Table Of ContentTOPONIM
KOTA MAGELANG
Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jakarta 2018
TOPONIM
KOTA MAGELANG
Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2018
TOPONIM KOTA MAGELANG
PENGARAH
Direktur Jenderal Kebudayaan
PENYUNTING
Triana Wulandari
PENULIS
Harto Juwono
Heri Priyatmoko
Agus Widiatmoko
RISET ILUSTRASI
Arif Barata Sakti
Andjar Prasetyo
Fider Tendiardi
DESAIN
Wahid Hisbullah
DITERBITKAN OLEH
Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG:
Dilarang mengutip seluruh atau sebagian isi buku tanpa seizin penerbit
CETAKAN I 2018
ISBN: 978-602-1289-81-5
Peta Wilayah Residen Kedoe tahun 1915
(Sumber: Perpustakaan Nasional)
iv Toponim Kota Magelang
SAMBUTAN DIREKTUR
JENDERAL KEBUDAYAAN
T
oponim adalah istilah yang selama ini lebih banyak dikenal dalam
dunia geografi, terutama untuk menandai bentuk-bentuk rupabumi
dalam bentang alam. Namun apabila dimengerti secara lebih luas,
toponomi adalah juga tentang identitas masyarakat yang menempati
wilayah tertentu. Menulis toponimi asal-asul nama lokasi dari perspektif
sejarah merupakan kajian yang berharga untuk memperkaya identitas
keindonesian. Oleh karena itu, kajian toponimi menjadi hal yang penting
demi memperjelas kesejarahan dari tiap-tiap wilayah dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai negara kepulauan dengan wilayah membentang dari Sabang hingga Merauke,
kajian tentang penamaan wilayah rupabumi merupakan kebutuhan yang sangat
diperlukan. Tidak saja bentang alam Indonesia berbeda-beda, nama-nama bentang
alam itu juga beragam sesuai dengan latar berlakang sosial-budaya masyarakat. Kajian
bandingan tentang pembakuan nama wilayah dalam kaitannya dengan kajian sejarah
toponimi yang berdasar pada asal usul nama wilayah yang bersumber dari pengetahuan
masyarakat, kiranya dapat menjadi penguat akar historis dari kesadaran kewilayahan
kita.
Toponimi selalu kontekstual terhadap perkembangan wilayah permukiman masyarakat.
Munculnya penamaan wilayah berjalan seiring dengan perkembangan dan dinamika
sosial dan budaya masyarakatnya. Oleh karena itu, umumnya toponimi wilayah diambil
dari nama yang melekat dalam alam pikiran masyarakat setempat. Hal ini selaras dengan
kebiasaan masyarakat untuk menghargai para tokoh-tokohnya, peristiwa-peristiwa
yang pernah terjadi, hingga menandai apa yang menjadi kekayaan hayati melalui
tindak penamaan. Dalam konteks seperti ini, boleh dikatakan toponim pada dasarnya
merupakan ingatan sejarah, cermin kehidupan sosial, dan praktek budaya masyarakat
yang menempati wilayah tertentu.
Toponim Kota Magelang v
Penulisan sejarah toponim dapat bermanfaat bagi upaya pembakuan nama-nama
rupabumi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan menjadi bagian
dari identitas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia. Dalam hal ini, peran Direktorat
Sejarah lewat penulisan sejarah toponimi di wilayah Indonesia perlu dilanjutkan dan
dikembangkan agar memberi sumbangan terhadap penerapan UU No. 5 Tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaan dan penguatan kedaulatan wilayah NKRI serta merawat
ingatan sejarah masyarakat akan ruang hidupnya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan
dan berkontribusi dalam penulisan buku sejarah toponimi ini. Selamat membaca.
Semoga buku ini bermanfaat dan memperkaya cakrawala wawasan kesejarahan tentang
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Direktur Jendral Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Hilmar Farid
vi Toponim Kota Magelang
SAMBUTAN
DIREKTUR SEJARAH
M
agelang merupakan wilayah penting di Pulau Jawa, dalam sejarah
kebudayaan klasik tempat bertemunya budaya India, China,
Dunia Islam, dan belakangan dengan Eropa. Pengaruh India di Magelang
bersamaan waktunya dengan kemunculan kerajaan bercorak hindu dan
buddha di Pulau Jawa dan puncaknya sekitar pada abad ke-8 M – 10M.
Jejak peradaban Hindu dan Buddha salah satunya dapat dikenali dalam
toponim nama kelurahan di Kota Magelang bernama Meteseh. Diambil
dari isi prasasti dari Raja Balitung yang menetapkan desa Mantyasih
sebagai desa perdikan pada tahun 907 M.
Letak geografis Magelang di lembah Kedu yang subur dan dikelilingi oleh deretan tujuh
gunung turut memperkaya toponim Kota Magelang. Seperti halnya toponim Gunung
Tidar, Sungai Elo, Sungai Progo, ataupun area persawahan Tuk Songo. Ini menunjukkan
masyarakat di wilayah Kota Magelang sangat menghargai lingkungan hidup dan
peristiwa sejarah yang terjadi di tengah-tengah kehidupannya.
Secara etimologis, toponimi merupakan bahasa Yunani yang berasal dari kata topos yang
berarti tempat dan nimi dari onoma yang berarti nama. Berdasarkan kajian folklore
(cerita rakyat), toponimi merupakan bagian dari Ilmu Onomastika (Onomastics). Ilmu
tersebut mengkaji sejarah (asal-usul) nama tempat dan nama-nama lain. Asal-usul nama
tempat mempresentasikan keadaan semula tempat tersebut, yang memuat informasi
tentang aspek geografi, ekologi sosial, dan kultural yang terkait dengan keadaan tempat
semula.
Menarik untuk disimak dalam periodisasi sejarah Kota Magelang, ketika Belanda
melakukan kolonialisasi dan menjadikan Magelang sebagai Ibu Kota Karesidenan Kedu.
Kota Magelang pada mengalami pembangunan yang sangat massif. Dibukanya lahan-
lahan sebagai lokasi perkantoran, tangsi militer, jaringan kereta api, pergudangan,
dan lokasi baru lainnya yang bersamaan waktu itu pula oleh masyarakat masing-
Toponim Kota Magelang vii
masing lokasi diberi nama sesuai dengan fungsi dan kekhasannya, seperti Kebon Polo,
Plenkung, dan seterusnya. Sebutan tersebut tentu secara tersirat juga merekam waktu,
kejadian, dan fungsional suatu tempat sebagai penanda.
Selain nama tempat di Kota Megelang, beberapa bangunan kolonial turut meramaikan
monument-monumen sejarah Kota Magelang, salah satunya Rumah Residen Kedu.
Lokasi dan bangunan bersejarah ini menjadi mashur tidak saja karena pernah terjadi
peristiwa bersejarah berakhirnya “Perang Jawa”, namun juga tercatat dalam sejarah seni
Indonesia, ketika pelukis Raden Saleh pada tahun 1857 merekam peristiwa dan tokoh
sejarah “Perang Jawa” dalam lukisan Penangkapan Diponegoro. Pangeran Diponegoro
terlihat bersama keluarga dan pengikutnya berhadapan dengan Letnan Jenderal
Hendrik Merkus de Kock di teras Pendopo Karesidenan Kedu.
Lukisan kisah yang sama juga dibuat Nicolaas Pieneman dalam sudut pandang yang
berbeda, yakni Penyerahan Pangeran Diponegoro kepada Jenderal De Kock. Dua
lukisan peristiwa sejarah yang sama, namun mempunyai dimensi cara pandang berbeda
keterpihakan antara kaum yang dijajah dengan keterpihakan pada penjajah.
Gambaran peristiwa dan tokoh sejarah yang terjadi di Kota Magelang, menunjukkan
betapa Kota Magelang dari masa ke masa telah memberi andil yang besar dalam
perjalanan sejarah nasional. Jejak sejarah tersebut sampai saat ini masih terekam dalam
toponim di Kota Magelang. Sejarah Toponim di Kota Magelang sampai sekarang masih
bertahan dan digunakan sebagai penanda oleh masyarakat, namun sebagian tempat
telah berganti dengan nama baru.
Memandang pentingnya merawat nilai-nilai kesajarahan Kota Magelang, Direktorat
Sejarah menerbitkan buku sejarah Toponim Kota Magelang. Akhirnya selamat membaca,
semoga dengan terbitnya Sejarah Toponim Kota Magelang dapat memberi nilai tambah
khasanah kesejarahan khususnya bagi Kota Magelang.
Jakarta, November 2018
Direktur Sejarah
Triana Wulandari
viii Toponim Kota Magelang
DAFTAR ISI
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN IV
SAMBUTAN DIREKTUR SEJARAH VI
DAFTAR ISI VIII
BAGIAN I MAGELANG DALAM LINTASAN MASA 1
BAGIAN II TOPONIM KOTA MAGELANG 27
KECAMATAN MAGELANG UTARA 31
Kelurahan Kramat Utara 31
1. Dalangan 31
Kelurahan Kramat Selatan 33
1. Ringinanom 33
2. Sanden 35
3. Pajangan 37
Kelurahan Potrobangsan 38
1. Badaan 38
2. Dumpoh 42
3. Kebon Dalam 44
4. Potrobangsan 46
5. Kriyan 48
6. Tuguran 49
7. Butekan (Beliksari) 50
8. Sekerten 52
Kelurahan Kedungsari 54
1. Sidotopo 54
2. Kupatan 56
3. Pocangsari 57
4. Kedungsari 59
Toponim Kota Magelang ix
Kelurahan Wates 61
1. Wates 61
2. Wates Beningan 62
3. Kebonpolo 64
4. Jambesari 66
5. Pinggir 68
6. Garongan 70
KECAMATAN MAGELANG TENGAH 73
Kelurahan Magelang 73
1. Botton 73
2. Botton Balong 76
3. Botton Kopeng 79
4. Mateseh Krajan 81
5. Jayengan 83
6. Dukuh 85
Kelurahan Cacaban 86
1. Jenderalan 86
2. Kejuron 87
3. Panggonsari/Panggungsari 88
4. Kerkopan 90
5. Jambon 93
6. Jambon Gesikan, Jambon Ledok, Jambon Wod 94
7. Cacaban 96
8. Kauman 98
9. Kejaksan 99
Kelurahan Kemirirejo 101
1. Singoraron 100
2. Bayeman 101
3. Mudal 104
4. Jenangan 106
5. Kebon Kantil 108
6. Kemirikerap 110
7. Tukangan 113