Table Of ContentBAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budaya Pernikahan di Suku Bugis terdahulu, untuk menentukan mahar
memiliki patokan tersendiri. Suku bugis di kota Makassar, Sulawesi Selatan pada
prosesi pernikahannya kendati sudah menggunakan syariah Islam sebagai
landasan dasar serta syarat-syarat pernikahan pada kebiasaannya, akan tetapi
dalam tahap prosesi baik menjelang maupun dan setelahnya tetap saja
menggunakan adat istiadat suku bugis sebagai salah satu syarat pelaksanaan dan
prosesi pernikahan. Seperti contoh, dalam Agama Islam kita mengetahui istilah
mahar. Pada adat suku bugis dikenal dan diketahui dengan istilah sompa’1.
Di lain sisi, pada kebudayaan suku bugis sebelum prosesi pernikahan
terdapat beberapa syarat dan kewajiban yang perlu dipenuhi kepada mempelai
pria yang disebut Uang Panaik2.
Tradisi Uang panaik dalam budaya pernikahan adat suku bugis yang telah
ada sejak dahulu kala adalah pemberian atau seserahan uang dari pihak keluarga
calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai wanita dengan tujuan
sebagai penghormatan. Penghormatan yang dimaksudkan disini adalah rasa
penghargaan yang diberikan oleh pihak calon mempelai pria kepada wanita yang
1 Asyraf, Mahar dan Paenre dalam Adat Bugis,2015
2 Asyraf, Mahar dan Paenre dalam Adat Bugis,2015
1
2
ingin inikahinya dengan memberikan pesta untuk pernikahannya melalui uang
panaik tersebut3
Fungsi Tradisi uang panaik dalam budaya pernikahan adat suku bugis
pada masa sekarang ini yang diberikan secara ekonomis membawa pergeseran
kekayaan karena uang panaik yang diberikan sekarang, mempunyai nilai tinggi.
Secara sosial, dalam budaya suku bugis wanita mempunyai kedudukan yang
tinggi dan dihormati. Dari keseluruhan uang panaik merupakan hadiah yang
diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon istrinya untuk memenuhi
keperluan pernikahan4
Tingkat Tinggi rendahnya Budaya uang panaik merupakan pembahasan
yang mendapatkan perhatian dalam pernikahan Bugis Makassar pada masa
sekarang ini. Sehingga telah menjadi rahasia umum bahwa itu akan menjadi buah
bibir bagi para tamu undangan. Tradisi Uang panaik yang diberikan oleh calon
suami nominalnya lebih banyak daripada mahar. Adapun kisaran nominal uang
panaik yaitu dimulai dari 30 juta, 50, 80 dan bahkan ratusan juta rupiah. Hal ini
dilihat ketika proses tawar menawar / negosiasi yang dilakukan oleh utusan pihak
keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan ketika menentukan kesanggupan
pihak laki-laki untuk membayar sejumlah uang panaik yang telah dipatok oleh
pihak keluarga perempuan5
Terkadang karena nominal tingginya uang panaik yang ditaksir oleh pihak
keluarga calon mempelai wanita, dalam realitasnya banyak lelaki yang batal atau
3 Ikbal M, Tinjauan Hukum Islam tentang "Uang Panaik" (Uang Belanja) dalam Perkawinan adat suku Bugis
Makassar Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, 2012
4 Ikbal, Tinjauan Hukum Islam tentang "Uang Panaik"(Uang Belanja) dalam perkawinan Adat Suku Bugis
Makassar Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, 2012
5 Ikbal, Tinjauan Hukum Islam tentang "Uang Panaik"(Uang Belanja) dalam perkawinan Adat Suku Bugis
Makassar Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar, 2012
3
gagal menikahi wanita bugis yang ia sayang dan cintai karena
ketidakmampuannya memenuhi kewajiban tersebut yakni Tradisi Uang panaik
yang dipatok. Sementara lelaki dan wanita tersebut sudah menjalin hubungan
yang serius. Seperti berita yang beberapa tahun belakangan ini menjadi Viral
yakni di beritabulukumba.com/28930/heboh-di-fb-topik-uang-panaik-setengah-
miliar-untuk-gadis-bulukumba-ini, pada 08 juni 2015 pukul : 03:27 WITA.
Dengan Headline “FB di Bulukumba Digegerkan Uang panaik Setengah Miliar
untuk Gadis ini”.
Warga bulukumba di hebohkan dengan kabar pernikahan gadis dengan
uang panaik sebesar Rp. 505 juta atau setengah miliar rupiah. Kerabat gadis
tersebut, mengunggah berita pernikahan temannya di sosial media Facebook.
Kabar uang panaik ini membuat banyak tanggapan. Terutama kaum adam yang
belum menikah.
“Ajaa’na kapang (tidak usah mungkin) kalau tinggi sekali. Tarona
(biarkan saya) jomblo,” tulis Riswan, dengan bahasa bugis campuran. Akun FB
lainnya turut mengiyakan dengan solusi lain. “Makanya kalau mau nikah murah
jangan di Bulukumba, “Tulis Arman.
Dan yang paling viral beberapa hari terakhir ini yaitu pemberitaan di
http://beritabulukumba.com/49208/pemuda-ini-bersedih-pujaan-hatinya-
dilamar-wabud-soppeng-panai-rp12-miliar. Dengan Headline “Pemuda ini
Bersedih Pujaan Hati Dilamar Wakil Bupati Soppeng, Panai 1,2 Miliar” pada
tanggal 16 desember 2016 pukul 22:29 WITA. Wanita berdarah bugis ini (Nunu)
menggemparkan warga karena isu ia telah dilamar wakil bupati soppeng supriansa
4
dengan uang panai sebesar 1,2 miliar. Ternyata, wanita tersebut memiliki mantan
kekasih yang bernama Reza Muchlas. Berawal, Reza Muchlas mendekati wanita
tersebut (nunung) sejak SMP hingga Kuliah. Reza pun telah akrab dengan
keluarga gadis itu, sampai akhirnya nunu, memutuskan hubungan cinta mereka
dan memilih menikah dengan seorang wakil bupati dengan panai 1,2 miliar. Reza
sangat sedih dan hanya bisa pasrah sambil mengucapkan selamat ke pujaan
hatinya itu. Diketahui Andi Nurul Mulisa Manambung (Nunu) dilamar Wakil
Bupati Soppeng Supriansa dengan Uang Panai 1,2 Miliar yang kemudian telah
memecahkan rekor Uang Panai tertinggi di Sulsel. Tidak sedikit Nitizen yang
berkomentar pedas dan menanggapi berita tersebut secara sinis.
Gambar 1. 1 Gambar 1. 2 Gambar 1. 3
Komentar komentar komentar
Nitizen nitizen nitizen
Seperti komentar sinis akun Facebook Sendhy Zenden “Pasti orang tua si
nunu matre”, akun Facebook Bung Joko “jangan hancur karena cinta masih
banyak yang lain” akun Facebook Adhy Sally Doddy dengan Komentar “yang
sabar kawan, kembali lagi dari awal hawa diciptakan untuk adam bahwa konsep
5
panaik atau mahar sebenarnya dalam Al-Qur’an sudah dikatakan semampu kita.
Kalau kasus seperti ini sebenarnya akan membuat suatu kesenjangan sosial. Kpk
suruh selidiki apakah uang yang digunakan dari hasil kkn atau bukan. Hal ini
akan memicu kehidupan sosial terkhusus anak muda yang ingin menikah”
Melihat kondisi pemberitaan di Media Online tersebut menyadarkan kita,
bahwa tradisi Budaya yang dianut dan menjadi kewajiban dalam pernikahan suku
bugis secara turun menurun ini, menimbulkan polemik dan perdebatan panjang
terlebih pada Generasi Muda khususnya pemuda dan pemudi yang bersuku bugis
ketika ingin melanjutkan kisah asmara nya ke jenjang pernikahan. Terlebih di
Zaman sekarang menurut peneliti, kedudukan wanita dan pria masuk dalam
kategori sepadan. Artinya, dalam hal pernikahan tidak serta merta segala
sesuatunya di titik beratkan kepada pihak laki-laki. Karena, pernikahan sejatinya
perasaaan cinta dan kasih sayang yang dibangun dan dibina oleh kedua belah
pihak, dan segala sesuatunya dijalani dan diselesaikan bersama-sama. Jadi,
persoalan pernikahan bukanlah semata-mata pihak pria yang menanggung sendiri,
akan tetapi wanita berhak ikut campur dan menanggung bersama-sama.
Khususnya pembebanan Uang panaik. Atau bisa dengan negosiasi dan lobbying
pihak calon pria dan wanita agar kedua belah pihak tidak ada yang terbebani.
Dalam Al-Qur’an Surah An Nisa’ Ayat 4 juga di jelaskan bahwa : “Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
6
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”6. Mengutip juga Dari Aisyah
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya di antara tanda-tanda berkah
perempuan adalah mudah dilamar, murah maharnya, dan murah rahimnya.”
(HR. Ahmad)7 .
Menurut Kompilasi Hukum Islam, Hukum Pernikahan pada Bab V tentang
Mahar pada Pasal 30 yang isinya “calon mempelai pria wajib membayar mahar
kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh
kedua belah pihak” dan pasal 31 yang isinya “Penentuan mahar berdasarkan atas
kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam”8.
Menurut Peneliti, Kutipan dan Kompilasi Hukum Islam tersebut
menegaskan bahwa Jumlah Uang panaik akan menjadi sebuah persoalan besar
ketika Cinta kedua pasangan yang ingin menyempurnakan agamanya dengan
pernikahan di ukur oleh materi yang jumlahnya membebani satu pihak (Pihak
Lelaki) yang disebakan tradisi dan budaya yang berkembang di suku bugis.
Terlebih Besarnya Uang panaik pada Kompilasi Hukum islam bukan menjadi
Rukun Maupun Syarat dalam sebuah Pernikahan.
Dinamika tersebut, bisa dilihat secara utuh dalam tataran konsep
komunikasi, yang secara sederhana dapat dilihat bahwa tradisi budaya yang dianut
oleh suku bugis tidak lepas dari suatu proses interaksionisme simbolik. Dimana
Mead dan Blummer mengambil posisi ditengah untuk pernyataan ini. Mereka
mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan dan perubahan dalam
6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 115
7 Wordpress.com/tag/ayat-dan-hadits-tentang-mahar/
8Tim Redaksi Nusantara Aulia. 2012. Kompilasi Hukum Islam. Bandung : CV. Nuansa Aulia
7
proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : orang dan
kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial; dan struktur sosial
dihasilkan melalui interaksi sosial9
Komunikasi pada konteks ini merupakan proses interaksi simbolik. Dalam
bahasa (Language) tertentu dengan perasaan dan cara berfikir untuk pencapaian
pemaknaan tertentu, di mana semua aspek tersebut terkonstruksikan secara sosial.
Jadi sisi faktual yag ada adalah interaksi pertukaran simbol dengan perasaan dan
cara berfikir yang terkonstruksi secara sosial tersebut tidak bisa dipisahkan dari
peran bahasa sebagai mediumnya; bahkan dalam komunikasi tidak hanya meliputi
proses penghamburan simbol dan tranmisi budaya, namun ia juga mampu untuk
membangun keintiman hubungan (relation) seperti dialog, sosialisasi, dan
penciptaan komunitas.10
Mead berpandangan bahwa diri sebagai individu yang unik terbangun dari
interaksi sosial di tengah masyarakat dan semakin terintegrasi dalam aturan-aturan
yang lebih luas. Melalui interaksi sosial itu pula , anggota masyarakat terhubung
satu sama lain, menciptakan pemahaman yang sama atas kejadian, sehingga
kemudian terbentuklah komunitas, keteraturan sosial, dan kebudayaan. Ketika
menjelaskan interaksi sosial, mead bertujuan untuk menyediakan jembatan teoritis
antara keunikan individu dengan aturan-aturan sosial. Menurut Mead, interaksi
sosial menjelaskan bagaimana pemahaman dan diri terbentuk dari kehidupan
sosial, bukan mendahului atau terbebas sama sekali dari kehidupan sosial.11.
9 Umiarso,Interaksionisme Simbolik dari era klasik hingga modern, 2014, hal. 6
10 Umiarso,Interaksionisme Simbolik dari era klasik hingga modern, 2014, hal. 6
11 Meinarno, 2011, hal. 267
8
Dalam kaitan tersebut, Herbert Blumer mengemukakan, Interaksionisme Simbolik
sebagai suatu perspektif bertumpu pada tiga premis yang masing-masing
membentuk anatomi teoritik tersendiri dan terintegral dalam satu kajian. Masing-
masing permis tersebut, antara lain : Pertama, manusia bertindak terhadap sesuatu
berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu tersebut. Kedua, sesuatu
memperoleh makna dan memunculkannya melalui interaksi sosial. Ketiga, makna
dipahami dan dimodifikasi melalui proses interpretif yang digunakan manusia
ketika “berhadapan” dengan sesuatu tersebut12
Berdasarkan penelitian pemaknaan Budaya uang panaik dalam pernikahan
adat suku bugis, peneliti berusaha menggambarkan dan menjelaskan Bagaimana
Mahasiswa Suku Bugis Makassar, Sulawesi Selatan pada masa sekarang ini
memaknai Budaya Uang panaik yang menjadi kewajiban dalam pernikahan adat
suku bugis secara turun temurun dengan nominal yang dipatok tinggi terlebih
pada masa sekarang telah banyak kasus “gagal menikah” karena disebabkan
oleh “Budaya Uang panaik” ?
1.2. Rumusan Masalah
Setelah mencermati permasalahan yang berkaitan dengan perihal Uang
panaik, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana Mahasiswa Suku Bugis pada masa sekarang ini memaknai
Budaya Uang panaik yang menjadi kewajiban dalam pernikahan adat Suku Bugis
secara turun temurun?
12 Umiarso,Interaksionisme Simbolik dari era klasik hingga modern, 2014, hal.158
9
1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana Mahasiswa Suku Bugis pada masa
Sekarang ini memaknai budaya uang panaik yang menjadi kewajiban dalam
pernikahan adat suku bugis secara turun temurun.
1.4. Signifikansi Peneitian
Dari penelitian ini, diharapkan terdapat 3 (tiga) manfaat bagi penulis
maupun pembaca. Manfaat-manfaat tersebut terbagi menjadi tiga jenis, yakni
akademis, praktis, dan sosial.
1.7.1. Signifikansi Akademis
1. Penelitian ini bermanfaat untuk pengetahuan dalam bidang ilmu
komunikasi.
2. Agar penulis mampu berfikir logis sesuai dengan ilmu pengetahuan yang
telah diperoleh sejak awal dibangku perkuliahan.
3. Menguji permasalahan secara ilmiah dan konstruktif untuk dijadikan
sebagai acuan penelitian selanjutnya dan pengembangan teori yang sudah
ada.
4. Untuk menambah literatur perpustakaan Fikom Unissula tentang Kajian
Budaya.
1.7.2. Signifikansi Praktis
1. Sebagai bekal menghadapi tantangan nyata di dunia kerja.
2. Agar dapat meningkatkan kemampuan analisis berdasarkan fakta.
10
3. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat suku bugis ataupun universitas
dalam memaknai budaya khususnya tradisi uang panaik.
4. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 jurusan ilmu
komunikasi.
1.7.3. Signifikansi Sosial
Bermanfaat untuk memberikan pengetahuan tambahan bagi masyarakat
bagaimana generasi muda suku bugis pada masa sekarang ini, memaknai Budaya
“uang panaik” yang menjadi kewajiban pernikahan suku bugis.
1.5. Kerangka Teori
1.7.1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah keyakinan dasar atau cara pandang yang membimbing
peneliti, tidak hanya memilih metode tetapi juga dalam ontologi, epistimologi dan
aksiologi. Secara ontologi yaitu berisi pernyataan mengenai bagaimana kita
mengetahui sesuatu dan secara aksiologi berisi pertanyaan mengenai apa yang
layak untuk diketahui13
Paradigma yang digunakan di dalam penelitian ini adalah paradigma
konstrutivisme. Paradigma konstruktivisme, yaitu paradigma yang hampir
merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas
dalam menentukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini
memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful
13 Richard West, 2008 : hal. 55
Description:1 Asyraf, Mahar dan Paenre dalam Adat Bugis,2015. 2 . Menurut Kompilasi Hukum Islam, Hukum Pernikahan pada Bab V tentang .. dikatakan sebagai arsitek antropologi yang menegaskan bahwa kata . Istilah “sejarah” dalam Collier sebenarnya merujuk pada cara budaya Seiring dengan Trend.