Table Of Content22
BAB III 
PERSAKSIAN DALAM AGAMA BUDDHA DAN ISLAM 
 
 
A.  Persaksian dalam Agama Buddha 
Agama  Buddha  adalah  merupakan  agama  besar  yang  kedua  yang 
banyak penganutnya di dunia dan banyak mempengaruhi budaya pikir dan 
perilaku orang-orang Indonesia. 
Berdasarkan alur sejarah agama-agama di India zaman agama Buddha 
dimulai semenjak tahun 500 SM. hingga tahun 300 M. Secara historis agama 
tersebut  mempunyai  kaitan  erat  dengan  agama  yang  mendahuluinya  dan 
sesudahnya yakni agama Hindu. Sebagai agama, ajaran Buddha tidak bertitik 
tolak  pada  Tuhan  dan  hubungan-Nya  dengan  alam  semesta  serta  seluruh 
isinya, termasuk manusia, tetapi dari keadaan yang dihadapi manusia dalam 
kehidupan sehari-hari, khususnya tentang tata susila yang dijalankan manusia 
agar terbebas dari lingkaran dukkha yang selalu mengiringi hidupnya.1 
Ajaran yang disampaikan oleh Buddha kepada manusia sangat erat 
hubungannya dengan ajaran-ajaran agama yang sebelumnya, sehingga ajaran 
Buddha  merupakan  faham  yang  bertujuan  untuk  memperbaharui  ajaran 
Hinduisme.  Hal  ini  sesuai  dengan  namanya  yakni  agama  Buddha  yang 
mempunyai  arti  “seorang  yang  bangun  atau  yang  disadarkan”  untuk 
mengadakan perbaikan terhadap tradisi agama yang telah ada.2 
Tri  Ratna  adalah  merupakan  kesaksian  keimanan  dalam  agama 
Buddha. Tri Ratna tersebut disebut pula dengan Saranattayam yang memiliki 
arti tiga perlindungan yang berbunyi : 
                                              
1 Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-Agama  (Jakarta : Raja Grafindo Persada,  1996) II, 
hlm. 21. 
2 H.M. Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar (Jakarta : Golden Terrayon Press, 
190) II, hlm. 95.
23
Buddham saranam gacchami. Dhamman saranam gacchami. Sangham 
saranam gacchami. [Dutiyam pi ….. Tatiyam pi …… gacchami].  
 
Aku  pergi  ….  Berlindung  pada  Buddha.  Aku  pergi  berlindung  pada 
Dhamma.  Aku  pergi  berlindung  pada  Sangha  [untuk  kedua  kalinya  …. 
Untuk ketiga kalinya ….]3 
 
Berdasarkan kitab suci agama Buddha yakni kitab Khuddakapatha 1 tiga 
perlindungan ini pertama kali diucapkan oleh Sang Buddha sendiri bukan oleh para 
pertapa dan bukan pula oleh para dewa, di Benares di taman rusa di Isipatana ketika 
61  arahat  ditugaskan  untuk  mengajarkan  Dhamma  ke  dunia  dengan  tujuan 
menjalani pergi ke kehidupan tak berumah tangga dan dengan tujuan memberikan 
pentahbisan. 
12-13-14.4 
Tiga  permata  (Tri  Ratna)  ini  mempunyai  pengertian  adanya  sikap 
penyerahan diri pada Buddha, kepada dharma yang merupakan hukum-hukum yang 
diberikan oleh Buddha sebagai ajaran yang memiliki tingkat kesucian tertinggi 
Sangha  yakni  golongan  pendeta  atau  orang-orang  suci  murid  Buddha  yang 
memiliki tingkat kesucian tertinggi.5 Tri Ratna ini disebut dengan tiga permata 
karena masing-masing memiliki nilai kesucian tertinggi yang pada dasarnya nilai 
kesucian yang tertinggi itu sama.   Perlindungan pada dasarnya adalah perlindungan 
agar  terbebas  dari  dukkha  (penderitaan),    dalam  kitab  dhamapada  Athakatna 
paragraf 10 – 11 dikisahkan bahwa : 
 
(10)  Bahum ve saranamyanti – pabbatani vananiva 
Aramarukkha vetyam – manussa bayata jijitta 
 
Orang yang dikejar rasa takut dari kesana kemari cari perlindungan ke 
gunung-gunung, ke hutan-hutan, ke kuburan dan tempat keramat. 
 
                                              
3 Bikkhu Nanamoli.  Khuddakapatha Kitab Suci Agama Budha I  (Klaten : Vihara Bodhivamsa, 
2001) I, hlm. 53. 
4 Ibid., hlm. 54-55. Angka 12, 13, 14 menunjukkan paragraf pada kitab Khuddakapatha 
5 H.M. Arifin. Menguak  Misteri …, op.cit., hlm. 97. Budha artinya orang yang telah mencapai 
pencerahan, Budha bisa berarti patung / gambar Gautama Budha. Dhamma (skt) berarti kewajiban 
seseorang yang dapat dipenuhi dengan mentaati hukum / adat, dharma bisa juga beerarti hukum Ilahi. 
Lihat kamus theologi karangan Henk Tem Napeti
24
(11)  N’etam kho saranam khemam – N’etam saranam uttamam 
N’etam saranam agama – Sabbadukhha pamuciati 
 
Sesungguhnya hal yang demikian bukanlah perlindungan yang aman 
karena perlindungan semacam itu tak memberi jaminan yang mutlak 
sebab  setelah  mendapat  semua  itu  ia  tak  bebas  dari  kejahatan  dan 
kesedihan.6 
 
Perlindungan untuk bebas dari dukkha bukan dicari melalui pencarian ke 
tempat-tempat sunyi seperti gunung, hutan dan sebagainya melainkan melalui tiga 
perlindungan yakni Tri Ratna. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Dhammapada 
Atthakatna paragraf 12, 13, 14. 
 
(12)  Yo ca buddham ca dhammam ca – sangham ca saranam gato 
Cattari ariya saccani – sammapannaya passati 
 
(13)  Dukham dukkhasamupadam – sukhhassa ca atikkamam 
Ariyancatthangikam magam – dukkhupa samagaminam 
 
(14)  Etam Kho saranam khemani – etam saranam uttamam 
Etam saranam agamma – sabbadukkha pamuccati 
 
Paragrf 12, 13, 14 menceritakan : 
 “Orang yang mencari perlindungan pada Buddha, Dhamma dan Sangha ia 
akan  dapat  menghayati  empat  kesunyatan  mulia  yakni  tentang  adanya  dukkha. 
Sebab dan lenyapnya dukkha dilalui dengan delapan jalan utama atau jalan yang 
luhur  untuk  mencapai  kelepasan  yang  meliputi  :  pertama,  memandang  dengan 
benar (samma dithi). Kedua memecahkan masalah yang benar (samma sankappa). 
Ketiga, berbicara dengan benar (samma vaca). Keempat, bertindak dengan benar 
(samma kammanta). Kelima, hidup dengan benar (samma ajiva). Keenam, berihtiar 
dengan benar (samma vayamma). Ketujuh, berfikir atau bernalar dengan benar 
(samma sati). kedelapan, berkonsentrasi dengan benar (samma samadhi). Delapan 
jalan ini merupakan perlindungan yang aman dan sejahtera sehingga orang akan 
terbebas dari dukkha.7  
                                              
6 Oka Adiputhera. Dhammapada Atthakatna (Jakarta : Departemen Agama RI Direktorat Jenderal 
Bimbingan Masyarakat Hindu dan Budha), hlm. 142. 
7   Ibid., hlm. 143
25
1.  Ajaran tentang Buddha   
Ajaran tentang Tri Ratna yang pertama adalah ajaran tentang Buddha 
(buddham  saranam  gacchami)  yang  mempunyai  arti  saya  mencari 
perlindungan  kepada  Sang  Buddha.  Menurut  para  ahli  Barat,  Buddha 
Gautama dilahirkan pada tahun 653 SM di daerah Kapilawastu.8 Sidharta 
Gautama  adalah  putra  raja  Maghadha  yang  bernama  Sudodhana.  Buddha 
adalah sebuah gelar, suatu jabatan atau seorang tokoh yang sudah menjelma 
pada seseorang. 
Secara etimologi perkataan Buddha berasal dari kata “Buddha” yang 
berarti bangkit atau bangun yang kata kerjanya adalah “bujjhati”9 yang berarti 
bangun,    mendapatkan  penerangan,  pencerahan,  memperoleh,  mengetahui, 
mengenal atau mengerti sehingga kata Buddha dapat diartikan orang yang 
telah  memperoleh  kebijaksanaan  yang  sempurna,  orang  yang  telah  sadar 
spiritualnya, orang yang bersih dari kotoran-kotoran batin yang berupa dosa 
(kebencian),  lobha (serakah), dan moha (kegelapan).10 
Berdasarkan  pengertian  kata  Buddha  di  atas,  maka  tiap  zaman 
memiliki buddhanya sendiri-sendiri, sehingga menurut keyakinan Budhis ada 
banyak  orang  yang  telah  mendapatkan  pencerahan  dan  mendapat  gelar 
Buddha.11 Buddha adalah orang yang telah terberkati yang tanpa guru ia telah 
menemukan  kebenaran-kebenaran  dan  kemahatahuan  di  dalamnya  serta 
penguasaan  atas  semua  kekuatan.12  Buddha  Gautama  (Shidarta  Gautama) 
adalah sosok manusia biasa namun di dalam diri Sidharta terdapat tubuh yang 
lain  yang  disebut  dengan  tubuh  kegirangan  atau  tubuh  yang  tidak  dapat 
berubah. Di dalam tubuh jasmani yang tampak itu tersembunyi tubuh yang 
lain yang tidak dapat dilihat oleh manusia biasa.13 
 
                                              
8   Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama ..., op.cit., hlm. 24 
9   Bikkhu Nanamoli. Khuddakapatha ...,op.cit., hlm. 76 
10 A. Mukti Ali. Agama Hindu dan Budha (Yogyakarta : Haninditya Offsett,  1988) I, hlm. 102. 
11  Harun Hadiwijono. Ajaran Agama Hindu dan Budha (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1994) IX, 
hlm. 65. 
12 Bikkhu Nanamoli. Khuddakapatha ..., op.cit., hlm. 56. 
13 Harun Hadiwijoyo. Agama Hindu ..., op.cit., hlm. 66.
26
Kata  “mencari”  atau  pergi  dalam  bunyi  Tri  Ratna  yang  pertama 
memiliki arti bertempur, artinya bila orang telah pergi untuk berlindung maka 
pengertian  kepergian  untuk  berlindung  itu  sendiri  sudah  bertempur, 
menghalau,  menyingkirkan  rasa  takut,  kepedihan  yang  mendalam, 
penderitaan dan kekotoran batin. Bertempur melawan rasa takut dengan cara 
menambah kebaikan dan mencegah kejahatan.14 
2.    Ajaran tentang Dharma atau Dhamma 
Bunyi Tri Ratna yang kedua adalah “ Dhammam Saranam Gacchami” 
yang memiliki arti aku mencari perlindungan kepada dhamma. Dharma atau 
dhamma ialah doktrin atau inti pokok ajaran15 dhamma (ide yang benar) 
adalah sang jalan, buah sang jalan dari pemadaman. Lenyapnya nafsu (sang 
jalanlah)  yang  merupakan  “kebenaran”  (dhamma)  akan  menyebabkan 
kekokohan (dharana).16 
Agama  Buddha  mempunyai  inti  ajaran  yang  dirumuskan  di  dalam 
empat  kebenaran  yang  mulia  (Catur  Arya  Satyani).17  Catur  Arya  Satyani 
tersebut terdiri dari empat kata yakni dukkha, samudaya, nirodha dan marga. 
Dukkha mempunyai arti penderitaan, bahwa pada dasarnya hidup itu adalah 
penderitaan, umur yang semakin hari semakin tua, sakit, kematian adalah 
penderitaan,  tidak  disatukan  dengan  yang  dikasihi  adalah  penderitaan, 
keinginan yang tidak tercapai adalah penderitaan.18 Seandainya di dunia ini 
tidak  ada  penderitaan  tidak  mungkin  Sang  Buddha  menjelma  ke  dunia. 
Penderitaan ini menjadi pengalaman setiap orang, kesenangan yang dialami 
oleh  orang  pun  sebenarnya  adalah  merupakan  sumber  penderitaan  karena 
orang yang senang, takut akan kehilangan kesenangannya.19 Penyebab adanya 
penderitaan akhirnya dapat diketahui oleh Buddha setelah Buddha bertapa 
untuk  mendapatkan  penerangan  sejati.  Selanjutnya  diketahui  oleh  Buddha 
                                              
14 Bikkhu Nanamoli. Khuddakapatha ..., op.cit., hlm. 59. 
15 Harun Hadiwijono. Agama Hindu ... , loc.cit. 
16 Bikkhu Nanamoli. Khuddakapatha ..., op.cit., hlm. 68 
17 Perkataan Arya Satyani berasal dari kata Arya dan Satyani. Arya berarti utama dan satyani 
berarti kebenaran. Jadi Catur Arya Satyani memiliki arti empat kebenaran utama. 
18 Harun Hadiwijono. Agama Hindu ..., op.cit., hlm. 67. 
19 Ibid., hlm. 67
27
bahwa  dengan  adanya  bentuk-bentuk  karma  maka  terjadilah  kesadaran, 
karena  adanya  kesadaran  maka  timbullah  bentuk-bentuk  batin,  dengan 
bentuk-bentuk batin dan jasmani maka terjadilah perasaan, dengan adanya 
perasaan  maka  timbullah  keinginan  dan  terjadilah  ikatan,  karena  adanya 
ikatan maka terjadilah proses “dumadi” yang akan mengakibatkan adanya 
tumimbal lahir dan lain-lain.20 
Penderitaan  atau  dukkha  disebabkan  oleh  keinginan  untuk  hidup 
(tanha)  setelah  orang  mengalami  penderitaan  yang  disebabkan  oleh  nafsu 
(keinginan atan tanha) untuk hidup maka timbullah apa yang disebut pratitya 
samutpada (samudaya) artinya pokok permulaan yang bergantungan (Sebab-
sebab adanya penderitaan). Yang menyebabkan penderitaan adalah karena 
terikat  oleh  samsara  (menjelma  berkali-kali).21  Yang  menyebabkan  orang 
dilahirkan  kembali  adalah  keinginan  kepada  hidup,  dengan  disertai  nafsu 
yang  mencari  kepuasan  yakni  kehausan  akan  kesenangan  dan  kekuasaan. 
Pratitya samutpada berisi 12 pokok permulaan yang dirumuskan demikian :  
Pertama, Menjadi tua dan mati (Jamarasanam) bergantung daripada 
kelahiran (jati), kedua kelahiran bergantung pada hidup atau existensi yang 
lampau (bhawa), ketiga hidup bergantung daripada pengikatan kepada makan 
minum dan sebagainya (upadana), keempat, pengikatan bergantung daripada 
kehausan (tanha), kelima kehausan bergantung daripada emosi atau renjana 
(wedang), keenam emosi bergantung daripada sentuhan atau kontak (sparsa), 
ketujuh sentuhan bergantung daripada indera dengan sasarannya (sadayatana), 
kedelapan indera dengan sasarannya bergantung daripada roh dan benda atau 
keadaan  batin  dan  lahir  (namarupa),  kesembilan  roh  bergantung  pada 
kesadaran (wijnana), kesepuluh kesadaran bergantung pada penafsiran yang 
salah (sanskara), kesebelas penafsiran, yang salah, kedua belas penafsiran 
yang salah bergantung pada ketidaktahuan (awidya).22 
Awidya memiliki ciri yang menyolok yaitu : bahwa alam semesta 
adalah fana (anitya atau anicta). Artinya mempunyai arti tidak kekal, doktrin 
                                              
20 A. Mukti  Ali. Agama-Agama Besar..., op.cit., hlm. 110 
21 H.M. Arifin. Loc.cit.
28
ini mengajarkan bahwa di dunia tidak ada sesuatu yang kekal (semuanya 
fana).  Ajaran  anitya  ini  menerangkan  sebab-sebab  adanya  penderitaan 
(dukkha). Ajaran ini tidak dapat dipisahkan dari ajaran anitya. Tiada jiwa di 
sini maksudnya bahwa manusia sebenarnya tidak berjiwa, manusia adalah 
suatu  kelompok  yang  terdiri  dari  jasmani  dan  rokhani,  seluruh  keadaan 
manusia dapat diungkapkan dengan nama-rupa. Nama ialah tabiat manusia, 
sedangkan rupa ialah jasmaniah manusia.23 
Bagian Arya Satyani yang ketiga adalah jalan kelepasan atau nirodha,  
yang  terdiri  dari  pemadaman  keinginan.24  Apabila  manusia  tidak  lagi 
mempunyai  nafsu  keinginan  maka  penderitaan  samsara  dapat  dihilangkan 
yakni  dengan  memadamkan  nafsu  keinginan  tersebut  (tanha  tersebut).Di 
dalam Arya Satyani yang keempat diajarkan tentang jalan kelepasan (marga). 
Apabila tanha telah hilang maka seseorang akan mencapai nirwana (alam 
kesempurnaan).25 
Penderitaan  seseorang  dapat  dihilangkan  dengan  cara  menempuh 
delapan jalan kebenaran (astha arya margha atau astadavida). Jalan ini harus 
dimengerti secara benar dan dengan sadar mengikuti jalan ini. Tuntutan dari 
jalan ini akan membawa kebebasan dan ikatan ketidaktahuan universal dan 
kelekatan ego pribadi. 
Pandangan delapan jalan ini meliputi : 
Pertama, pengertian atau pandangan yang benar (sammaditti). Jalan 
ini merupakan pengungkapan pengakuan yang samar-samar bahwa semua 
yang ada tidak baik, dan segala sesuatu harus dilepaskan. Bagi orang modern 
pemikiran ini merupakan penderitaan karena mereka berpikiran bahwa materi, 
reputasi,  keberhasilan  dan  kekuatan  tidak  akan  membawa  kedamaian  dan 
kepuasan  yang  diharapkan,  tidak  mudah  menghilangkan  kerisauan  akibat 
buruk di masa lalu. Jalan pemecahannya adalah dengan meditasi. Manusia 
                                                                                                                                     
22 Harun Hadiwijono. Agama Hindu ..., op.cit.,  hlm. 68. 
23 Nama berarti sebagai kumpulan dari perasaan, pikiran, penyerapa, yang dapat digolongkan 
sebagai unsur rohaniah sedangkan rupa adalah bersifat jasmaniah yang terdiri dari tanah, air, udara / 
hawa, lihat buku Antropologi Agama Bagian II karangan Prof. Dr. Hilman Hadikusumo. 
24 Harun Hadiwijoyo. Agama Hindu ..., op.cit., hlm. 72. 
25 Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama ..., op.cit., hlm. 78.
29
harus berusaha memperluas pandangan dan memahami pribadi dalam ajaran 
Buddha  sehingga  tidak  menekankan  pada  dukkha,  tetapi  pada  anicca 
(pandangan bahwa segala sesuatu tidak permanen). 
Kedua,  berpikir  atau  termotivasi  benar  (sammasankappa).  Emosi 
memang sulit untuk dilacak, tetapi mempunyai peranan yang penting karena 
pada emosi tersebut kualitas dan keanekaragaman berpikir dapat diuji. 
Ketiga,  adalah  berbicara  yang  benar  (sammavacca).  Menurut 
Saddhatisa  “pembicaraan  adalah  sarana  untuk  mengenal  orang  dan  diri 
mereka sendiri”. 
Keempat, adalah tindakan yang benar (samma kamanta). Langkah ini 
membentuk aturan-aturan yang lebih sederhana dan dapat membangkitkan 
pikiran  yang  bebas  yakni  sebuah  bentuk  ketenangan  yang  harus  dicapai 
sebelum memulai kegiatan yang benar. 
Kelima, mata pencaharian yang benar (samma ajiva), melalui kerja 
kemungkinan  besar  seseorang  untuk  mencapai  integritas,  konsentrasi  dan 
ketenangan batin dalam hidup mereka, sehingga ada situasi optimum untuk 
mengembangkan kekuatan dan rasa belas kasih terhadap keberadaan orang 
lain. Langkah ini bertujuan agar orang tetap menjaga kehidupan dengan tetap 
hati-hati tetapi selalu dinamis. 
Keenam,  usaha  yang  benar  (samma  vayama),  langkah  ini  dapat 
ditanamkan dengan cara mencegah atau menghindari yang jahat dan keadaan 
pikiran yang terpecah-pecah, mengatasi keadaan pikiran  terpecah-pecah yang 
mungkin sudah muncul, membiasakan memenuhi pikiran dengan yang baik 
hingga satu dan utuh, mengembangkan situasi pikiran yang sudah baik dan 
utuh. 
Ketujuh, berpikir yang benar (samma sati), langkah ini dapat dicapai 
melalui latihan pernafasan yang merupakan ajaran praktis khas Buddha untuk 
membangun dan membentuk kesadaran. 
Kedelapan,  konsentrasi  /  samadhi  yang  benar  (samma  samadi), 
mengandung arti jalan untuk menggabungkan subjek dan obyek. Di dalam 
ajaran Buddha seorang meditator harus memenuhi kesadaran yang lebih jauh /
30
dalam  didukung  oleh  usaha  pribadi.  Sedangkan  dalam  ajaran  sangha 
pengalaman  pribadi  itu  menimbulkan  perasaan  syukur  terhadap  saudara-
saudara yang berkepercayaan lain dan memiliki dorongan yang kuat untuk 
menolong  hidup  orang  lain.26  Konsentrasi  secara  benar  pada  dasarnya 
merupakan usaha menyegarkan diri sebagai seseorang yang telah diterangi. 
Ketidaktahuan dan penerangan semuanya berakar pada aktivitas mental batin 
seseorang.27 
Di dalam teks Dhammapada ditulis sebagai berikut : 
“Akal budi itu mampu mengatasi kondisi ketidaktahuan. Akal 
budi merupakan penentunya, bila orang bicara atau bertindak dengan 
akal yang tidak murni, maka kemalangan akan membuntutinya. Akal 
budi pulalah yang menentukan kondisi keutuh-satuan,  dia penentunya. 
Jika dengan akal yang murni / jernih orang bicara atau bertindak, 
maka  kebahagiaan  akan  menyertainya  bagai  bayang-bayang  yang 
selalu  melingkupinya”  (Dhammapada  1,  2  terjemahan  dari“  acarya 
Buddharakkitta Thera, Bangelore, India : Buddha Vacanatius, 1966). 
Dengan  tingkatan  ini  dibagi  menjadi  tiga  bagian,  tiga  bagian  ini 
meliputi  sraddha  (iman)  terdiri  dari  “percaya  yang  benar”.  Bagian  ini 
merupakan  wujud  suatu  pendahuluan  yang  terdiri  dari  percaya  dan 
menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan 
kebenaran,  percaya  dan  menyerahkan  diri  kepada  dhamma  atau  ajaran 
Buddha, percaya dan menyerahkan diri pada jemaat (sangha) sebagai jalan 
yang dilaluinya. 
Sila, yang terdiri dari maksud yang benar, kata-kata yang benar dan 
perbuatan yang benar, hidup yang benar, usaha yang benar dan ingatan yang 
benar. Percaya atau pengetahuan yang benar akan menghasilkan maksud yang 
benar. Maksud yang benar terwujud dalam tiga tingkat. Berikutnya yakni 
kata-kata yang benar yang mempunyai arti bahwa orang itu harus berbuat 
                                              
26 F.X. Mudji Sutrisno, SJ. Budhisme Pengaruhnya Dalam Abad Modern (Yogyakarta, Kanisius, 
1993) I, hlm. 28-30.
31
jujur (tidak berbohong), perbuatan yang benar berarti bahwa dalam segala 
tindakan orang tidak boleh mencari keuntungan sendiri, dan hidup yang benar 
yang berarti secara lahir dan batin orang bebas dari penipuan diri tidak hanya 
mementingkan kepada yang lain saja.28 
Sila dapat tercapai apabila orang telah berusaha untuk mencapai moral 
yang  tinggi,  sesudah  itu  akan  dapat  masuk  ke  jalan  yang  terakhir  yaitu 
samadhi. Samadhi terdiri dari 2 bagian yaitu persiapan atau upacara samadhi 
dan samadhinya sendiri. 
Langkah yang pertama dalam upacara samadhi langkah yang pertama 
adalah  perenungan  bahwa  makan,  minum  membawa  banyak  kesusahan, 
merenungkan bahwa tubuh manusia itu terdiri dari empat unsur: bumi, air, api 
dan angin, menerangkan akan kebajikan dan kebesaran Tri Ratna kemudian 
orang harus merenungkan akan jenazah manusia, bahwa jenazah itu tidaklah 
sempurna, merenungkan tubuh orang yang hidup yang pada hakikatnya sama 
dengan jenazah. Tahap kedua setelah perenungan adalah duduk bersila di 
tempat yang sepi, mengatur nafas dan merenungkan empat bhawana yakni 
metta (persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang universal), 
mudikka  (kesenangan  dalam  keuntungan  serta  kesenangan  akan  segala 
sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri 
sendiri, teman, musuh dan sebagainya).29 
Setelah persiapan samadhi selesai kemudian orang masuk ke dalam 
samadhi  yang  sebenarnya  yang  terdiri  dari  empat  tingkatan.  Pertama, 
memusatkan pikiran pada satu sasaran untuk mengerti atas lahir dan batin 
(namarupa). Kedua, melepaskan rohnya dari segala uraian dan pertimbangan 
akan  sasaran  itu  untuk  mendapatkan  ketenangan  batin.  Ketiga,  sekalipun 
orang masih melihat sasaran itu, kegirangan (sukkha) menjadi pudar sehingga 
orang akan menjadi tenang walaupun masih dalam keadaan sadar. Keempat, 
bahwa sukkha dan dukkha lenyap semua dan rasa hatinya disesuaikan.30 
                                                                                                                                     
27 Ibid., hlm. 29. 
28 Wawancara dengan Bikkhu Adhi Purwanto, 24 Juli 2003. 
29 Harun Hadiwijoyo. Agama Hindu ..., op.cit., hlm. 74. 
30 Ibid., kata sukkha merupakan lawan dari kata dukkha yang berarti kebahagiaan.
Description:Berlindung pada Buddha. Aku pergi berlindung pada. Dhamma. Aku pergi berlindung pada Sangha [untuk kedua kalinya …. Untuk ketiga kalinya …