Table Of ContentKOMPENDIUM
AJARAN SOSIAL GEREJA
PENDAHULUAN
SEBUAH HUMANISME YANG
TERPADU DAN SOLIDER
a. Pada saat merekahnya Milenium Ketiga
1. Gereja bergerak maju menuju Milenium Ketiga kurun Kekristenan sebagai
sebuah bangsa peziarah, yang dibimbing oleh Kristus, “Gembala Agung” (Ibr
13:20). Kristus adalah “Pintu Suci” (bdk. Yoh 10:9) melaluinya kita telah
melintas selama Yubileum Agung Tahun 2000.1 Yesus Kristus adalah Jalan,
Kebenaran dan Hidup (bdk. Yoh 14:6); dalam kontemplasi memandang
wajah Sang Tuhan kita menegaskan iman kita dan harapan kita akan Dia,
satu-satunya Penyelamat dan tujuan sejarah.
Gereja tiada henti-hentinya berbicara kepada semua orang dan semua
bangsa, sebab hanya di dalam nama Kristus keselamatan itu diberikan kepada
manusia. Keselamatan itu, yang telah diperoleh Tuhan Yesus dengan
membayar “harga mahal” (1Kor 6:20; bdk. 1Ptr 1:18-19), disempurnakan
dalam hidup baru yang menanti orang-orang benar setelah kematian,
namun juga meresapi dunia ini dalam berbagai kenyataan ekonomi dan
kerja, teknologi dan komunikasi, masyarakat dan politik, masyarakat
internasional dan berbagai relasi di antara aneka kebudayaan dan bangsa.
Bdk. Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte, ; AAS 93 (200), 266.
PENDAHULUAN
“Yesus dahulu datang untuk membawa keselamatan yang utuh, suatu
keselamatan yang mencakup seluruh diri pribadi dan semua manusia,
yang menyingkapkan suatu harapan yang mengagumkan tentang
keputraan ilahi.”2
2. Pada saat merekahnya Milenium Ketiga, Gereja tiada lelahnya mewartakan
Injil yang membawa keselamatan dan kebebasan sejati juga untuk berbagai
kenyataan fana. Gereja teringat akan imbauan agung yang diberikan oleh
Santo Paulus kepada muridnya Timotius: “Beritakanlah firman, siap
sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah,
tegurlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena
akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat,
tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya
untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan
telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Tetapi
kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah
pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu” (2Tim
4:2-5).
3. Kepada orang-orang dari zaman kita sekarang ini, rekan-rekan sesama
peziarahnya, Gereja juga menawarkan ajaran sosialnya. Malah ketika Gereja
“mewartakan Injil, maka ia memperlihatkan kepada manusia, atas nama
Kristus, martabat dan panggilannya untuk persekutuan pribadi. Gereja
mengajarkan kepadanya keadilan dan cinta kasih yang sesuai dengan
kebijaksanaan ilahi”.3 Ajaran ini memiliki kesatuannya sendiri yang sangat
mendasar, yang mengalir dari Iman akan suatu keselamatan yang penuh dan utuh,
dari Harapan akan kepenuhan keadilan, dan dari Cinta Kasih yang menjadikan
semua umat manusia saudara dan saudari sejati di dalam Kristus: ajaran ini adalah
ungkapan kasih Allah akan dunia yang sedemikian Ia kasihi “sehingga Ia
telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh 3:16). Hukum baru
cinta kasih merangkul segenap keluarga umat manusia dan tidak mengenal
batas karena pewartaan tentang keselamatan yang didatangkan oleh Kristus
membentang “sampai ke ujung bumi” (Kis 1:8).
2 Yohanes Paulus II, Ensiklik Redemptoris Missio, ; AAS 83 (99), 260.
3 Katekismus Gereja Katolik, 249.
SEBUAH HUMANISME YANG TERPADU DAN SOLIDER
4. Dengan mengetahui bahwa mereka dikasihi oleh Allah, orang-orang
akan memahami martabat transenden mereka sendiri, mereka belajar untuk
tidak berpuas dengan diri mereka sendiri saja tetapi menjumpai sesama mereka
dalam sebuah jejaring relasi yang benar-benar semakin manusiawi. Semua
manusia yang dijadikan “baru” oleh cinta kasih Allah mampu mengubah
aturan-aturan serta mutu relasi, malah seraya membarui pula struktur-
struktur sosial. Mereka adalah orang-orang yang mampu membawa
perdamaian di mana ada pertikaian, membangun dan memelihara relasi
persaudaraan di mana ada kebencian, mengupayakan keadilan di mana
merajalela penindasan manusia oleh manusia. Hanya cinta kasih yang
mampu membarui secara radikal relasi yang dipelihara orang-orang di
antara mereka sendiri. Inilah perspektif yang membolehkan setiap orang
yang berkehendak baik untuk menyambut horizon luas keadilan serta
perkembangan manusiawi dalam kebenaran dan kebaikan.
5. Cinta kasih menghadap medan kerja yang luas dan Gereja berhasrat
untuk memberi andilnya dengan ajaran sosialnya, yang berkenaan dengan
seluruh pribadi dan ditujukan kepada semua orang. Begitu banyak saudara
dan saudari yang berkekurangan yang sedang menantikan pertolongan,
begitu banyak orang tertindas yang sedang menantikan keadilan, begitu
banyak orang menganggur yang sedang menantikan pekerjaan, begitu
banyak orang yang sedang menantikan penghargaan. “Bagaimana
mungkin bahwa sampai sekarang pun masih banyak orang yang mati
kelaparan? Terkungkung dalam keadaan buta huruf? Banyak kekurangan
perawatan medis yang mendasar? Tanpa atap yang menaungi kepala
mereka? Skenario kemelaratan dapat meluas tanpa batas, bila selain
bentuk-bentuk tradisionalnya kita memikirkan pola-polanya yang lebih
baru. Pola-pola macam itu sering berdampak pada sektor-sektor dan
kelompok-kelompok yang kaya secara finansial, yang kendati begitu
terancam oleh keputusasaan akibat tiadanya makna dalam hidup mereka,
akibat kecanduan narkoba, akibat rasa takut akan ditinggalkan ketika
lanjut usia atau sakit, akibat marjinalisasi atau diskriminasi sosial ... Dan
bagaimanakah kita dapat tetap acuh tak acuh terhadap kemungkinan
krisis ekologi yang sedang menjadikan kawasan-kawasan luas planet
kita tidak mungkin dihuni dan bermusuhan terhadap umat manusia?
Atau karena masalah-masalah perdamaian yang sering terancam oleh
PENDAHULUAN
peperangan yang mendatangkan malapetaka? Atau oleh pelecehan hak-
hak asasi manusia sekian banyak orang, khususnya anak-anak?”4
6. Cinta kasih Kristen mendesak untuk mencela pelbagai ketidakberesan,
memberikan berbagai anjuran dan suatu komitmen terhadap proyek-proyek
budaya dan sosial; ia mendesak kegiatan efektif yang mengilhami semua orang
yang sungguh merindukan kebaikan insani, agar memberi andil mereka. Umat
manusia tengah menyadari dengan semakin jelas bahwa ia dipertautkan
oleh satu nasib tunggal yang menuntut penerimaan bersama tanggung
jawab, suatu tanggung jawab yang diilhami oleh sebuah kemanusiaan
yang terpadu dan solider. Ia melihat bahwa nasib bersama ini sering
kali ditentukan dan malah dipaksakan oleh faktor-faktor teknologi
dan ekonomi, dan ia merasakan perlunya suatu kesadaran moral yang
lebih besar yang akan membimbing perjalanannya bersama. Sembari
mengagumi aneka inovasi teknologi, kaum lelaki dan perempuan dari
zaman kita dewasa ini benar-benar menghasratkan agar kemajuan
diarahkan menuju kebaikan sejati umat manusia, baik hari ini maupun
esok.
b. Arti penting dokumen ini
7. Seorang Kristen mengetahui bahwa dalam ajaran sosial Gereja dapat
ditemukan prinsip-prinsip untuk refleksi, kriteria untuk penilaian dan pedoman-
pedoman untuk tindakan, yang menjadi titik tolak untuk memajukan sebuah
humanisme yang terpadu dan solider. Oleh karena itu, menjadikan ajaran ini
dikenal merupakan sebuah prioritas pastoral yang sejati, sehingga semua
orang akan tercerahkan olehnya dan dengan demikian mampu untuk
menafsir kenyataan dewasa ini dan mencari cara-cara bertindak yang
tepat: “Pengajaran dan penyebaran ajaran sosialnya merupakan bagian
dari tugas perutusan penginjilan Gereja.”5
Dalam terang inilah maka penerbitan sebuah dokumen yang membabarkan
unsur-unsur hakiki dari ajaran sosial Gereja, sembari menunjukkan kaitan antara
ajaran ini dan evangelisasi baru, tampaknya sarat manfaat. Komisi Kepausan
untuk Keadilan dan Perdamaian, yang telah menyusun dokumen yang
4 Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte, 50-5; AAS 93 (200), 303-304.
5 Yohanes Paulus II, Ensiklik Sollicitudo Rei Socialis, 4; AAS 80 (988), 57-572.
6 Bdk. Yohanes Paulus II, Imbauan Apostolik Ecclesia in America, 54; AAS 9 (999), 790.
SEBUAH HUMANISME YANG TERPADU DAN SOLIDER
sekarang ini dan bertanggung jawab sepenuhnya atas kandungannya,
menyiapkan naskah melalui sebuah konsultasi yang luas dengan para
anggota dan penasihatnya sendiri, dengan berbagai komisi dalam Kuria
Romawi, dengan aneka konferensi waligereja di pelbagai negara, dengan
sejumlah uskup dan dengan para pakar menyangkut soal-soal yang
dikaji.
8. Dokumen ini dimaksudkan untuk menyajikan secara singkat, namun lengkap
dan sistematis, ajaran sosial Gereja yang menjadi buah refleksi Magisterium
yang saksama dan sebuah ungkapan komitmen Gereja yang berkanjang dalam
kesetiaan kepada rahmat keselamatan yang didatangkan di dalam Kristus dan
dalam perhatian penuh kasih terhadap nasib akhir umat manusia. Di dalamnya
aneka pertimbangan teologis, filosofis, moral, budaya dan pastoral yang
paling relevan menyangkut ajaran tersebut disajikan secara sistematis
dalam kaitannya dengan masalah-masalah sosial. Dengan cara demikian,
kesaksian diberikan pada keberhasilan perjumpaan antara Injil dan
persoalan-persoalan yang ditemui umat manusia dalam perjalanannya
sepanjang bentangan sejarah. Ketika mempelajari Kompendium ini,
baiklah bila dicamkan bahwa kutipan-kutipan atas teks-teks Magisterium
disitir dari berbagai dokumen yang memiliki tingkat kewibawaan yang
berbeda. Di samping dokumen-dokumen konsili dan ensiklik-ensiklik,
terdapat pula amanat-amanat para paus serta dokumen-dokumen yang
disusun oleh berbagai komisi pada Takhta Suci. Sebagaimana yang
kita ketahui, biarpun tampaknya merupakan pengulangan, pembaca
hendaknya menyadari bahwa di dalamnya tersangkut pula tingkat-tingkat
kewenangan mengajar yang berbeda-beda. Dokumen ini membatasi
dirinya untuk mengedepankan unsur-unsur paling mendasar dari
ajaran sosial Gereja, sembari menyerahkan kepada berbagai konferensi
waligereja tugas untuk membuat penerapan yang tepat sebagaimana
yang dituntut oleh keadaan-keadaan setempat yang berbeda-beda.
9. Dokumen ini menawarkan sebuah tinjauan yang menyeluruh atas
kerangka fundamental kumpulan doktrinal ajaran sosial Gereja. Tinjauan ini
memungkinkan kita untuk menelisik secara tepat soal-soal dari zaman
7 Bdk. Yohanes Paulus II, Imbauan Apostolik Ecclesia in America, 54; AAS 9 (999), 790;
Katekismus Gereja Katolik, 24.
PENDAHULUAN
kita sekarang ini, yang mesti dipandang secara keseluruhan sebab soal-
soal tersebut dicirikan oleh saling keterkaitan yang semakin besar, sambil
mempengaruhi satu sama lain dan kian menjadi masalah keprihatinan
seluruh keluarga umat manusia. Pembabaran ajaran sosial Gereja
dimaksudkan untuk menyajikan sebuah pendekatan yang sistematis
guna menemukan berbagai jalan keluar atas soal-soal tadi, sehingga
pemindaian, penilaian serta keputusan akan bersepadanan dengan
kenyataan, dan agar solidaritas serta pengharapan akan memiliki sebuah
dampak yang lebih besar atas kepelikan dari berbagai situasi yang ada
sekarang ini. Malah prinsip-prinsip ini saling berkaitan dan menerangi
satu sama lain secara timbal balik, sejauh prinsip-prinsip tersebut
merupakan suatu bentuk ungkapan dari antropologi Kristen,8 buah-buah
pewahyuan cinta kasih Allah untuk pribadi manusia. Namun tidaklah boleh
dilupakan bahwa berlalunya waktu serta lingkup-lingkup sosial yang senantiasa
berubah akan menuntut suatu pemutakhiran yang terus-menerus atas refleksi
menyangkut aneka ragam masalah yang diangkat di sini, agar dapat menafsir
tanda-tanda zaman yang baru.
10. Dokumen ini disajikan sebagai sebuah sarana untuk melakukan pemindaian
moral dan pastoral atas berbagai peristiwa kompleks yang menandai zaman kita;
sebagai sebuah panduan untuk memberi ilham, baik pada tingkat individual
maupun kolektif, kepada perilaku dan pilihan yang akan memperkenankan semua
orang untuk memandang ke masa depan dengan keyakinan serta harapan yang
lebih besar; sebagai sebuah bantuan bagi kaum beriman berkenaan dengan
ajaran sosial Gereja dalam bidang moralitas sosial. Dari semuanya ini
dapat merebak strategi-strategi baru yang cocok dengan tuntutan zaman
kita dan bersepadanan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia serta
sumber-sumber daya. Namun terutama nian dapat timbul motivasi untuk
menemukan kembali panggilan yang sesuai dengan berbagai karisma di
dalam Gereja yang ditakdirkan untuk menginjili tatanan sosial, karena
“semua anggota Gereja adalah peserta-peserta dalam matra sekular ini”.9
Singkatnya, teks ini dipaparkan sebagai sebuah insentif untuk dialog
8 Bdk. Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 55; AAS 83 (99), 860.
9 Yohanes Paulus II, Imbauan Apostolik Christifideles Laici, 5; AAS 8 (989), 44.
SEBUAH HUMANISME YANG TERPADU DAN SOLIDER
dengan semua orang yang secara tulus menghasratkan kebaikan umat
manusia.
11. Dokumen ini dimaksudkan terutama nian bagi para uskup yang akan
menentukan metode-metode yang paling tepat untuk menyebarluaskannya
dan untuk menafsirkannya secara tepat. Malah sebagian dari “munus
docendi” para uskup ialah untuk mengajarkan bahwa “hal-hal duniawi
dan pranata-pranata menurut rencana Allah diarahkan juga kepada
keselamatan manusia, dan oleh karena itu tidak sedikit faedahnya
bagi pembangunan Tubuh Kristus”.10 Para imam, biarawan dan biarawati
serta pada umumnya orang-orang yang bekerja di bidang pembinaan akan
menemukan di dalam dokumen ini sebuah panduan bagi pengajaran
mereka dan sebuah peranti bagi pelayanan pastoral mereka. Kaum awam
beriman yang mencari Kerajaan Allah “dengan mengurusi hal-hal yang
fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah”,11 akan menemukan di
dalam dokumen ini pencerahan bagi tugas perutusan khusus mereka
sendiri. Jemaat-jemaat Kristen boleh berpaling kepada dokumen ini
untuk memperoleh bantuan dalam menganalisis berbagai situasi secara
objektif, menarik asas-asas untuk refleksi, norma-norma untuk penilaian
serta pedoman-pedoman untuk tindakan.12
12. Dokumen ini disajikan pula kepada para saudara Gereja-Gereja lain dan
Jemaat-Jemaat Gerejawi, kepada para pengikut agama-agama lain, dan juga
kepada lelaki dan perempuan yang berkehendak baik yang memiliki komitmen
untuk melayani kesejahteraan umum: semoga mereka menerimanya sebagai
buah pengalaman universal manusia yang dicirikan oleh tanda-tanda
yang tiada terhitung banyaknya dari kehadiran Roh Allah. Ini adalah
perbendaharaan harta baru dan lama (bdk. Mat 13:52) yang hendak
dibagi-bagikan Gereja, dalam rasa syukur kepada Allah, dari Dia berasal
“setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna”
(Yak 1:1). Malah ini adalah tanda harapan sehingga agama-agama
dan budaya-budaya menunjukkan keterbukaan untuk berdialog serta
merasakan kebutuhan yang mendesak untuk memadukan tenaga guna
0 Konsili Vatikan II, Dekret Christus Dominus, 2; AAS 58 (966), 678.
Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium, 3; AAS 57 (965), 37.
2 Bdk. Paulus VI, Surat Apostolik Octogesima Adveniens, 4; AAS 63 (97), 403.
10 PENDAHULUAN
menggalakkan keadilan, persaudaraan, perdamaian dan kekuatan
pribadi manusia.
Gereja Katolik menggabungkan komitmennya dengan komitmen
dalam ranah sosial yang dilaksanakan oleh Gereja-Gereja lain dan
Jemaat-Jemaat Gerejawi, entah pada taraf refleksi doktrinal atau
pada ajang praktis. Bersama mereka Gereja Katolik yakin bahwa dari
perbendaharaan umum ajaran-ajaran sosial yang dilestarikan oleh tradisi
yang hidup umat Allah akan muncul motivasi dan orientasi menuju
sebuah kerja sama yang semakin erat dalam memajukan keadilan dan
perdamaian.13
c. Demi melayani kebenaran yang sepenuhnya tentang manusia
13. Dokumen ini merupakan sebuah tindak pelayanan dari pihak Gereja
kepada manusia dari zaman kita, kepada siapa ia menawarkan pusaka
ajaran sosialnya mengikuti model dialog olehnya Allah sendiri, di dalam
Putra tunggal-Nya yang menjadi manusia “menyapa manusia sebagai
sahabat-sahabat-Nya (bdk. Kel 33:11; Yoh 15:14-15), dan bergaul dengan
mereka (bdk. Bar 3:38)”.14 Seraya menimba ilham dari Konstitusi Pastoral
Gaudium et Spes, dokumen ini pun menempatkan “manusia, ditinjau
dalam kesatuan dan keutuhannya, beserta jiwa maupun raganya, dengan
hati serta nuraninya, dengan budi dan kehendaknya”15 sebagai kunci
bagi segenap uraiannya. Seturut perspektif ini, Gereja “tidak sedikit pun
tergerakkan oleh ambisi duniawi, tetapi hanya satulah maksudnya, yaitu
dengan bimbingan Roh Penghibur melangsungkan karya Kristus sendiri
yang telah datang ke dunia untuk memberi kesaksian tentang kebenaran,
untuk menyelamatkan dan bukan untuk mengadili, untuk melayani dan
bukan untuk dilayani.”16
14. Dengan perantaraan dokumen ini, Gereja bermaksud untuk menawarkan
sebuah sumbangan kebenaran menyangkut pertanyaan tentang tempat
manusia di dalam alam dan di tengah masyarakat, sebuah pertanyaan yang
dihadapi oleh semua peradaban dan kebudayaan di mana ditemukan berbagai
3 Bdk. Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, 92; AAS 58 (966), 3-4.
4 Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Dei Verbum, 2; AAS 58 (966), 88.
5 Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, 3; AAS 58 (966), 026.
6 Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, 3; AAS 58 (966), 027.