
mengakses internet di mana saja dengan setuju bahwa di lingkungan sekolah mereka
menggunakan smartphone, sementara yang telah menerapkan penyaringan konten
mengakses internet dengan fasilitas internet di penyaringan terhadap situs negatif. Sistem
sekolah atau berlangganan di rumah jumlahnya penyaringan situs negatif yang digunakan di
sekitar 37%-41%. Dilihat dari aktivitas yang sekolah umumnya yang disediakan oleh ISP
kerap dilakukan di internet, 74%-79% yang dilanggan sekolah (mengacu pada
responden mengakui aktivitas terkait database Trust+). Beberapa sekolah
penggunaan sosial media dan instant menambah sistem penyaringan tambahan
messaging menjadi aktivitas yang paling seperti proxy server atau OpenDNS. Demikian
menonjol, diikuti 70%-73% responden yang pula pada pemakaian di rumah, mayoritas
menjawab browsing. 47%-54% responden berpendapat bahwa akses
internet di lingkungan rumah mereka sudah
Pengaruh Faktor Eksternal menerapkan penyaringan konten adapun sistem
Dari data-data pada Gambar 5 diketahui yang digunakan umumnya Trust+ yang
pengaruh faktor eksternal terhadap aktivitas disediakan ISP.
responden berinternet. Dilihat dari
Muatan internet sesuai dengan budaya dan moral
Indonesia Murid
46% 39% Non Murid
44% 44%
50%
40%
30%
9%
5%
20%
6% 6%
10% Non Murid
Murid
0%
STS TS S SS
132
Respon masyarakat terhadap sistem whitelist: alternatif untuk akses internet yang lebih aman
Emyana Ruth Eritha Sirait
Rumah telah menggunakan sistem
penyaringan konten negatif
60% 54%
50% 47%
Murid
40%
Non Murid
30% 25%26%
21%
20% 15%
10% 6%6%
0%
STS TS S SS
Note : STS = Sangat Tidak Setuju, TS = Tidak Setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju
Gambar 5. Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Perilaku Responden Berinternet
Sumber : data diolah
Pengaruh Faktor Internal yang masih tidak puas dengan sistem
Dari data-data pada Gambar 6 diketahui penyaringan yang ada. Hal ini menandakan
pengaruh faktor internal terhadap aktivitas beberapa kekurangan dirasakan oleh pengguna
responden berinternet. Dilihat dari dari sistem penyaringan situs negatif yang ada
pengalamannya, 61%-65% responden merasa sehingga perlu perbaikan. Dilihat dari
sering secara tidak sengaja menemukan konten pendapatnya apakah penyaringan konten yang
negatif saat mengakses internet. ada saat ini sudah mampu menyaring konten
Ketidaksengajaan mendapati konten negatif negatif, lebih banyak murid (44%-50%) yang
bisa disebabkan dari banyak hal seperti: pada berpendapat setuju, walaupun tidak dominan,
iklan (ads) ketika mengakses suatu laman atau sementara pada kalangan pendidik komposisi
dari aplikasi yang berjenis user generated yang setuju dan tidak setuju terhadap hal
content. Dilihat dari sisi kepuasan responden tersebut jumlahnya berimbang. Sistem update
terhadap sistem penyaringan situs negatif yang database blacklist bila dibandingkan dengan
sudah diterapkan di Indonesia, ternyata lebih pertumbuhan konten negatif di internet sangat
banyak 44%-47% responden yang sudah membutuhkan usaha yang lebih gencar untuk
merasa puas, walaupun jumlahnya tidak dapat terus membendung konten negatif yang
dominan, sebab terdapat 38%-40% responden sangat cepat bermunculan.
Tidak sengaja menemukan konten negatif saat
mengakses internet
Murid
Non Murid
80%
65% 61%
60%
40% 28%
5% 7%
20% 5% 12% 18%
0%
STS TS
S
SS
133
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 2 Desember 2016
Sistem penyaringan konten yang ada saat ini sudah
mampu menyaring konten n egatif di internet
Murid
60% 50% Non Murid
50% 44% 44%
40% 33%
30%
20%
10%
10% 7%6% 5%
0%
STS TS S SS
Gambar 6. Pengaruh faktor internal terhadap perilaku responden berinternet
Sumber : data diolah
Respon Responden terhadap Sistem whitelist sebaiknya diberlakukan berdasarkan
Whitelist permintaan atau kebutuhan pengguna, bukan
Dari data-data pada Gambar 7 terlihat diberlakukan secara nasional. Pemberlakuan
bahwa sistem whitelist yang sedang whitelist pada tahap awal memang ditujukan
dikembangkan oleh Kominfo mendapat respon untuk beberapa segmen tertentu (sekolah,
yang baik dari sisi murid dan tenaga ponpes dan lingkungan rumah yang
pendidik/orangtua. Mayoritas 95%-97% membutuhkan). Penerapan whitelist secara
responden berpendapat setuju dan sangat menyeluruh dapat menimbulkan dampak pro-
setuju terhadap sistem ini, serta 90%-96% kontra pada masyarakat karena akan
ingin dan sangat ingin menggunakan whitelist. membatasi akses masyarakat terhadap
Hal ini selaras dengan kebutuhan responden informasi melalui media internet. Jika ingin
terhadap akses internet yang lebih ketat. menyasar kalangan tertentu, maka perlu
Memang sistem whitelist pada akses internet dilakukan segmentasi paket whitelist sesuai
pada dasarnya lebih ketat dibandingkan dengan kebutuhan pengguna (misal: whitelist untuk
sistem penyaringan blacklist yang ada lingkungan rumah, sekolah tingkat SD, SMP,
sebelumnya. Namun demikian, sebagian besar SMA, dan lain-lain.)
(45%-50%) responden berpendapat bahwa
134
Respon masyarakat terhadap sistem whitelist: alternatif untuk akses internet yang lebih aman
Emyana Ruth Eritha Sirait
Gambar 7. Perspektif responden terhadap sistem whitelist
Sumber : data diolah
Analisis SWOT Sistem Whitelist Focus Group Discussion yang dilakukan
Temuan data-data kuantitatif tersebut beberapa kali untuk menggali tantangan dalam
selanjutnya dipertajam dan didiskusikan penerapan sistem whitelist dan harapan
dengan pihak-pihak terkait (perwakilan masyarakat terhadap sistem tersebut. Dari hasil
sekolah dan pondok pesantren, perwakilan pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif
orangtua, Dinas Kominfo daerah, dapat dilakukan analisis terhadap kekuatan
penyelenggara jasa internet/ISP, para operator (strength), kelemahan (weakness), peluang
telekomunikasi, dan asosiasi: (opportunity) dan ancaman (threat) dari sistem
APJII/PANDI/Nawala) serta para pakar dalam whitelist seperti disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Analisis SWOT Sistem Whitelist
Strength Weakness
• Sistem whitelist lebih ketat, sehingga yang • Cara kerja tetap berbasis domain, sementara
bisa diakses hanya situs yang diyakini konten negatif dewasa ini lebih banyak
positif isinya. disebarkan melalui aplikasi, media sosial dan
• Sistem whitelist dapat menutup konten iklan online.
negatif yang menempel pada situs positif • Bagi ISP skala kecil, tidak dapat
seperti: iklan atau pop up. memproduksi sendiri sistem tersebut (extra
• Terdapat Sistem Whitelist Nusantara yang cost).
sedang dikembangkan oleh Ditjen Aptika • Berdasarkan pengalaman beberapa ISP,
Kominfo sebagai peran pemerintah dalam produk whitelist masih kurang diminati,
memberi supply sistem secara gratis. sehingga pada tahap awal implementasi,
• Sistem whitelist lainnya juga whitelist belum memiliki nilai jual, harus
dikembangkan oleh pihak asosiasi (APJII) melalui ‘pemaksaan’.
dan ISP, beberapa ISP bahkan telah
mencoba memasarkan produk whitelist
135
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Pembangunan
Vol. 17 No. 2 Desember 2016
kepada masyarakat.
• Perawatan database whitelist dapat
dilakukan secara terpusat, terdistribusi
(pada masing-masing pengguna oleh
administrator), atau kombinasi terpusat dan
terdistribusi.
Opportunity Threat
• Ada kebutuhan yang besar dari masyarakat • Karena sifatnya pilihan, dikhawatirkan sistem
terhadap sistem penyaringan muatan/isi tidak dipakai dalam jangka panjang oleh
internet supaya layak konsumsi khususnya pihak sekolah/pesantren, jika dibandingkan
bagi anak/remaja. dengan sistem kontrol dan pengamanan
• Mendorong penggunaan domain .id internet yang sudah dipasang di sekolah
sebagai indikator website berkonten positif (seperti proxy server, Open DNS)
di Indonesia, dengan catatan registrasi • Pengguna sistem merasa akses informasi,
ditertibkan. kreativitas, dan manfaat dari internet menjadi
• Didukung dengan sosialisasi manajemen terbatas (di tahap awal hanya ditargetkan
konten internet lainnya seperti pengaturan 250ribu situs). Banyak situs positif yang
menu parental control di aplikasi-aplikasi tidak menggunakan domain .id
(misalnya di Youtube dan play store • Perbedaan persepsi tentang definisi ‘positif’
Android), semua aplikasi dapat diwajibkan pada daftar whitelist dan kategori/segmentasi
memiliki menu tersebut; Penerapan sistem kebutuhan pengguna (paket-paket informasi).
penyaringan yang sesuai dengan umur • Mekanisme updating database whitelist
pengguna, ketika sudah tertib registrasi memakan waktu lama, sehingga menghambat
kartu prabayar; Pemeringkatan konten dan pengguna dalam mencari informasi.
segmentasinya sebagai referensi bagi • Belum mengatasi dampak buruk/konten
masyarakat (seperti pada film). negatif internet dari akses yang dilakukan
melalui handphone.
Tantangan Implementasi Sistem Whitelist “Fasilitas internet yang disediakan di
Investasi biaya yang telah dikeluarkan sekolah telah diupayakan
untuk membangun sistem whitelist tentu pemanfaatannya secara produktif
dengan harapan bahwa sistem tersebut dapat untuk menunjang kegiatan belajar-
bersifat jangka panjang dan digunakan secara mengajar. Internet digunakan untuk
efektif oleh pengguna yang disasar. Sementara mencari sumber informasi atau
berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa mengerjakan tugas sekolah. Pihak
pihak sekolah dan pondok pesantren, sekolah telah melakukan pengawasan
penggunaan internet di sekolah/pesantren dan pendampingan terhadap
sudah sedapat mungkin dikontrol oleh pihak penggunaan internet oleh siswa yang
sekolah/guru, seperti dituturkan oleh salah satu dilakukan melalui lab komputer dan
kepala sekolah sebagai berikut: WiFi sekolah, namun akses melalui
handphone apalagi diluar sekolah
136
Description:dinilai masih kurang efektif dalam mendukung penggunaan internet sehat dan produktif dalam masyarakat. Dibutuhkan sistem yang Respon masyarakat terhadap sistem whitelist: alternatif untuk akses internet yang lebih aman. Emyana Ruth .. Steps to Effectively. Defend Industrial Control Systems.